Kabar Utama
Menpan Batasi ASN Kerja di Kantor
Pertimbangan jumlah pegawai berdasarkan data zonasi risiko dari Satuan Tugas Penanganan Covid-19.
JAKARTA -- Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) kembali mengatur sistem kerja aparatur sipil negara (ASN). Perubahan ini untuk mengurangi risiko penularan Covid-19 di lingkungan kantor instansi pemerintah dalam tatanan normal baru.
Sistem kerja yang baru mengatur kehadiran jumlah pegawai ke kantor berdasarkan kategori zonasi risiko kabupaten/kota. Peraturan ini tertuang dalam Surat Edaran Menteri PAN-RB No 67/2020 tentang Perubahan Atas Surat Edaran Menteri PAN-RB Nomor 58/2020 Tentang Sistem Kerja Pegawai ASN dalam Tatanan Normal Baru.
Dalam surat edaran sebelumnya, Kemenpan-RB tidak menetapkan jumlah ASN yang boleh bekerja di kantor. Instansi pemerintahan hanya diminta melakukan penyesuaian sistem kerja melalui fleksibilitas dalam pengaturan lokasi bekerja, yakni pelaksanaan tugas kedinasan di kantor (work from office/WFO) atau pelaksanaan tugas kedinasan di rumah (work from home/WFH).
"Perubahan surat edaran ini dilakukan dengan memperhatikan status penyebaran Covid-19 di Indonesia," kata Menpan Tjahjo Kumolo dalam keterangannya, Senin (7/9).
Pertimbangan jumlah pegawai berdasarkan data zonasi risiko dari Satuan Tugas Penanganan Covid-19. Adapun wilayah berdasarkan risiko penyebaran Covid-19 terbagi menjadi empat, yakni tidak terdampak, rendah, sedang, dan tinggi. Bagi instansi pemerintah yang berada di daerah berisiko tinggi atau zona merah, jumlah pegawai yang WFO paling banyak 25 persen. Sisanya sebanyak 75 persen harus bekerja dari rumah.
Sementara, bagi instansi pemerintah yang berada pada zona kabupaten/kota berkategori tidak terdampak/tidak ada kasus, pejabat pembina kepegawaian (PPK) dapat mengatur jumlah pegawai yang melaksanakan tugas kedinasan di kantor paling banyak 100 persen. Kemudian, bagi wilayah berkategori risiko rendah, jumlah ASN yang melaksanakan WFO paling banyak 75 persen. Adapun bagi instansi pemerintah pada wilayah berkategori risiko sedang, jumlah ASN yang melakukan WFO paling banyak 50 persen.
Tjahjo mengatakan, pengaturan sistem kerja baru bagi ASN ini akan dilakukan oleh PPK. PPK akan memperhatikan jumlah pegawai yang melaksanakan tugas kedinasan di kantor (WFO/work from office) maupun bekerja dari rumah atau tempat tinggal masing-masing (WFH).
Hingga saat ini, banyak daerah lain di luar Provinsi DKI Jakarta yang termasuk dalam wilayah berisiko tinggi. Terkait hal ini, Tjahjo berharap SE Menteri PANRB yang baru ini benar-benar diterapkan di setiap instansi pemerintah di pusat dan daerah sebagai upaya untuk menekan penyebaran Covid-19.
Tjahjo juga mengingatkan seluruh ASN agar dapat menjadi pelopor dan teladan dalam penerapan tatanan normal baru dengan tetap disiplin menjalankan protokol kesehatan. Namun, pekerjaan tetap diselesaikan dengan optimal, aman, serta produktif dalam menjalankan pemerintahan dan memberikan pelayanan publik.
"ASN harus menjadi contoh di lingkungannya masing-masing dengan selalu mematuhi protokol kesehatan, menggunakan masker, rutin cuci tangan, dan menjaga jarak," kata dia.
