Adiwarman Karim | Daan Yahya | Republika

Analisis

Ekonomi Pelana Kuda

Dampak ekonomi Covid-19 ibarat siklus demam “pelana kuda” penderita demam berdarah.

Oleh ADIWARMAN A KARIM

OLEH ADIWARMAN A KARIM

Dampak ekonomi dari wabah Covid-19 ibarat siklus demam “pelana kuda” pada penderita sakit demam berdarah. Fase pertama, pada tiga hari pertama penderita akan mengalami demam tinggi. Fase kedua, pada hari keempat sampai ketujuh, demam mereda dan suhu tubuh kembali normal.  

Banyak penderita terkecoh dalam fase ini mengira akan segera sembuh, padahal ini adalah fase yang paling berbahaya. Pembuluh darah akan mengalami pelebaran, bintik merah muncul pada kulit. Bahkan, dapat terjadi pendarahan dan kelainan metabolik, seperti hipoglikemia, hipokalsemia, atau hiperglikemia.

Fase ketiga, setelah hari ketujuh, suhu tubuh akan kembali naik. Bila fase kedua ditangani dengan baik, di fase ketiga ini denyut nadi akan kembali menguat, pendarahan berhenti, dan terjadinya perbaikan fungsi tubuh lainnya. Di samping itu, dalam beberapa kasus bintik atau ruam merah pada kulit pun berkurang.

Dampak ekonomi Covid-19 tampaknya juga akan mengalami tiga fase. Fase pertama, pada tiga bulan pertama, perekonomian mengalami demam tinggi akibat berhentinya aktivitas ekonomi sekaligus, serentak, dan seketika. Kinerja ekonomi merosot drastis termasuk ekonomi Indonesia selama Maret sampai Juni.

 
Narasi yang dibangun kedua otoritas fiskal dan moneter jelas menunjukkan kewaspadaan tinggi akan datangnya resesi ekonomi.
 
 

Fase kedua, sampai September adalah fase kritis. Fase ini kelihatan seakan-akan mengalami perbaikan ekonomi karena pelonggaran PSBB. Kebijakan relaksasi OJK berhasil membuat rasio-rasio keuangan perbankan dapat dipertahankan baik. Kredit bermasalah malah membaik, tapi cadangan kredit bermasalah malah naik. Profitabilitas dijaga agar tidak terlalu tinggi.

Kebijakan fiskal dan moneter juga berhasil menjaga indikator makro perekonomian tampak baik. Namun, narasi yang dibangun kedua otoritas fiskal dan moneter jelas menunjukkan kewaspadaan tinggi akan datangnya resesi ekonomi. Fase ini memang fase kritis.

Walaupun rasio-rasio keuangan perbankan tetap terjaga baik, diperkirakan pada September ini credit crunch dan liquidity distress tidak terhindarkan akibat masih tinggginya risiko kredit. Perbankan akan sangat hati-hati dalam menyalurkan kredit.

 
Fase ini memang fase kritis.
 
 

Ada dua hal yang harus ditangani otoritas fiskal, moneter, dan jasa keuangan.  Pertama, kebijakan mereka untuk menjaga indikator makro dan mikro ekonomi tetap terjaga baik. Kedua, policy gesture mereka untuk menjaga ekspektasi pasar agar pasar berperilaku sesuai dengan tujuan kebijakan otoritas. Kekeliruan pasar membaca gesture ini akan menihilkan upaya pemulihan ekonomi.

Sama dengan fase demam berdarah, dapat terjadi pendarahan dan kelainan metabolik, seperti hipoglikemia, hipokalsemia, atau hiperglikemia. Hipoglikemia, yaitu kadar gula rendah yang menyebabkan penderita canggung dan mengantuk. Dalam ekonomi, keadaan ini terlihat dari canggungnya masyarakat membaca arah kebijakan ekonomi otoritas sehingga dapat menimbulkan keengganan masyarakat mendukung kebijakan otoritas.

Hipokalsemia, yaitu rendahnya kadar kalsium yang dapat menyebabkan keram otot.  Dalam ekonomi, keadaan ini terlihat dari ketegangan sosial ekonomi masyarakat. Turunnya kondisi perekonomian sejak Maret membuat otot-otot ekonomi masyarakat tegang dan getas. Dalam kondisi ekstrem malah dapat menimbulkan frustasi ekonomi.

Marta Cenini, Barbara Luppi, Francesco Parisi, masing-masing peneliti Universitas Milan, Universitas St Thomas, Universitas Minnesota, dalam riset mereka “The Comparative Law and Economics of Frustration in Contracts” mengidentifikasi tiga hal dapat mendorong munculnya rasa frustasi ekonomi. Pertama, skema alokasi risiko yang dirasa tidak memenuhi kepatutan. Kedua, pemahaman yang tidak tepat atas informasi yang ada. Ketiga, insentif yang dirasa tidak memenuhi kepantasan.

Robert Pindyck and Julio Rotemberg, masing-masing profesor Universitas MIT dan Universitas Harvard, dalam riset mereka “Dynamic Factor Demands under Rational Expectations” menemukan tiga hal yang sulit diubah dalam penyesuaian biaya.  Pertama, pekerja manajerial yang tidak terkait langsung dengan produksi; kedua, peralatan; ketiga, struktur organisasi dan biaya.

 
Bagi akar rumput yang penting adalah barang-barang kebutuhan tersedia dan harganya terjangkau.
 
 

Reaksi industri yang paling mudah terhadap perlambatan ekonomi adalah mengurangi pekerja lepas, pekerja kontrak, dan pekerja lapangan lainnya yang terkait langsung dengan produksi. Pengurangan pekerja rendahan ini langsung mengurangi biaya operasi perusahaan. Namun, di sisi lain, meningkatkan beban sosial ekonomi pemerintah. Otot-otot ekonomi bertambah tegang dan getas.

Hiperglikemia, yaitu kadar gula tinggi, penurunan kesadaran, infeksi berulang, dan penurunan berat badan. Dalam ekonomi ini terlihat semangat ekonomi berlebihan tanpa mengindahkan protokol kesehatan karena kesulitan ekonomi yang panjang. Sering terjadi penurunan kesadaran masyarakat untuk mengikuti arahan kebijakan pemerintah, pelanggaran berulang protokol kesehatan, yang anomalinya malah berujung pada penurunan kegiatan ekonomi. 

Fase ketiga, pada Maret tahun depan sejalan dengan berakhirnya kebijakan relaksasi OJK, diperkirakan rasio kredit bermasalah mulai naik. Bila OJK memperpanjang kebijakan relaksasi, hal-hal lain diasumsikan tidak berubah, ini hanya berarti perpanjangan fase kedua. Itu sebabnya fase kedua sangat kritikal. 

Michael Hatcher dan Patrick Minford, masing-masing peneliti Universitas Glasgow dan Universitas Cardiff, dalam riset mereka “Stabilization policy, rational expectations and price-level versus inflation targeting” menyimpulkan bahwa pemerintah harus memperhatikan price-level targeting karena akan memperbaiki volatilitas hubungan antara inflasi dan output. Bagi akar rumput yang penting adalah barang-barang kebutuhan tersedia dan harganya terjangkau. 

 
Sikap tidak peduli,  meremehkan dan menyakiti hati sesama anak bangsa dalam situasi ini, ibarat menari di atas kepedihan orang lain. 
 
 

Rasulullah SAW pernah mengingatkan, ketika dalam satu perahu ada yang di bagian atas dan ada yang di bawah. Mereka yang di bawah memang lebih dekat dengan air, tapi lebih sulit mendapatkan air. Yang di atas lebih jauh dari air, tapi lebih mudah mendapatkannya.

Bila yang di atas melupakan atau membiarkan mereka yang di bawah kesulitan mendapatkan air, jangan heran bila yang di bawah merasa frustrasi, tegang, dan getas. Dalam keadaan demikian, mereka yang di bawah akan melubangi dinding kapal untuk mendapatkan air.

Rasulullah SAW berpesan, “Bila mereka yang di atas tidak memedulikan yang di bawah, niscaya semuanya akan binasa. Namun, bila yang di atas peduli dengan saudaranya yang di bawah, niscaya mereka semua akan selamat.”

Kita semua berada di kapal yang sama, negara yang sama-sama kita cintai Indonesia. Sikap tidak peduli,  meremehkan dan menyakiti hati sesama anak bangsa dalam situasi ini, ibarat menari di atas kepedihan orang lain. Rasulullah SAW bersabda, “Kalian diberi pertolongan dan rezeki karena orang-orang lemah di antara kalian."

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat