Keluarga
Sisi Lain Pandemi: KDRT Meningkat
Kekerasan dalam rumah tangga meningkat dipicu pengeluaran yang bertambah.
Pandemi Covid 19 yang melanda dunia tidak hanya menghadirkan kisah sedih lantaran banyak yang terinfeksi virus corona baru ini dan tak sedikit pula yang meninggal dunia. Namun, ada kisah lain yang rupanya tidak kalah menyakitkan. Kali ini guncangan akibat pandemi ini banyak berdampak pada para perempuan.
Ternyata, selama masa pandemi, angka kekerasan terhadap perempuan semakin meningkat. Dalam kurun waktu Maret sampai Mei 2020, Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) Jakarta menerima 194 laporan atas kasus kekerasan terhadap perempuan. Dari jumlah itu, sebanyak 58 kasus terbanyak adalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). “Adanya pandemi Covid-19 membuat aduan lebih meningkat,” kata Direktur LBH APIK Siti Mazumah dalam webinar peluncuran program Aman untuk Semua AXA Indonesia.
Jika biasanya LBH APIK menerima 30 kasus per bulan, sekarang lembaga itu menerima 90 kasus per bulan dalam periode 16 Maret sampai 7 Juni 2020. Pada bulan pertama bekerja dari rumah (WFH), kekerasan paling tinggi adalah KDRT. Kemudian, bulan kedua trennya kekerasan berbasis daring. Korban menerima ancaman penyebaran foto atau video intim dari pelaku. Pelaku melakukan ancaman dengan berbagai modus, salah satunya eksploitasi seksual.
Berdasarkan Catatan Tahunan Kekerasan terhadap Perempuan pada 2020 (Annual Record of Violence in 2020), dalam 12 tahun terakhir kekerasan terhadap perempuan meningkat sebesar 792 persen atau peningkatan hampir delapan kali lipat. Sejak terjadinya pandemi Covid-19, kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga terhadap perempuan meningkat secara signifikan dan menjadi perhatian publik.
Sedangkan data Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) dan Komnas Perempuan, kasus kekerasan terhadap perempuan meningkat sebesar 75 persen, sejak terjadinya pandemi. Stres, terganggunya jejaring perlindungan dan sosial, hilangnya pendapatan, dan menurunnya akses ke layanan publik, semuanya dapat memperburuk risiko kekerasan bagi perempuan.
Selain isu KDRT, perempuan juga ternyata harus menanggung beban ekonomi keluarga. Andy Yentriyani, Komisioner Komnas Perempuan mengatakan pihaknya melakukan kajian sekaligus menyebar angket di 34 provinsi Indonesia sejak terjadinya wabah Covid-19. Ada indikasi perubahan dinamika dalam keluarga akibat PSBB.
"Karena kesetaraan pendidikan sudah berlangsung lama, para perempuan yang bekerja menanggung beban lebih banyak, sudah banyak kerjaan dari kantornya, kemudian rumah tangganya termasuk pendampingan anak yang sekolah," kata Andy.
Komisioner Komnas Perempuan Alimatul Qibtiyah mengatakan ditemukan bahwa faktor ekonomi cukup berpengaruh dalam hubungan suami istri. Ketika hubungan pasutri goyah, otomatis turut mengganggu proses pengasuhan anak. "Anak juga korban kekerasan tapi mungkin juga pelaku kekerasan. Misalnya orang tua sudah nggak punya uang, tapi masih minta makan ini, makan itu," katanya.
Meski dari hasil temuan diketahui bahwa para perempuan lebih banyak mengalami semua jenis kekerasan dibandingkan laki-laki, mayoritas responden memilih untuk tidak melaporkan alias diam saja. "Ini aneh juga karena tingkat pendidikan tidak menjamin orang untuk kemudian melapor ke lembaga layanan," lanjutnya.
Ini aneh juga karena tingkat pendidikan tidak menjamin orang untuk kemudian melapor ke lembaga layanan.Andy Yentriyani, Komisioner Komnas Perempuan
Inisiatif dan Rekomendasi
Pertanyaan yang muncul kemudian adalah bagaimana kita menghadapi merebaknya kasus kekerasan pada perempuan?
Ternyata, beberapa inisiatif telah meluncur, mulai dari pencegahan, pendampingan, hingga pemberdayaan perempuan dan anak-anak secara terintegrasi. Pemerintah juga bekerja sama dengan organisasi masyarakat sipil untuk menyediakan layanan dan fasilitas, seperti bantuan darurat, layanan psikologis, bantuan kesehatan, rumah aman, dan bantuan hukum.
Pada situasi pandemi saat ini, alur pelayanan tetap buka dengan mengutamakan protokol kesehatan, seperti pencatatan semua dokumen dan penanganan korban kekerasan dilakukan secara daring.
Commissioner of AXA Mandiri Financial Services and President Commissioner of Mandiri AXA General Insurance, Julien Steimer mengatakan pihaknya menginisiasi program terkait pemberdayaan perempuan. Mereka meluncurkan program membangun kesadaran dan pemahaman kekerasan dalam ranah privat. Tujuannya untuk memberdayakan perempuan di Indonesia.
Tujuan dari inisiatif itu adalah meningkatkan kesadaran, memberikan edukasi tentang penanganan dan pencegahan kekerasan, serta pemberdayaan perempuan. “Isu-isu seperti kekerasan dalam rumah tangga dan pelecehan muncul dari ketimpangan kekuasaan dalam keluarga, bermanifestasi dalam berbagai bentuk, tidak terbatas pada kekerasan fisik, tetapi juga pelecehan verbal, emosional, dan ekonomi,” ujar Presiden Direktur AXA Financial Indonesia dan AXA Indonesia Global Sponsor of Diversity and Inclusion, Niharika Yadav.
Selain itu, Komnas Perempuan juga turut memberikan rekomendasi kepada pemerintah untuk mengatasi isu kekerasan pada perempuan saat pandemi Covid 19 ini. Satu di antaranya adalah memberikan bantuan ekonomi khusus bagi perempuan yang terdampak.
Ada pula persiapan teknologi dan informasi yang cukup bagi masyarakat serta memastikan masyarakat Indonesia memiliki akses dan literasi komunikasi dan informasi digital. Tak ketinggalan, memastikan penyelenggaraan layanan tersedia dan gampang diakses bagi korban kekerasan yang akan mengadukan kasusnya.
Rekomendasi lain adalah adanya panduan bagi orang tua dalam mendampingi belajar anak, serta ada jaminan ketersediaan kebutuhan-kebutuhan pokok dan stabilitas harga, termasuk masker untuk kesehatan publik.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.