Kabar Utama
Antisipasi Kerumunan Massa Penetapan Paslon Pilkada
Ada 45 daerah dari total 309 daerah pilkada serentak yang masuk zona merah.
JAKARTA – Kerumunan massa yang terjadi pada tahapan pendaftaran Pilkada Serentak 2020 lalu berpotensi terulang kembali dalam penetapan pasangan calon (paslon) pada 23 September nanti. Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), Abhan mengatakan, hal tersebut harus diantisipasi pihak-pihak terkait.
"Tentunya dari pengalaman pendaftar 4-6 (September) ini kami melihat bahwa ada potensi terulang kembali kalau kita tidak antisipasi bersama dalam jangka dekat adalah pada tanggal 23 September saat penetapan pasangan calon," ujar Abhan dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi II DPR yang disiarkan daring, Kamis (10/9).
Ia menuturkan, kerumunan massa pada penetapan paslon dapat terjadi dari dua sisi, baik bakal paslon yang dinyatakan memenuhi syarat (MS) maupun yang tidak memenuhi syarat (TMS). Satu sisi euforia dan sisi lainnya barangkali tidak puas atas penetapan paslon oleh KPU daerah masing-masing.
"Barangkali ada sisi yang tidak puas atas penetapan KPU dinyatakan TMS itu akan bisa menjadikan aksi anarki dan sebagainya," kata Abhan. Ia mengimbau, bagi bakal paslon yang dinyatakan tidak memenuhi syarat dapat mmenempuh upaya hukum dengan mengajukan permohonan sengketa proses ke Bawaslu.
Hal serupa sebelumnya juga disampaikan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian. Tito mewanti-wanti tak ada pengumpulan massa saat penetapan pasangan calon pada 23 September mendatang.
Ia meminta paslon tidak menimbulkan kerumunan massa, apalagi melakukan aksi anarkistis jika belum dinyatakan memenuhi syarat oleh Komisi Pemilihan Umum. "Mereka (mesti) disalurkan melalui proses hukum, yaitu boleh melakukan gugatan sengketa," ujar Tito, Selasa (8/9).
Dalam rapat di DPR kemarin, Tito Karnavian menyampaikan, ada dua alasan bakal calon melanggar protokol kesehatan dalam tahapan Pilkada 2020. “Memang sudah tahu ada PKPU Nomor 10 (Tahun 2020), namun sengaja untuk show of force baik dikoordinir ataupun tidak dikoordinir," ujar Tito dalam rapat kerja.
Sejauh ini, Tito juga telah mengeluarkan teguran kepada 72 pejawat yang berlaga dalam Pilkada 2020 karena melanggar protokol kesehatan per Kamis (10/9). "Satu orang gubernur, bupati 36, wakil bupati 25, wali kota lima, dan wakil wali kota lima," ujar Tito.
Sebagian besar pelanggaran protokol kesehatan Covid-19 tersebut dilakukan pejawat kepala daerah saat pendaftaran bakal pasangan calon kepala daerah ke kantor KPU pada 4-6 September. Kemudian kerumunan massa juga terjadi pada saat deklarasi bakal pasangan calon.
Sepanjang tahapan pendaftaran, KPU telah menerima pendaftaran pencalonan Pilkada 2020 sebanyak 735 bakal pasangan calon (paslon) per Kamis (10/9). Dari jumlah tersebut, 60 orang bakal calon dinyatakan positif Covid-19 berdasarkan pemeriksaan swab test.
"Data calon yang dinyatakan positif saat pemeriksaan swab test laporan hari ini jumlahnya mencapai 60 calon dinyatakan positif Covid-19," ujar Ketua KPU Arief Budiman dalam rapat dengar pendapat, Kamis (10/9).
Ia menambahkan, 60 bakal calon yang dinyatakan positif Covid-19 tersebar di 21 provinsi berdasarkan laporan yang diterima dari 32 provinsi. KPU mewajibkan bakal pasangan calon melakukan uji usap dan melampirkan hasilnya sebelum mendaftarkan diri.
Namun, KPU menyatakan, bakal calon yang positif Covid-19 tidak membatalkan pencalonannya. Bakal calon yang terpapar virus korona tidak boleh datang langsung ke KPU dan diwajibkan melakukan isolasi mandiri atau perawatan di rumah sakit.
Sementara itu, dari 735 bakal paslon yang sudah diterima pendaftarannya, sebanyak 25 bakal paslon maju dalam pemilihan gubernur. Kemudian 610 bakal paslon untuk pemilihan bupati serta 100 bakal paslon pemilihan wali kota.
Arief memerinci, dari jumlah bakal calon tersebut, sebanyak 1.315 laki-laki dan 155 perempuan. Kemudian, 644 bakal paslon diusung oleh partai politik atau gabungan partai serta 67 bakal paslon maju melalui jalur perseorangan.
Selain itu, 28 kabupaten/kota tercatat memiliki satu bakal pasangan calon. Dengan demikian, berdasarkan regulasi, maka KPU melakukan pembukaan pendaftaran pencalonan kembali selama tiga hari pada 11-13 September setelah melalui tahapan penundaan dan sosialisasi.
Sementara, menjelang penyelenggaraan Pilkada 2020, Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) menegaskan pentingnya gotong royong dan penegakan protokol kesehatan di kehidupan masyarakat dan penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020.
Ketua Pelaksana KPCPEN Erick Thohir mengatakan pemerintah saat ini terus berupaya menekan angka kasus dan fatality rate (kematian) agar berangsur membaik. Hal ini menurutnya menjadi tanggung jawab bersama semua pihak, mulai dari KPU, Bawaslu termasuk para kontestan yang akan bertarung dalam pilkada.
"Tolong dipastikan bahwa suksesnya pilkada jangan menjadi kegagalan penanganan Covid-19. Karena tidak ada artinya, sukses pilkada tetapi penanganan Covid gagal," ujar Erick dalam kegiatan di Polda Metro Jaya, Jakarta, kemarin.
Erick juga meminta para kontestan pilkada mendukung upaya yang dilakukan pemerintah dalam menjaga fatality rate di tengah-tengah masyarakat, meskipun sedang bersaing dalam kontestasi pilkada. "Ini tanggung jawab bersama, dan pemimpin sejati adalah pemimpin yang bertanggung jawab pada masyarakat," ucap Erick.
Ia melanjutkan, tingkat kematian mengalami perbaikan dari 9 persen pada April menjadi 4 persen pada Agustus. Namun, dibandingkan grafik rata-rata yang ada di dunia, Indonesia masih lebih tinggi persentasenya.
"Sungguh kehilangan besar karena Covid-19, ada anak yang kehilangan orang tuanya, orang tua kehilangan anaknya, dan suami yang kehilangan istrinya, dan sebaliknya. Bahkan dalam skala bernegara, negara telah kehilangan orang-orang terbaiknya, pemikir terbaiknya, para tenaga kesehatan, yang demikian berharga, dan semuanya tidak mudah tergantikan," ungkap Erick.
Erick mengajak masyarakat bersama-sama pemerintah pusat dan pemerintah daerah menjaga penyebaran Covid-19 terkendali dan tren kesembuhan terus membaik, meski tidak mudah. "Tetapi kalau kita bergotong-royong, Insya Allah bisa," kata Erick.
Zona merah
Sementara, Satgas Penanganan Covid-19 merilis ada 45 daerah atau 14,56 persen dari total 309 daerah yang menggelar pilkada serentak, masuk zona merah alias memiliki risiko tinggi penularan Covid-19.
Sejumlah daerah pelaksana pilkada yang masuk dalam zona merah, di antaranya adalah Kota Padang, Kota Padang Panjang, Kabupaten Agam, dan Kota Bukittinggi di Sumatra Barat. Kemudian ada juga Kota Depok di Jawa Barat, Kota Semarang di Jawa Tengah, dan Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Sidoarjo, serta Kabupaten Pasuruan di Jawa Timur.
Sementara untuk zona oranye alias risiko penularan sedang, tercatat ada 152 kabupaten/kota atau 49,19 persen dari seluruh daerah penggelar pilkada serentak. Selain itu dilaporkan juga ada 72 kabupaten/kota atau 23,3 persen daerah yang masuk dalam zona kuning atau berisiko rendah.
Untuk zona hijau, sebanyak 26 kabupaten/kota atau 8,41 persen dilaporkan tidak ada penambahan kasus baru dan 14 daerah atau 4,53 persen tidak terdampak.
Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito meminta penyelenggara pemilu di daerah agar benar-benar menjalankan protokol kesehatan. Ia mewanti-wanti betul kepada KPU, KPUD, dan Bawaslu serta seluruh kandidat kepala daerah untuk mematuhi protokol kesehatan.
"Kami mohon aparat penyelenggara dan pemda melalui Satpol PP bisa tegakkan disiplin protokol kesehatan," kata Wiku dalam keterangan pers di Kantor Presiden, Kamis (10/9).
Wiku menambahkan, masing-masing lembaga yang terlibat dalam pilkada memiliki tugas dan fungsinya tersendiri dalam pencegahan penularan Covid-19. Kementerian Dalam Negeri misalnya, punya tugas menjaga stabilitas keamanan selama pilkada dengan berkoordinasi dengan TNI Polri.
Lantas KPU, ujar Wiku, menyiapkan implementasi tahapan kegiatan pilkada yang memperhatikan penegakan protokol kesehatan. Kemudian Bawaslu bertugas menyusun standar tata laksana pengawasan terhadap penyelenggaraan yang inklusif dan memasukkan peraturan penegakan protokol kesehatan.
"Sementara pemda, beberapa daerah sudah membuat perda sebagai tindak lanjut Inpres 6 Tahun 2020 yang jadi dasar penegakan kedisiplinan protokol kesehatan," katanya.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.