Ketua Umum Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) Abdullah Azwar Anas menanggapi perubahan peraturan masuk ASN dalam tatanan normal baru. Menurut Azwar, bekerja dari manapun sebenarnya tidak masalah asalkan hasilnya tidak mengalami penurunan.
"Intinya kami mendukung peraturan tersebut karena memang kondisi dalam pandemi Covid-19," kata Azwar saat dihubungi Republika, Senin (7/9).
Bupati Banyuwangi tersebut mengatakan, saat ini semua pemerintah kabupaten menggunakan sistem kerja yang terdigitalisasi. Hal ini tentunya membantu pekerjaan ASN walaupun tidak bekerja di kantor. Kendati demikian, ia menilai peraturan baru dari Kemenpan-RB ini akan diterapkan sesuai dengan kondisi daerah masing-masing. "Tentu saja penerapannya sesuai kearifan lokal dan kebutuhan masing-masing daerah," kata dia lagi.
Terpapar
Pengaturan jam kerja ASN diperlukan karena kantor pemerintahan juga tak luput dari ancaman Covid-19. Tak sedikit kantor pemerintah daerah yang pegawainya terpapar Covid-19.
Di lingkungan kantor Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung, misalnya, ada sebanyak 117 pegawai berstatus ASN dan non-ASN terkonfirmasi positif Covid-19 seusai dilakukan uji usap. Para pegawai yang dinyatakan telah positif Covid-19 berstatus orang tanpa gejala (OTG).
"Yang terkonfirmasi positif 117 itu gak hanya ASN, tapi juga pegawai lainnya di lingkungan Pemkot Bandung," kata Koordinator Bidang Perencanaan Data, Kajian dan Analisis Gugus Tugas Covid-19 Kota Bandung, Ahyani Raksanagara, Senin (7/9).
Ia mengatakan, pemeriksaan secara masif kepada pegawai dimulai sejak 27 Agustus dengan tujuan mencari kasus aktif agar segera diisolasi dan tidak menyebar. Menurut dia, hasil 117 pegawai yang positif Covid-19 didapat dari uji usap yang dilakukan terhadap kurang lebih 1.900 pegawai.
"Pemeriksaan direncanakan ke 30 kecamatan dan 32 SKPD. Pimpinan memilih 50 orang yang mobilitas banyak, bertemu orang banyak, dan kontak dengan orang," katanya.
Di daerah lainnya, kantor bupati sekaligus kantor sekretariat daerah (Setda) Kabupaten Cirebon terpaksa ditutup sementara selama tiga hari mulai Senin (7/9). Hal itu menyusul adanya lima pegawai yang terkonfirmasi positif Covid-19.
Kepala Dinas Kesehatan Enny Suhaeni menjelaskan, terungkapnya kasus itu bermula dari kegiatan pelacakan pasien terkonfirmasi sebelumnya. //Tracing// ditindaklanjuti dengan pemeriksaan uji usap terhadap beberapa pegawai di lingkungan setda.
"Hasilnya ada lima yang positif, dari bagian jukum. Jadi, sementara di Setda tidak ada pelayanan untuk dilakukan disinfektan selama tiga hari berturut-turut," ujar Enny.
Enny mengatakan, kelima pegawai yang terkonfirmasi positif itu hanya menjalani isolasi mandiri. Pasalnya, mereka tidak mengalami gejala apa pun. Ia memastikan, seluruh pegawai di lingkungan Setda Kabupaten Cirebon menjalani tes usap pada hari ini.
Kasus positif Covid-19 di Kabupaten Cirebon terus mengalami lonjakan. Hingga Senin (7/9), jumlah total kasus terkonfirmasi positif telah mencapai 360 kasus. Jumlah tersebut mengalami peningkatan sebanyak 28 kasus dibandingkan sehari sebelumnya.
Dari total 360 kasus itu, pasien yang masih menjalani perawatan di rumah sakit atau menjalani isolasi mandiri mencapai 213 orang, pasien sembuh 130 orang, dan meninggal dunia sebanyak 17 orang.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.