Nasional
Setelah Djoko, Harun Masiku Disorot
Kasus Harun Masiku dinilai kasus besar tentang oknum deep state dalam suksesi kenegaraan.
JAKARTA -- Direktur Legal Culture Institute M Rizqi Azmi menilai kerja keras Polri dalam menangkap Djoko Sugiarto Tjandra harus disemangati. Diharapkan, penegak hukum juga semangat mengungkap kasus besar lainnya, khususnya kasus Harun Masiku yang masih menjadi misteri. Kasus Masiku dinilai memiliki kemiripan dengan kasus Djoko.
"Jangan sampai kasus Harun Masiku mengalami hambatan periodesasi, seperti Djoko Tjandra yang baru akan terungkap puluhan tahun berikutnya. KPK, Polri, dan Kejaksaan harus bekerja sama dan belajar dari kegagalan dan kelalaian masa lampau," kata Rizqi Azmi dalam pesan singkatnya kepada Republika, Ahad (2/8).
Diketahui, Djoko Tjandra buron BLBI yang juga terpidana kasus cessie Bank Bali sebesar Rp 546 miliar masuk dalam daftar buronan interpol sejak 2009. Djoko baru ditangkap pada Kamis (30/7) pekan lalu, setelah didesak publik setelah diketahui ia bebas keluar-masuk Indonesia tanpa dideteksi penegak hukum.
Sementara itu, Masiku adalah eks caleg PDI Perjuangan yang hendak mengganti antar waktu (PAW) anggota DPR terpilih. Ia ditetapkan sebagai tersangka utama kasus penyuapan Komisioner Komisi Pemilihan Umum Wahyu Setiawan yang terungkap pada awal tahun ini. Harun Masiku lolos dari penangkapan KPK karena adanya informasi tidak benar yang disampaikan sejumlah pejabat negara.
Rizqi menilai, kasus Harun Masiku dan Djoko Tjandra mempunyai pola yang hampir sama. Kesamaannya, yakni actus reus atau tindakan dan mens rea atau niat iktikad mengarah kepada lahirnya kerugian negara dan dilakukan secara bersama-sama sehingga melahirkan permufakatan jahat. Pengungkapan kasusnya terhambat karena melibatkan lingkaran oknum pejabat negara yang saling bersinggungan dan saling mengunci satu sama lainnya.
"Oleh karena itu, Presiden dan Menko Polhukam harus terus mengawasi dan mendorong instansi terkait dalam pencarian Harun Masiku. Karena penyelesaian kasus Harun Masiku harus belajar banyak dari Djoko Tjandra yang menemui secercah harapan setelah istana ter-triger dan memerintahkan Polri dan kejaksaan," ujarnya.
Dalam beberapa riset antikorupsi, proses penyidikan sering terhenti pada jalur formal penegak hukum karena conflict of interest atau konflik kepentingan. Akibatnya, butuh waktu lama me-recovery penyelesaian setelah menemukan aparat yang berani membukanya sesuai arahan penguasa yang berkepentingan, seperti adanya desakan publik dan politik.
Meski begitu, ia berharap kasus Masiku tidak melibatkan 'lingkaran setan' seperti kasus Djoko Tjandra. Sebab, secara indikasi, kasus Masiku adalah kasus besar tentang oknum deep state dalam suksesi kenegaraan.
"Kalau diibaratkan lebih mendalam dan payung besar bila dibandingkan dengan kasus BLBI. Oleh karenanya publik masih pesimis KPK dan Polri serta Kejaksaan bisa mengungkap kasus Harun Masiku lebih cepat dan ada kemungkinan periodesasinya akan sama atau melewati kasus Djoko Tjandra. Semoga saja anak cucu kita kedepan tidak mengenal Harun Masiku di masa depan," ujarnya.
Masih mencari
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengapresiasi penangkapan Djoko Tjandra, Jumat (31/7). Menurut dia, KPK juga akan terus berupaya mencari Harun Masiku hingga tertangkap. "Mengenai pencarian Harun Masiku, KPK selama ini dan akan terus berupaya mengejar yang bersangkutan," kata Ghufron.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata juga mengatakan lembaganya masih terus melakukan pengejaran kepada Masiku. Alex mengeklaim, setiap informasi yang diberikan masyarakat ke KPK selalu ditindaklanjuti. "Misalnya ada yang menyampaikan HM itu di satu tempat dan memberikan nomor HP, ya kemudian kami ikuti," kata dia.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.