Inovasi
Bijaksana dalam Meninggalkan Jejak Digital
Jejak digital bisa ditinggalkan melalui berbagai hal.
Dengan kecanggihan teknologi yang kian berkembang, seseorang bisa melakukan berbagai hal baru. Misalnya, mencari informasi dari berbagai belahan dunia, berkomunikasi dengan siapa pun, berkolaborasi tanpa batas, hingga mengekspresikan pandangan maupun mengkritik berbagai pihak.
Sayangnya, banyak yang tidak paham bahwa setiap kali kita masuk ke internet, sebenarnya kita sedang meninggalkan jejak digital yang abadi. Direktur Tata Kelola Aplikasi Informatika, Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia Mariam F Barata mengungkapkan, pengguna internet di Indonesia sudah mencapai sekitar 64,8 persen dan tiga perempatnya adalah generasi milenial.
Kaum milenial, kini lebih banyak menggunakan internet di gawainya dalam berbagai kegiatan sehari-hari. Jejak digital pun bisa ditinggalkan melalui berbagai hal.
Mulai dari, unggahan di media sosial, pencarian di mesin pencari Google, aplikasi yang diunduh, pemutar musik daring, gim daring yang dimainkan, tontonan di YouTube, pembelian di marketplace, jalur ojek daring, situs yang dikunjungi, dan data pribadi yang dipublikasikan. “Semua data pribadi kita dimintakan oleh aplikasi yang ada saat ini. Memang ada yang meminta hanya terkait dengan nama, tapi ada juga yang lebih dari nama,” ujar Mariam dalam acara Webinar Digital Governace: Jejak Digital Dalam Dunia Maya, Senin (10/8).
Menurutnya, banyak anak muda yang telah mulai menyadari dampak positif dan negatif internet bagi dirinya. Tetapi, mereka belum menyadari pentingnya data pribadi.
Ia menyebutkan ada 93 persen data digital yang beredar di internet. “Pengguna internet mengakui mereka lebih banyak berbagi data sesuai dengan situs ataupun sesuai dengan aplikasi yang digunakan. Bahkan satu di antara 10 orang itu lupa, dia men-share yang namanya pin, password. Ini yang kadang tidak diperhatikan oleh kita atau lebih banyak kaum milenial,” katanya.
Regulasi perlindungan data pribadi di Indonesia sebenarnya sudah diatur di beberapa peraturan. Tetapi diatur secara sendiri-sendiri per sektor, seperti sektor kesehatan, keuangan, hak asasi manusia, telekomunikasi dan lain-lainnya. “Oleh karena itu kita ingin mempunyai satu peraturan perundang-undangan yang melingkupi untuk semua sektor, Meskipun Kominfo sepertinya pernah juga mempunyai peraturan terkait perlindungan data pribadi dalam sistem elektronik,” ujarnya.
Peraturan yang dimaksud adalah perlindungan data pribadi dalam UU ITE pasal 26 ayat 1 dan ayat 2, PP No 71/2019 (PSTE) dan PM Kominfo No 20/2016. Ia menyebutkan Indonesia perlu peraturan yang lebih tinggi lagi untuk mengatur data pribadi, tepatnya yang setara dengan undang-undang. “Oleh karena itu kita menyusun rancangan undang-undang perlindungan data pribadi,” kata Mariam.
Di dalam undang-undang perlindungan data pribadi ini ada tiga pihak yang diatur, yaitu tentang pemilik data pribadi, pengumpul data pribadi yang disebut pengendali data pribadi dan pemrosesan data pribadi.
Ia menjelaskan, undang-undang ini akan mengatur juga hak dari pemilik data pribadi. Ada pula ketentuan tentang bagaimana proses perlindungan data pribadi dan syarat-syarat pemrosesan.
Kewajiban dari pengendali data pribadi adalah merahasiakan data pribadi tersebut. Artinya pemroses data pribadi, harus meminta izin jika ingin melakukan proses terhadap data pribadi seseorang.
Jadi, Mariam menjelaskan, kelak dengan adanya undang-undang perlindungan data pribadi, Kominfo RI mengharapkan pemilik data lebih sadar untuk melindungi data pribadinya. Karena, sudah ada aturan bagi pengendali data dalam memproses data pribadi seseorang sehingga bila mereka memproses di luar kesepakatan maka akan dikenakan sanksi.
Selalu Hati-hati
Dalam melakukan berbagai aktivitas di dunia maya, kreator konten Fathia Izzati mengingatkan, agar kita selalu berhati-hati. Karena, ada berbagai hal yang perlu kita perhatikan, agar kita senantiasa aman dan nyaman ketika berinteraksi di dunia maya.
Menurutnya, setiap orang perlu mempertimbangkan sebelum mengunggah konten, membalas (reply), like ataupun mencuit ulang suatu konten (retweet)
Karena ini akan berdampak bagaimana orang memandang diri kita. “Kalau misalnya saya like tweet Atta Halilintar, mungkin orang melihat oh mungkin Kak Thia ternyata teman sama Atta atau mungkin setuju sama perkataan Atta. Mau enggak kita dilihat orang lain seperti itu,” kata Fathia.
Kedua, seberapa baik orang-orang ketika melihat unggahan kita. Ia mengungkapkan, terkadang seseorang merasa aman ketika menggunggah sesuatu untuk teman dekat saja. Namun, bagi Fathia, realitanya tidak seaman yang dikira.
Sebab banyak sekali kasus di mana unggahan untuk teman dekat, justru diunggah kembali oleh orang yang dikira masuk dalam lingkaran teman dekat. “Kalau di Instagram bisa lihat Insight dan kelihatan berapa orang yang save postingan itu, berapa orang yang share postingan itu dan kadang aku suka kaget, misalnya like sama commentnya dikit tapi yang share banyak banget,” ujarnya.
Dari situ, Fathia menarik kesimpulan, orang yang mungkin engage dengan unggahan itu sedikit. “Tapi, dibalik pengetahuan kita dia lagi ngomongin kita. Harus hati-hati dengan itu,” ujarnya.
Kemudian, selalu perlakukan orang lain dengan baik di dunia maya. Contohnya, bila tidak ingin mendapat ujaran kebencian, cyber bullying dan lain sebagainya, sebaiknya kita juga tidak melakukan itu pada orang lain.
Jangan lupa juga untuk selalu memperhatikan pengaturan penandaan lokasi. Fathia mengungkapkan, hal ini mungkin dianggap remeh, misalnya sedang berada di kafe lalu seseorang mengunggahnya menggunakan tag lokasi. Tapi, sebenarnya itu bisa saja diketahui banyak orang atau dipantau oleh banyak orang.
Ada berbagai hal yang perlu kita perhatikan, agar kita senantiasa aman dan nyaman ketika berinteraksi di dunia maya.Fathia Izzati, Kreator Konten
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.