Fikih Muslimah
Membiarkan Suami Korupsi, Bagaimana Hukumnya?
Perilaku korupsi harus dicegah sedari keluarga, termasuk lewat peran istri.
Dalam hukum kenegaraan, tindakan korupsi dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa. Islam juga mengatur pelarangan korupsi. Setiap Muslim hanya diperbolehkan mengonsumsi menu yang halal baik dari zatnya maupun proses pencariannya. Menu tersebut yang boleh masuk ke dalam tubuh dan jiwa setiap Muslim.
Tidak heran jika Islam mengharamkan korupsi. Perjuangan melawan korupsi merupakan perjuangan yang sejalan dengan spirit keagamaan (ruhul jihad).
Dalam situasi saat ini, perjuangan melawan korupsi diibaratkan sebagai perjuangan di jalan Allah atau jihad fi sabilillah. Lantas bagaimana jika seorang istri membiarkan suaminya melakukan korupsi dengan diam, atau bahkan mendukung dari 'balik layar'?
Perjuangan melawan korupsi sejatinya meliputi upaya pencegahan. Dalam kaidah ushul fikih, perjuangan dalam upaya pencegahan ini dikenal dengan istilah dar'ul mafasid wa jalbul mashalih, mencegah kerusakan. Yakni, upaya mencegah terjadinya kerusakan dapat dilakukan dengan melakukan penindakan dan menghukum koruptor.
Wakil Sekretaris Bidang Qanuniyah Lembaga Bahsul Masail Nadhlatul Ulama (LBMNU) KH Mahbub Maafi menjelaskan, hukum istri yang membiarkan suaminya melakukan korupsi adalah haram. Sebab tindakan itu tergolong dari i'anatu ala maksiati (membantu terhadap kemaksiatan). "Jelas haram (membantu dan mendukung suami untuk melakukan korupsi)," kata KH Mahbub saat dihubungi Republika, beberapa waktu lalu.
Apabila seorang istri hanya diam jika melihat suaminya melakukan tindakan korupsi, hal itu juga dikategorikan haram. Sebab dalam prinsip Islam, mencegah kebatilan haruslah dilakukan. Jika diamnya istri karena takut kepada suami, sejatinya ia menanggalkan ketakutannya kepada Allah SWT.
Menurut dia, Allah SWT melarang umatnya untuk berlaku batil ataupun berse kongkol dalam hal kebatilan secara berja maah, baik dengan terang-terangan ataupun diam.
Allah SWT berfirman dalam Alquran Surah Al-Ma'idah penggalan ayat 2, artinya: "Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan, dan janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran."
Untuk itu, Kiai Mahbub mengimbau kepada para istri untuk tidak perlu takut menegur suaminya berlaku korup. Di sisi lain, pihaknya juga menilai, hampir mustahil bagi kaum istri pada zaman seperti ini untuk tidak mengetahui gerak-gerik suaminya dalam melakukan aktivitas.
Apabila sang suami hendak melakukan tindakan korup, dia menilai dapat dipastikan istri akan mengetahui hal itu. Untuk itu, dia menyebutkan, harta yang dinikmati istri dari hasil korupsi suaminya pun dikategorikan haram.
"Apalagi, kalau sampai istrinya juga menikmati (hasil korupsi), itu haram. Dia (istri) tidak melakukan korupsi, tapi ikut menikmati, dan tahu, maka haram dan batil itu semua," ujar dia.
Dalam buku Jihad Nahdlatul Ulama Melawan Korupsi karya para peneliti Lakpesdam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dijelaskan, apabila niat seseorang untuk melakukan tindak pidana korupsi tapi belum disertai dengan pemufakatan, tindakan, atau lobi-lobi pendahuluan, yang bersangkutan tidak dapat dituntut dan dijatuhi sanksi pidana. Namun, seseorang baru bisa dituntut hukuman pada saat tindak pidananya telah nyata dilakukan.
Untuk itu, apabila seorang istri mendukung suaminya melakukan tindak pidana korupsi dan terlibat atau bersekongkol dalam pelaksanaannya, ia juga bisa dihukum pidana selain tentu akan mendapatkan dosa yang besar di sisi Allah SWT.
Menurut dia, korupsi merupakan permasalahan akut setiap bangsa. Di Indonesia, perilaku korupsi kian nyata. Tak sedikit lingkaran keluarga ikut serta di dalamnya. Dia pun mengimbau agar perilaku korupsi harus dicegah sedari keluarga, termasuk lewat peran istri. Wallahu a'lam.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.