Teraju
Trump, Biden, dan Kartu Cawapres
Siapa yang bakal ditunjuk menjadi wakil presidennya Trump dan Biden?
OLEH HARUN HUSEIN
Pemilihan pendahuluan calon presiden Amerika Serikat telah sampai di ujung. Connecticut menjadi negara bagian terakhir yang menggelar perhelatan itu, pada 11 Agustus. Donald Trump maupun Joe Biden tetap unggul, dan diperkirakan bakal bertarung head to head pada pemilu presiden 3 November mendatang.
Sampai dengan awal pekan ini, Donald Trump secara literal menyapu bersih dukungan. Sang petahana telah meraih 2.367 delegasi, atau hampir dua kali lipat dari jumlah delegasi yang diperlukan untuk memenangkan nominasi. Sedangkan, Joe Biden meraih 2.627 delegasi, jauh meninggalkan rivalnya, Bernie Sanders (lihat grafis Hasil Pemilu Pendahuluan Capres AS).
Meski demikian, hasil pemilihan pendahuluan (primary, kaukus, dan konvesi) yang bergulir di 50 negara bagian, Districk of Columbia (Washington DC), dan lima teritori tersebut, masih akan dibawa ke arena konvensi nasional. Di sanalah Partai Republik maupun Partai Demokrat akan menetapkan secara resmi, siapa calon presiden yang akan mereka usung.
Konvensi nasional dua partai terbesar di Amerika, akan digelar pada pertengahan sampai akhir Agustus. Partai Demokrat merencanakan konvensi nasional pada 17 Agustus, di The Fiserv Forum, Milwaukee, negara bagian Wisconsin. Sedangkan, Partai Republik, akan menggelar konvensi pada 24-27 Agustus, di The Spectrum Center, Charlotte, negara bagian North Carolina dan VyStar Veterans Memorial Arena, Jacksonville, negara bagian Florida.
Survei Trump dan Biden
Siapa yang akan dinominasikan dalam konvensi, sudah jamak diketahui. Akan tetapi, siapa yang bakal menang dalam pemilu presiden 3 November, hampir semua lembaga survei dari dalam dan di luar Amerika, memperkirakan Biden bakal mempecundangi Trump.
Survei terakhir yang digelar Reuters bekerja sama dengan Ipsos, yang diumumkan 3 Agustus lalu, mendapati Biden unggul sepuluh poin terhadap Trump. Biden mendapat 48 persen, sedangkan Trump hanya 38 persen.
Survei Reuters/Ipsos ini menarik, karena digelar lembaga di luar Amerika. Reuters adalah kantor berita yang bermarkas di Inggris. Sedangkan, Ipsos adalah sebuah lembaga riset pasar yang bermarkas di Prancis.
Lembaga-lembaga di Amerika, bahkan mencatatkan selisih lebih besar. CNN, misalnya, mendapati jarak Trump-Biden sampai 12 poin, dalam survei yang diumumkan 19 Juli lalu. Menurut CNN, Trump hanya dapat 40 persen, sedangkan Biden melejit sampai 52 persen.
Hasil analisis data yang dilakukan The Economist juga mendapati Biden tetap jauh mengungguli Trump. Sampai dengan 11 Agustus, The Economist mencatat popular vote yang mungkin diraih Biden mencapai 54,7 persen, sedangkan Trump hanya 45,3 persen. Adapun potensi electoral vote Biden mencapai 352, sedangkan electoral vote Trump hanya 186.
Tak seperti data berbagai lembaga yang melakukan survei secara snapshot, data The Economist merupakan hasil analisis terhadap polling di seantero Amerika, baik level negara bagian maupun nasional/federal. Data tersebut kemudian dipadukan dengan analisis data demografi dan indikator ekonomi. Data tersebut, secara real time dapat dilihat pada artikel bertajuk Forecasting the US elections di laman The Economist.
Prediksi Allan Lichmant
Profesor Allan Lichmant, yang terkenal dengan prediksinya yang tajam, juga telah menyampaikan ramalan politiknya bahwa Biden akan mengalahkan Trump. Allan Lichmant memprediksi hasil Pilpres AS 2020 menggunakan sebuah sistem ciptaannya, dengan “13 kunci” untuk menentukan pemenang Gedung Putih.
Allan Lichmant adalah profesor dari American University, yang secara tepat memprediksi hasil pemilu presiden Amerika Serikat, sejak 1984 sampai dengan 2016. Empat tahun lalu, dia memprediksi Trump bakal menang mengalahkan Hillary Clinton, tapi Trump bakal di-impeachment. Semua prediksinya itu terbukti.
Meski telah meramalkan Trump bakal kalah, tapi Lichmant mengingatkan hasil itu masih mungkin berubah karena Biden hanya menang tipis. Dari “13 kunci”, Biden unggul di tujuh kunci, sedangkan Trump unggul di enam kunci. Alhasil, “Ini akan menjadi pertarungan yang ketat,” katanya dalam video yang dirilis New York Times, Rabu pekan lalu.
Apa saja ke-13 kunci yang menjadi pisau analisis Lichmant? Antara lain faktor petahana, skandal, karisma kandidat, dan lain-lain. Dalam hal kharisma, Trump disebutnya tak terkalahkan di internal Partai Republik. Dan, Biden yang merupakan lawannya, adalah penantang yang kurang berkharisma.
Namun, ekonomi Amerika yang kolaps, pandemi Covid-19 yang menghantam negara itu, gerakan protes secara nasional yang memprotes kebrutalan polisi dan rasisme sistematis di Amerika, disebutnya menguntungkan Biden. “Keunggulan Biden lainnya, karena dalam pemilu sela 2018 lalu, Partai Demokrat berhasil memenangkan banyak kursi DPR,” katanya.
MY PREDICTION FOR 2020 IS OUT!https://t.co/0UPk8uRwNQ — Allan Lichtman (@AllanLichtman) August 5, 2020
Kartu wakil presiden
Biden pun terlihat semakin lihai memainkan kartu politiknya. Salah satu kartu terbaru Biden, adalah cawapres yang bakal mendampinginya, Kamala Devi Harris, yang bakal makin meningkatkan daya pilih Biden di kalangan Afro-Amerika, Afro-Asia, dan kalangan imigran lainnya, serta tentu saja kaum perempuan.
Kamala memiliki latar belakang menarik. Perempuan yang lahir 1964 ini adalah senator perempuan Partai Demokrat dari negara bagian California, dan seorang pengacara. Orangtuanya imigran. Ayahnya, Donald Harris, dari Jamaika. Sedangkan, ibunya, Shyamala Gopalan, berasal dari India.
Adapun Donald Trump, berdasarkan berbagai kabar, konon juga bakal menunjuk cawapres perempuan, yaitu Nikki Haley, duta besar AS di PBB. Seperti halnya Kamala Harris, Nikki juga keturunan imigran. Nama lengkapnya Nimrata Nikki Haley Randhawa. Ayahnya, Ajit Singh Randhawa, dan ibunya, Raj Kaur Randhawa, adalah imigran asal Punjab, India.
Warga Afro-Amerika dan kaum imigran lainnya, dan kaum perempuan, selama ini memang merupakan pemilih terbesar kandidat Partai Demokrat. Adapun kaum laki-laki kulit putih, sebagian besar masih memilih Trump. Sehingga, faktor cawapres bisa turut menentukan.
Namun, berdasarkan survei The New York Times-Sienna College, beberapa waktu lalu, para pemilih kulit putih pun semakin banyak memilih Biden, menyusul berbagai kejadian seperti kerusuhan, pandemi, dan memburuknya ekonomi Amerika. Faktor-faktor kunci yang disebut Allan Lichmant merupakan penyebab kekalahan Trump. Baca Selengkapnya';