Jawa Barat
Wilayah Jabar Mulai Kekeringan
Ratusan hektare sawah di wilayah Jabar terancam gagal panen karena kekeringan.
TASIKMALAYA -- Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jawa Barat (Jabar) mencatat bencana kekeringan mulai terjadi di sejumlah wilayahnya. Beberapa wilayah yang mulai kekeringan adalah Bogor, Indramayu, dan Cirebon.
Kepala Pelaksana BPBD Provinsi Jabar Deni Ramdan mengatakan, berdasarkan laporan yang diterimanya, di beberapa daerah sudah ada desa atau kecamatan yang kekeringan. Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar juga telah menetapkan status siaga darurat bencana kekeringan dan kebakaran hutan per 2 Agustus lalu.
"Dengan adanya status itu, kita artinya sudah menyiapkan alokasi anggaran. Ketika ada lokasi yang mulai terdampak, kita bisa segera bergerak," kata dia di Kota Tasikmalaya, Jumat (28/8).
Deni mengatakan, berdasarkan laporan yang masuk ke BPBD Provinsi Jabar, sudah ada lima desa di Bogor yang mengalami kekeringan. Tak hanya itu, beberapa desa di Cirebon dan Indramayu juga telah terdampak kekeringan.
Mengenai kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla), ia menyebut sudah ada laporan kasus terjadi di Gunung Ciremai. Namun, karhutla yang terjadi masih dalam skala kecil dan dapat cepat ditangani petugas setempat.
Menurut Deni, di wilayah yang sudah terdampak kekeringan itu sudah disiagakan tangki air untuk melakukan pendistribusian. Sementara itu, untuk wilayah yang berpotensi karhutla, BPBD sudah melakukan rapat koordinasi dengan instansi terkait dan melakukan geladi.
"Untuk kekeringan itu biasanya di wilayah pantura, seperti Indramayu, Karawang, Cirebon. Kalau selatan, ada sedikit di Bogor dan Tasik, tapi intensitasnya tidak seluas di utara," kata dia.
Menurut Dani, penanganan bencana kekeringan sebenarnya harus dilakukan secara mendasar, yaitu dengan melakukan perbaikan lingkungan. Namun, BPBD juga berupaya dengan membuat lumbung atau tangki penampung air. Selain itu, pihaknya juga melakukan pipanisasi.
"Kita bekerja sama dengan dinas terkait, kalau desa itu masih ada sumber air tapi jaraknya jauh, kita buatkan pipa untuk menyalurkan. Itu sudah dilakukan di Indramayu dan Cirebon pada tahun sebelumnya. Harapannya, kekeringan tahun ini tak terlalu parah," kata dia.
Musim kemarau panjang di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, yang diprediksi sampai September 2020, telah memicu 14 desa di Kecamatan Jasinga kekurangan air bersih. Camat Jasinga Hidayat Saputradinata mengatakan, pihaknya telah mengajukan suplai ketersediaan air bersih kepada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bogor untuk 14 desa di Jasinga.
“Kebutuhan air bersih saja yang kita tangani buka kekeringan itu. Saat ini, kita sedang mobilisasi, sedang kerja sama dengan BPBD untuk suplai air bersih. Yang jelas sebelumnya kita ngajuin 11 desa sekarang jadi 14,” ucapnya kepada Republika, Kamis (27/8).
Hidayat memaparkan, ke-14 desa tersebut, meliputi Desa Sipak, Cikopomayak, Barengkok, Bagoang, Wirajaya, Koleang, dan Jasinga. Kemudian, Tegalwangi, Curug, Kalongsawah, Neglasari, Pamagersari, Pangaur dan Setu. Hidayat mengatakan, krisis air bersih juga terjadi akibat curah hujan yang minim.
Pihaknya pun mengusahakan agar 14 desa tersebut tidak mengalami krisis air dengan mendatangkan kiriman dari BPBD, PMI, dan PDAM Tirta Kahuripan secara rutin untuk tiga desa dalam satu hari. “Karena mau musim kemarau dan belum hujan, jadi kita antisipasi aja. Air bersih yang menjadi utama karena masyarakat masih memanfaatkan air sungai untuk kebutuhan yang lainnya,” ucap Hidayat.
Sementara itu, Hidayat menyebut persawahan hingga kini masih aman karena masih dialiri air. “Untuk sawah, air masih ada untuk prediksi gagal panen tidak ada karena air Sungai Cidurian masih mengalir, begitu pun sungai di sekitar Jasinga,” kata Hidayat.
Pada Kamis (20/8), Asisten Perekonomian dan Pembangunan Pemkab Bogor Joko Pitoyo mengatakan, Kecamatan Jasinga merupakan wilayah paling terdampak kekeringan saat kemarau di wilayahnya tahun ini. Terdapat 11 desa yang mengajukan bantuan air bersih karena warga di sana kekurangan.
Sementara, di Kota Tasikmalaya, bencana kekeringan juga telah terjadi di beberapa wilayah. Kepala Pelaksana BPBD Kota Tasikmalaya Ucu Anwar mengatakan, pihaknya sudah mendapatkan laporan kekeringan dari dua wilayah, yaitu Kecamatan Purbaratu dan Tamansari. Namun, kekeringan yang terjadi tak masif, dalam arti masih dapat ditangani oleh masyarakat.
"Kita minggu depan akan segera rakor dengan dinas terkait untuk menetapkan status tanggap darurat kekeringan. Kalau sudah tanggap darurat, distribusi air bersih dapat segera dilakukan," kata dia.
Menurut dia, berdasarkan prakiraan dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), wilayahnya sudah mulai memasuki musim kemarau. Namun, bencana kekeringan yang terjadi di Kota Tasikmalaya saat ini tak separah tahun sebelumnya.
Ucu mengatakan, pada tahun lalu, hampir seluruh wilayah di Kota Tasikmalaya telah mengalami kekeringan sejak Mei. Namun, saat ini, meski intensitas hujan sudah berkurang, ketersediaan air di beberapa wilayah masih terjaga.
Musim kemarau tahun ini juga mulai berdampak pada pertanian di Kabupaten Karawang. Kekeringan air untuk irigasi mulai melanda area persawahan di sejumlah daerah. “Minggu kemarin daerah Majalaya, tempo hari yang mulai kekeringan daerah Pakis,” kata Kepala Bidang Tanaman Pangan Dinas Pertanian Kabupaten Karawang, Edi, Rabu (26/8).
Wakil Ketua Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Karawang Ijam Sujana mengatakan, musim kemarau memang mulai berdampak pada sawah petani. “Banyak daerah hamparan sawahnya sudah kering. Di setiap desa di Kecamatan Tempuran, di wilayah utara tiap kecamatan juga 20 persen lahan susah garap karena air,” kata Ijam.
Ia khawatir, jika tidak segera diantisipasi maka kekeringan tahap awal ini akan berdampak pada produksi hasil pertanian petani. Paling parah bisa mengakibatkan gagal panen. “Yang jadi kehawatiran juga, panen jatuh di musim hujan. Harganya jatuh, itu yang paling merugi. Biaya produksi tinggi, hasil produksi jatuh, harganya itulah yang jadi masalah besar bagi petani,” tuturnya.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.