Raden Ridwan Hasan Saputra | Istimewa

Opini

Seharusnya Saya Mendikbud (Bagian 2)

Tulisan Seharusnya Saya Mendikbud ini hanyalah ide saja yang bisa jadi banyak orang tak sepakat.

RADEN RIDWAN HASAN SAPUTRA; Pendiri Klinik Pendidikan MIPA (KPM), Motivator Suprarasional

 

Berikut adalah tulisan bagian kedua. Silakan baca bagian 1 tulisan "Seharusnya Saya Mendikbud".

Solusi sekolah swasta bisa bertahan di era pandemi Covid-19

Sekolah swasta saat ini sangat terpukul dengan adanya Covid-19. Banyak orang tua yang tidak sanggup lagi membayar sekolah sehingga akhirnya banyak menunggak. Sementara itu, gaji guru dan mungkin cicilan ke bank untuk membayar pinjaman pembangunan sekolah harus tetap dilakukan. Maka yang dilakukan adalah sebagai berikut.

Pertama. Sebenarnya jika konsep saya pada tulisan “Seandainya Saya Mendikbud” dilaksanakan, maka masalah di sekolah swasta dalam hal pembelajaran di era Covid-19 jauh lebih ringan, terutama dengan adanya Kurikulum Darurat Nasional (KDN). Karena belum dilaksanakan, maka lebih baik sekolah swasta menerapkan sistem bayaran seikhlasnya, tetapi sebelumnya orang tua dan guru harus diberikan pencerahan terlebih dahulu, sehingga orang tua yang kaya termotivasi membayar besar agar bertambah pahala.

Motivasi guru mengajar pun harus diubah, yang awalnya mencari nafkah, sekarang menjadi sedekah dan berharap rezeki dari Allah. Pihak sekolah bisa melakukan kerja sama dengan lembaga-lembaga pendidikan berkualitas yang mengadakan pendidikan online dengan biaya murah bahkan gratis.

 
Motivasi guru mengajar pun harus diubah, yang awalnya mencari nafkah, sekarang menjadi sedekah dan berharap rezeki dari Allah.
 
 

Para siswa di sekolah swasta tersebut bisa mengikuti pembelajaran online secara gratis karena sudah bekerja sama dengan pihak sekolah. Hal ini akan mengurangi biaya operasional sekolah. Contoh lembaga tersebut ada di Bogor.

Kedua. Sekolah harus memperbanyak aktivitas ibadah yang dilakukan oleh guru dan siswa. Hal ini untuk meningkatkan karakter suprarasional pada diri guru dan siswa (istilah karakter suprarasional ada pada tulisan pertama). Pihak sekolah melakukan efisiensi dengan tidak mewajibkan guru harus hadir tiap hari ke sekolah guna mengurangi biaya operasional, tetapi pihak sekolah menugaskan guru-guru berkunjung ke rumah-rumah siswa untuk membantu siswa belajar kelompok di rumah dan memberikan materi adab dan akhlak atau pendidikan karakter. Tujuannya adalah mendapat pahala.

Pihak sekolah memasang WiFi agar guru-guru bisa mengajar online di sekolah tanpa menghabiskan kuota atau paket data pribadinya. Pihak sekolah tidak perlu banyak memberikan PR, tetapi fokus pada pendidikan karakter.

Semoga dengan metode ini orang tua siswa puas dan bahagia, sehingga uang seikhlasnya yang diperoleh cukup untuk menutupi gaji guru dan operasional sekolah selama Covid-19.

Ketiga. Bagi guru-guru yang potensial bisa diarahkan berkolaborasi untuk membuat produk yang bermanfaat, yang bisa dijual untuk menambah pendapatan bagi sekolah dalam menghadapi krisis, seperti membuat buku, alat peraga atau menjadi Youtuber.

Keempat. Karena pendidikan juga jauh lebih penting dengan kredit kendaraan, maka saya akan meminta Presiden Joko Widodo agar bank-bank menunda tagihan kepada sekolah-sekolah yang terlibat utang karena pembangunan gedung sekolah dan meminta kepada bank-bank untuk menunda tagihan bagi guru-guru swasta yang mempunyai utang ke bank.

Kelima. Selanjutnya karena menyelamatkan pendidikan tidak kalah penting dengan menyelamatkan usaha mikro kecil menengah (UMKM), maka saya pun akan  meminta kepada Presiden Joko Widodo agar bank-bank memberikan pinjaman tanpa bunga kepada yayasan yang ingin meminjam uang untuk menutupi gaji guru dan karyawannya.

Pinjaman jenis ini bisa dilakukan selama dua tahun dan pembayarannya bisa sampai 10 tahun. Hal ini untuk menghindari bencana nasional pendidikan, yaitu tutupnya sekolah-sekolah di Indonesia.

Pendidikan agama

Konsep solusi guru honorer dan kekurangan guru serta zonasi tidak mungkin terwujud tanpa ada pemahaman agama yang kuat di masyarakat. Oleh karena itu, pembelajaran agama yang diterapkan dalam dunia pendidikan adalah sebagai berikut.

Pertama. Setiap guru harus jelas agamanya dan harus menjalankan ajaran agamanya dengan baik. Jika guru tersebut beragama Islam, maka harus menjalankan shalat lima waktu. Hal ini berlaku juga kepada kepala sekolah, kepala dinas pendidikan, dan para pejabat kementerian yang beragama Islam. Begitu juga untuk guru yang beragama lain harus menjalankan aturan agamanya. Hal yang sama berlaku pula untuk kepala sekolah hingga pejabat di tingkat kementerian.

Kedua. Ketaatan kepada agama menunjukkan keimanan, yang merupakan bagian penting dari profesionalisme guru supaya guru tidak terjebak pada dunia materi. Belajar dari para ustaz di pesantren-pesantren yang mayoritas dari Nahdatul Ulama (NU), guru-guru Muhammadiyah, para suster yang mengajar di sekolah-sekolah Katolik, kita sangat jarang mendengar atau memang tidak pernah mendengar mereka protes masalah gaji. Padahal, gaji mereka kecil-kecil bahkan tak jarang tidak digaji.

Namun, para ustaz, guru, dan suster ini terus bergerak mengabdi buat bangsa tanpa memikirkan dana bantuan dari pemerintah. Hal ini disebabkan  keimanan yang tinggi karena menjalankan agama dengan baik. Oleh karena itu, taat beragama harus menjadi syarat penting seorang guru di Indonesia dan jadi bagian dari profesionalisme guru.

Ketiga. Pendidikan agama yang diajarkan pada siswa bukan hanya pengetahuan, tetapi juga harus pada tataran praktik seperti kalau yang beragama Islam ketika mereka di sekolah, anak-anak yang beragama Islam melaksanakan shalat, puasa, sedekah, membaca Alquran, dll. Hal ini agar peserta didik yakin dan percaya kepada Tuhan yang Maha Esa.

Keyakinan kepada Allah SWT adalah hal yang sangat penting dan menjadi landasan pendidikan karakter. Peserta didik bersikap jujur karena ada Allah, sehingga di mana pun dia akan bersikap jujur karena Allah Maha Melihat. Pendidikan karakter adalah bagian dari pendidikan agama.

 
Keyakinan kepada Allah SWT adalah hal yang sangat penting dan menjadi landasan pendidikan karakter.
 
 

Agama di Indonesia berbeda-beda karena pendidikan karakter atau budi pekerti akan diterapkan untuk semua siswa, maka pendidikan agama harus terpisah dengan pendidikan karakter. Pemisahan pendidikan agama dan pendidikan karakter sangat penting dilakukan untuk menghormati keyakinan penganut agama-agama yang ada di Indonesia.

Pendidikan agama dan pendidikan karakter harus diajarkan kepada anak-anak Indonesia agar mereka tidak bisa digantikan mesin dan kecerdasan buatan.

Bagaimana penerapan semua konsep di atas?

Apa yang saya tuliskan di atas sebenarnya sudah terbukti di dua lembaga besar yang berdiri sebelum Indonesia merdeka, yaitu Muhammadiyah dan NU. Kedua ormas ini bisa tumbuh dan berkembang karena banyak anggotanya yang rela mewakafkan, menginfakkan, dan menyedekahkan harta, waktu, dan tenaganya untuk membuat pendidikan di kedua ormas ini terus berkembang. Jika semangat itu bisa dimiliki oleh rakyat Indonesia dalam membantu pendidikan, maka pendidikan di negeri ini pun akan maju dan berkembang.

Hal yang harus dilakukan pemerintah supaya rakyat Indonesia mau berpartisipasi dalam pendidikan, seperti melakukan wakaf, infak, dan sedekah untuk dunia pendidikan adalah melakukan pembinaan kepada rakyat Indonesia. Pembinaan ini khususnya ditujukan kepada orang tua siswa. Pembinaan ini bisa dilaksanakan sebulan sekali yang dilakukan oleh kepala dinas pendidikan atau tokoh agama secara online melalui Zoom versi Indonesia jika sudah ada.

Pembinaan ini difokuskan untuk mengubah cara berpikir dan karakter orang tua siswa supaya menjadi orang yang rajin wakaf, infak, dan sedekah. Saya menyebut pembinaan ini untuk membentuk cara berpikir suprarasional dan karakter suprarasional.

 
Pembinaan ini difokuskan untuk mengubah cara berpikir dan karakter orang tua siswa supaya menjadi orang yang rajin wakaf, infak, dan sedekah.
 
 

Saya berani menuliskan tentang cara pembayaran seikhlasnya karena sudah dibuktikan oleh sebuah lembaga swasta selama belasan tahun. Lembaga ini tidak tutup tetapi malah semakin berkembang dan menghasilkan siswa-siswa yang berprestasi. Rahasianya adalah pembinaan cara berpikir suprarasional dan karakter suprarasional.

Sepertinya, ide saya tentang “Seharusnya Saya Mendikbud” sudah cukup dituliskan. Tulisan ini adalah hanya ide saja yang bisa jadi banyak orang yang tidak sepakat.

Saya masih ingat ucapan Presiden Joko Widodo bahwa di situasi krisis harus ada terobosan extraordinary. Saya pribadi meyakini kalau sesuatu yang extraordinary harus terhubung dengan yang gaib, khususnya kepada Allah SWT dan biasanya sulit diterima oleh akal sehat banyak orang.

Hal yang sangat penting adalah saya masih sangat jauh dari kepantasan menjadi seorang Mendikbud, jadi anggaplah tulisan ini khayalan dari seorang mantan guru honorer yang pernah bersekolah di SD, SMP, dan SMA Negeri di Indonesia.

Saya adalah produk pendidikan dalam negeri yang suka belajar dari masa lalu dan sedang meraba masa depan.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat