Jubir KPK Ali Fikri memberikan keterangan pers tentang kasus Djoko Tjandra dan Jaksa Pinangki di gedung KPK, Jakarta, Jumat (4/9). | ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

Nasional

KPK Masih Ogah Tangani Kasus Pinangki

KPK belum melihat adanya prasyarat yang terpenuhi untuk pengambilalihan kasus Pinangki.

JAKARTA –- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih enggan mengambil alih penanganan kasus dugaan suap dan gratifikasi tersangka jaksa Pinangki Sirna Malasari. Lembaga antikorupsi ini menganggap penyidikan yang sedang dilakukan Kejaksaan Agung (Kejakgung) masih berjalan di rel yang benar.

Deputi Penindakan KPK Karyoto menilai, penyidikan yang sudah dilakukan jaksa agung muda pidana khusus (JAM Pidsus) di Kejaksaan Agung (Kejakgung) sudah menunjukkan arah maju dalam penanganannya. KPK menjanjikan akan terus mengawasi kasus tersebut sampai proses persidangan sebagai bentuk supervisi.

“Apa yang sudah disampaikan oleh JAM Pidsus, kami (KPK) sangat apresiasi. Sudah sangat bagus dan cepat,” kata Karyoto seusai gelar perkara bersama KPK dan JAM Pidsus di Gedung Bundar Kejakgung, Jakarta, Selasa (8/9). 

Karyoto pun memuji profesionalitas tim di JAM Pidsus karena saat gelar perkara bersama tak ada rangkaian penyidikan yang terputus. “Tidak ada hal yang ditutupi, yang tentunya kami juga tetap akan mengawasi perkara ini sampai tuntas di persidangan,” ujar dia.

photo
Tersangka kasus suap pengurusan pengajuan fatwa bebas Mahkamah Agung (MA) untuk membebaskan Djoko Tjandra, Pinangki Sirna Malasari berjalan usai menjalani pemeriksaan di gedung Bundar, Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (2/9). - (ANTARA FOTO/Galih Pradipta)

Kedatangan KPK dalam gelar perkara bersama JAM Pidsus, sebagai wujud supervisi penanganan kasus tersangka jaksa Pinangki. Gelar perkara bersama itu juga melibatkan Bareskrim Polri dan dari pihak Kementerian Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) serta Komisi Kejaksaan (Komjak).

Karyoto menambahkan, KPK belum melihat adanya prasyarat yang terpenuhi untuk pengambilalihan kasus. “Kami memang sangat memungkinkan untuk mengambil alih perkara ini. Namun, kalau semua berjalan baik dan profesional, kita belum akan melakukan itu,” kata dia.

Pengambilalihan kasus mengacu Pasal 10 A Ayat (2) UU KPK 19/2019. Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) sebelumnya menilai, KPK sudah memenuhi syarat untuk mengambil alih perkara ini. Langkah tersebut justru dinilai penting dan mendesak dilakukan untuk memastikan proses hukum berjalan tanpa ada konflik kepentingan.

Peneliti Pukat UGM Zaenur Rohman mengatakan, sebuah perkara dapat diambil alih KPK bila memenuhi beberapa kriteria. Salah satunya, yakni dugaan keterlibatan penegak hukum yang berpotensi menyebabkan konflik kepentingan jika kasus ini tetap berada di kepolisian atau kejaksaan.

JAM Pidsus Ali Mukartono mengatakan, gelar perkara bersama KPK, Bareskrim, dan Komjak serta Kemenko Polhukam untuk menjawab kekhawatiran publik. Terkait pengambilalihan kasus oleh KPK, Kejakgung tak punya pilihan. Menurut Ali, opsi tersebut dapat dilakukan.

Akan tetapi, Ali mengatakan, proses penyidikan saat ini belum menunjukkan adanya pengambilalihan perkara. “Kita jalankan dulu penyidikan ini dan kita tunggu perkembangannya. Namun, saya katakan, dari sisi undang-undang (pengambilalihan) memungkinkan,” ujar dia.

Pengembangan kasus

Dalam kasus ini, Djoko diduga memberi uang kepada Pinangki senilai 500 ribu dolar Amerika atau setara Rp 7,5 miliar untuk pengurusan fatwa bebas dari Mahkamah Agung (MA). Djoko butuh fatwa MA agar Kejakgung tak dapat mengeksekusi putusan MA 2009. Sebelas tahun lalu, MA memvonis Djoko dua tahun penjara dan dinyatakan bersalah atas kasus korupsi hak tagih utang Bank Bali 1999.

Ali Mukartono menerangkan, meskipun penyidiknya meyakini objek suap dan gratifikasi terkait upaya penerbitan fatwa bebas dari MA, belum ada proses maju untuk memeriksa pejabat maupun hakim di kamar tertinggi yudikatif tersebut. “Karena tidak ada keharusan semacam itu untuk pembuktiannya,” ujar Ali. 

Akan tetapi, Ali menyatakan, penyidiknya masih mengembangkan penyidikan terkait dugaan ada atau tidaknya keterlibatan hakim ataupun pejabat MA dalam kasus tersebut. “Bisa iya (ada), bisa tidak. Kita tunggu perkembangannya, tetapi sampai sekarang penyidikan belum ke arah sana,” ujar Ali. 

Dia menambahkan, dalam gelar perkara bersama Bareskrim Polri, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sempat pula dibahas dugaan keterlibatan dan peran para petinggi Kejakgung, yakni mantan Jaksa Agung Muda Intelijen (JAM Intel) Jan Maringka, bahkan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin.

“Ada itu (Maringka dan Burhanuddin) dibahas. Keluar entah dari BAP atau apa. Namun, materinya tidak perlu saya sampaikan. Nanti dalam pengadilan akan muncul itu,” kata Ali. 

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Nasir Djamil berharap, pemeriksaan jaksa Pinangki bukan hanya sekadar basa-basi dan tidak menyasar kepada hal yang substansial. Sebab, sepak terjang dan keberanian Pinangki menemui Djoko dan berpergian ke luar negeri puluhan kali.

“Tentu dibeking oleh kekuatan uang dan kekuasaan. Baik kekuasaan di internal kejaksaan maupun yang ada di luarnya," ujar Nasir kepada Republika.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat