Nasional
Kekeringan Mulai Mengancam
Sebanyak 360 kepala keluarga di Cileunyi kekurangan air bersih akibat kekeringan.
BANDUNG – Kekeringan mengancam sejumlah daerah di Tanah Air seiring musim kemarau panjang tahun ini. Ancaman ini perlu diwaspadai dan menjadi perhatian semua pihak untuk mengantisipasi dampak kekeringan yang diperkirakan masih akan terjadi hingga Oktober mendatang.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Barat (Jabar) mencatat saat ini ada 3.612 kepala keluarga di lima kecamatan di Kabupaten Bogor mengalami kekurangan air bersih. BPBD Jabar telah mengirimkan bantuan sebanyak 106 ribu liter air bersih untuk membantu masyarakat terdampak.
Kemudian, tercatat sebanyak 360 kepala keluarga di Cileunyi, Kabupaten Bandung juga kekurangan air bersih akibat kekeringan. “Sudah terkirim 6. 000 liter air bersih,” ujar Kepala Harian BPBD Jabar Dani Ramdan, kepada wartawan di Bandung, Selasa (1/9).
Dani mengatakan, berdasarkan surat peringatan yang disampaikan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Agustus hingga Oktober 2020 mulai memasuki musim kering atau kemarau. Sejauh ini, kata Dani, pihaknya sudah mulai menerima sejumlah laporan kekeringan dari daerah seperti di Bogor Barat.
Mitigasi yang dilakukan BPBD Jabar, kata dia, antara lain mengirimkan tangki air bersih ke wilayah terdampak. BPBD Jabar sudah rutin menyiagakan keberadaan tangki air ini untuk memenuhi kebutuhan air bersih. “Tangki-tangki kita sudah tersebar di kabupaten/kota,” katanya.
Tiga desa di Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, dilaporkan menghadapi krisis air bersih. Menurut Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Purbalingga, Muchamad Umar Fauzi, BPBD telah menerima permohonan bantuan air bersih dari Desa Karanganyar dan Kaliori di Kecamatan Karanganyar serta Desa Kedungbendadi Kecamatan Kemangkon.
Kepala Seksi Kedaruratan dan Logistik BPBD Purbalingga Muksoni mengatakan, berdasarkan data tahun 2019, ada 104 desa di 15 dari 18 kecamatan di Purbalingga yang rawan mengalami kekeringan selama musim kemarau. Di Purbalingga, hanya Kecamatan Purbalingga, Kalimanah, dan Padamarayang belum pernah kekeringan.
Kendati demikian, BPBD tetap menyiapkan 1.355 tangki air bersih untuk warga yang kesulitan memperoleh air bersih selama musim kemarau. “Jika terjadi kekurangan, kami tetap melibatkan stakeholder (pemangku kepentingan) yang lain untuk turut serta memberikan bantuan air bersih bagi warga yang membutuhkan,” ujar dia.
Sementara Dinas Pertanian Kabupaten Karawang, Jabar, mengimbau agar para petani bisa lebih efisien menggunakan air saat musim kemarau. “Petani diharapkan menggunakan air seefisien mungkin sesuai dengan kebutuhan tanaman,” kata Kepala Dinas Pertanian Karawang Hanafi.
Menurut dia, penggunaan air untuk pertanian harus benar-benar efisien agar tidak terjadi kekurangan air pada musim kemarau seperti saat ini. Dikatakannya, para petani juga perlu bergotong-royong untuk memperbaiki saluran irigasi tertier. Tujuannya ialah agar air di saluran irigasi tertier tidak banyak terbuang.
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengingatkan semua pihak untuk mewaspadai potensi kekeringan meteorologis di beberapa wilayah di Indonesia. Hingga saat ini, 85 persen wilayah di Indonesia masih mengalami musim kemarau.
“Berdasarkan hari tanpa hujan (HTH) di wilayah yang merah itu berdasarkan data, kita bisa membuat peringatan dini kekeringan meteorologis,” kata Kepala Bidang Prediksi dan Peringatan Dini Cuaca BMKG Miming Saepudin.
Dia mengatakan, wilayah-wilayah yang tercatat berpotensi mengalami kekeringan meteorologis akibat hari tanpa hujan yang cukup panjang antara lain adalah Jawa Timur, Madura dan sebagian Bali. Kemudian, wilayah lain yang masih perlu diwaspadai terkait potensi kemarau tersebut adalah sebagian besar wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT).
“Jadi ini kalau kita melihat dari data sebelumnya terkait hari tanpa hujan yang masih cukup panjang,” ujar dia.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sejauh ini telah menyiagakan 28 helikopter untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan (karhutla) pada musim kemarau tahun ini. Semua helikopter itu disebar di lima provinsi paling rawan Karhutla untuk memadamkan titik api dengan metode water bombing.
Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Raditya Jati, mengatakan, sebanyak tiga helikopter disiagakan di Provinsi Jambi, 11 di Sumatra Selatan, dan delapan di Riau. Lalu satu helikopter di Kalimantan Barat dan lima di Kalimantan Tengah. “Komposisi ini dapat digerakkan ke wilayah yang lain dengan tingkat keparahan yang berbeda,” kata Radit ketika dikonfirmasi Republika.
BNPB, kata Radit, juga telah mengerahkan 6.000 personel di enam provinsi. Provinsinya sama dengan yang mendapat penyiagaan helikopter, hanya saja ditambah Provinsi Kalimantan Selatan. Setiap provinsi mendapatkan dukungan 1.000 personel gabungan (unsur TNI, Polri, Manggala Agni, dan masyarakat).
Ia menambahkan, keenam provinsi itu dikerahkan personel gabungan lantaran sudah ditetapkan berstatus siaga darurat. Riau (siaga darurat hingga 31 Oktober 2020), Sumatra Selatan (31 Oktober 2020), Jambi (26 September 2020), Kalimantan Barat (30 November 2020), Kalimantan Tengah (28 September 2020) dan Kalimantan Selatan (30 November 2020).
Pangan
Sementara, Wakil Presiden Ma'ruf Amin menyoroti ketahanan pangan nasional setelah terjadi pandemi Covid-19 dan kekeringan yang menjelang. KH Ma'ruf mengatakan, sebagaimana peringatan Badan Pangan dan Pertanian Dunia atau FAO, salah satu dampak pandemi Covid-19 yang perlu menjadi perhatian adalah terjadinya kelangkaan dan krisis pangan dunia.
"Produksi beras kita diperkirakan akan lebih kecil dibandingkan dengan produksi beras pada tahun 2018 dan 2019, walaupun masih akan menyisakan sedikit surplus pada akhir tahun 2020," ujar KH Ma'ruf saat membuka Simposium Nasional Kesehatan, Ketahanan Pangan dan kemiskinan dalam rangka memperingati Dies Natalis ke-64 Universitas Hasanuddin, Selasa (1/9).
Ia mengatakan, ini terjadi karena berubahnya fungsi lahan sawah yang berdampak luas mula ancaman terhadap ketahanan pangan, kemiskinan petani dan kerusakan ekologi di pedesaan. Ia memaparkan, data Kementerian ATR/BPN mengenai luas lahan baku sawah yang menurun dari 7,75 juta hektar pada tahun 2013 menjadi 7,46 juta hektar pada tahun 2019.
Begitu juga, luas panen menurut perhitungan BPS, menurun dari 11,38 juta hektar menjadi 10,68 juta hektar pada tahun 2019. Jumlah ini, diperkirakan akan menurun lagi menjadi 10,48 juta hektar pada tahun 2020 dengan rata-rata sawah hanya ditanami sebanyak 1,4 kali.
"Menurut perkiraan BMKG, tahun ini terjadi musim kemarau yang lebih kering mulai Juni 2020 dimana terdapat 30 persen wilayah pertanian yang akan mengalami kemarau lebih kering," ungkapnya.
Karena itu, hal ini menjadi perhatian khusus Pemerintah agar kebutuhan beras tercukupi hingga awal tahun 2021, yang belum memasuki musim panen. Pemerintah melakukan berbagai upaya dengan intensifikasi, diversifikasi, penguatan Cadangan Beras Pemeritah Daerah (CBPD), serta membangun Lumbung Pangan Masyarakat (LPM).
Ia menjelaskan, intensifikasi pertanian dilakukan dengan cara mengoptimalkan lahan pertanian yang telah ada, melalui program Panca Usaha Tani, yang kemudian dilanjutkan dengan program Sapta Usaha Tani.
Sedangkan, Panca Usaha Tani kata Ma'ruf pmeliputi pemilihan bibit unggul, pengolahan tanah yang baik, pemupukan yang tepat, pengendalian hama dan penyakit tanaman, dan pengairan atau irigasi yang baik. Sementara, Sapta Usaha Tani meliputi Pengolahan tanah yang baik, mekanisasi dan pengairan yang teratur, pemilihan bibit unggul, pemupukan, pemberantasan hama dan penyakit tanaman, pengolahan pasca panen dan pemasaran.
Sedangkan, untuk mengurangi ketergantungan konsumsi beras, Ma'ruf mendorong adanya kampanye diversifikasi atau penganekaragaman pangan. Ma'ruf mengatakan, pemenuhan pangan tidak selalu beras, namun masih banyak komoditas lain di setiap daerah.
"Indonesia merupakan negara tropis dengan kekayaan biodiversitas agraris. Saat ini terdapat sekitar 100 jenis pangan sumber karbohidrat, 100 jenis kacang-kacangan, 250 jenis sayuran, dan 450 jenis buah-buahan yang tersebar di tanah air," ungkapnya.
Selain itu, pemerintah juga telah menetapkan kebijakan penambahan luas lahan sawah, melalui pengembangan pangan skala luas (food estate). Kebijakan ini, kata Ma'ruf, bagian langkah menciptakan ketahanan pangan untuk jangka menengah dan panjang.
Ia pun berharap kalangan akademis ikut berpartisipasi aktif dengan melakukan pengawalan agar berjalan sesuai harapan. Di sisi lain, Ma'ruf memastikan Pemerintah secara konsisten akan menjaga kebijakan pencegahan alih fungsi lahan pertanian khususnya pangan. "Dengan berbagai langkah tersebut diharapkan kita dapat menjaga pertumbuhan positif di sektor pertanian secara berkelanjutan," ungkapnya.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.