Nasional
KPK: Limpahkan Kasus Jaksa Pemeras
Enam pejabat pucuk Kejati Inhu diduga memeras kepala sekolah hingga Rp 1,4 miliar.
JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejakgung) telah mencopot jabatan enam pejabat di Kejaksaan Negeri Indragiri Hulu (Inhu), Riau, terkait kasus pemerasan dana bantuan operasional sekolah (BOS) di Inhu. Tiga di antaranya telah ditetapkan sebagai tersangka.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun meminta Kejakgung melimpahkan kasus tersebut kepada pihaknya agar tidak terjadi konflik kepentingan. Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango menilai tidak tepat bila kasus dugaan pemerasan terhadap puluhan kepala SMP itu ditangani Kejakgung sendiri.
"Idealnya dugaan tindak pidana korupsi oleh aparat penegak hukum ditangani KPK. Itu akan lebih fair untuk menumbuhkan rasa kepercayaan publik," kata Nawawi saat dikonfirmasi, Rabu (19/8).
Tiga tersangka dalam kasus itu adalah Kepala Kejaksaan Negeri Inhu Hayin Suhikto, Kasipidsus Kejari Inhu Ostar Alpansiri, dan Kasubsi Barang Rampasan pada Seksi Pengelolaan dan Barang Rampasan Kejari Inhu Rionald Febri Ronaldo. Ketiganya telah ditahan di Rutan Salemba cabang Kejakgung, Jakarta Selatan (Jaksel).
Sedangkan, tiga jaksa yang diduga ikut terlibat adalah Kasi Intelijen Bambang Dwi Saputra, Kasi Perdata dan TUN Berman Brananta, dan Kasi Pengelolaan Barang Bukti/Barang Rampasan Andy Sunartejo.
Nawawi mengatakan, pelimpahan kasus itu telah diatur dalam Pasal 11 UU KPK yang secara jelas menyebut perkara korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum ditangani oleh KPK. Selain itu, kehadiran KPK juga karena salah satunya ketidakpercayaan publik terhadap aparat penegak hukum.
Ia pun berharap agar Kejakgung dapat melimpahkan perkara itu ke KPK. "Menurut saya, akan lebih pas kalau ada kehendak sendiri untuk melimpahkan penanganan perkara semacam itu kepada KPK," ujar Nawawi.
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejakgung Hari Setiyono pada Selasa (18/8) mengatakan, keenam jaksa tersebut diduga terlibat dalam aksi pemerasan dan penerimaan terkait dana BOS 2019 di Indragiri Hulu. Kasus ini mencuat setelah 64 Kepala SMP se-Indragiri Hulu mengundurkan diri karena diperas oleh para jaksa.
Hari menerangkan, nominal pemerasan yang dilakukan para jaksa itu dari Rp 10 juta sampai Rp 65 juta. Dari hasil penyidikan sementara, total pemerasan dan penerimaan antara Rp 650 juta dan mencapai Rp 1,4 miliar.
“Dari laporan hasil pemeriksaan (LHP) yang dilakukan Jamwas (Jaksa Agung Muda Pengawasan) menyimpulkan bahwa terhadap enam pejabat jaksa tadi dinyatakan terbukti melakukan perbuatan tercela,” ungkap Hari.
Hari menerangkan, tak menutup kemungkinan pengembangan penyidikan di Jampidsus bakal menetapkan tersangka tambahan jika alat bukti tercukupi. “Karena ini dalam proses penyidikan, tentunya pengembangan dan pendalaman akan dilakukan tim penyidikan di Pidsus,” kata Hari.
Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri mengungkapkan, KPK sempat menyelidiki kasus tersebut dan berkoordinasi dengan Kejakgung. Bahkan, KPK sempat meminta keterangan puluhan kepala SMP yang menjadi korban pemerasan. KPK berharap Kejakgung objektif dan profesional dalam mengusut tuntas kasus tersebut.
"KPK berharap penyelesaian perkara yang melibatkan oknum di internal lembaga tersebut dilakukan secara objektif dan profesional," kata dalam pesan singkatnya, Rabu (19/8).
Pada Kamis (13/8), Deputi Penindakan KPK, Karyoto, juga mengaku tengah menyelidiki dugaan pemerasan oleh oknum jaksa terhadap 63 kepala SMP. Saat itu, dia menyebut KPK masih terus mencari alat bukti. "Sementara prosesnya masih tahap penyelidikan, masih mencari dan juga alat bukti. Kejaksaan juga sedang sama melaksanakan penyelidikan," ujar Karyoto.
Jangan curiga
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Ali Mukartono meminta KPK tak perlu khawatir atau curiga terkait penyidikan kasus pemerasan tersebut. Ia menegaskan, meski objek penyidikan adalah oknum jaksa, proses penegakan hukum di “Gedung Bundar” tak akan pandang bulu. “Sekarang ini kan mekanisme sudah jalan. Yang tidak objektif yang mana?” kata Ali, Kamis (20/8).
Ali mengatakan, Kejakgung menerima semua kritikan dan bentuk pengawasan dalam setiap penanganan kasus yang menyeret personel kejaksaan ke ruang penyidikan di Gedung Bundar, termasuk kritikan dan saran dari KPK. Menurut Ali, tak tepat jika institusi penegak hukum lain, seperti KPK, merasa curiga atas penyidikan yang sudah dilakukan di Kejakgung.
“Itu kan tiga tersangkanya (tiga jaksa) sudah ditahan juga. Kan begitu,” ujar Ali menambahkan. Ali menyamakan persoalan serupa saat Kejakgung mengambil alih penyidikan korupsi dari KPK pada 2019 yang melibatkan dua personel jaksa di Kejati DKI Jakarta. “Dulu itu kita yang tangani sendiri juga kok,” kata Ali.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.