Kabar Utama
'RI Bisa Hindari Resesi'
Pemerintah menggandeng BPD untuk memperluas penyaluran bantuan modal kerja.
JAKARTA – Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan menyebut Indonesia memiliki peluang untuk terhindar dari zona resesi ekonomi pada tahun ini. Optimisme ini muncul karena ekonomi Indonesia dinilai masih memiliki daya tahan dan mampu beradaptasi dengan tekanan perekonomian akibat pandemi Covid-19.
Kepala BKF Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan, kalaupun mengalami resesi, penyusutan ekonomi yang dialami Indonesia tidak akan terlampau dalam. "Mungkin (pertumbuhan ekonomi) sekitar nol persen atau kalau lebih kecil dari itu, sedikit di bawah nol persen," kata Febrio kepada wartawan, Jumat (24/7).
Resiliensi ekonomi Indonesia tergambarkan dari prediksi lembaga multilateral seperti Bank Dunia yang menyebutkan bahwa Indonesia tetap dapat tumbuh di level nol persen pada 2020. Febrio mengatakan, proyeksi ini lebih baik dibandingkan negara maju dan berkembang lain yang diperkirakan mengalami kontraksi hingga dua digit.
Kuartal ketiga, Febrio menyebut, menjadi momentum kunci yang menentukan nasib Indonesia, mengingat ekonomi pada kuartal kedua sudah hampir dipastikan mengalami kontraksi. Ia memprediksi pertumbuhan ekonomi pada periode Maret sampai Juni 2020 minus 4,3 persen, meskipun sudah ada tanda-tanda perbaikan dari sisi penerimaan pajak pada bulan lalu. Jika pertumbuhan ekonomi kuartal II dan kuartal III negatif, Indonesia secara teknis masuk dalam zona resesi.
Febrio mengatakan, pemerintah telah memberikan berbagai stimulus dari sisi permintaan ataupun suplai untuk mencegah resesi. Beberapa stimulus itu adalah bantuan sosial hingga relaksasi pajak.
Akselerasi program pemulihan ekonomi nasional (PEN) juga akan terus dilakukan sembari meningkatkan disiplin masyarakat dalam menjalankan protokol kesehatan. "Kalau ini berhasil, kuartal ketiga bisa tidak negatif, mudah-mudahan bisa sedikit di atas nol (pertumbuhan ekonomi tumbuh di atas nol persen," kata Febrio.
Untuk memperkuat pemulihan ekonomi, kata dia, pemerintah akan memperluas program penempatan dana untuk penyaluran kredit modal kerja ke Badan Pembangunan Daerah (BPD). Ekspansi ini diharapkan mampu menjangkau pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) lebih banyak, terutama di daerah.
Perluasan dilakukan setelah melihat realisasi penciptaan modal kerja yang cepat lewat penempatan dana di empat bank Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) sebesar Rp 30 triliun pada akhir Juni. Hingga pekan kedua Juli, sebanyak Rp 36 triliun modal kerja sudah tercipta dan disalurkan ke debitur. Pemerintah juga berencana memperluas penjaminan kredit modal kerja ke korporasi dengan besaran kredit minimal Rp 10 miliar.
Pemberian modal kerja dan percepatan penyerapan anggaran menjadi perhatian Presiden Joko Widodo (Jokowi) belakangan ini. Dalam beberapa hari terakhir, Jokowi mengundang para pelaku UMKM, koperasi, hingga pedagang untuk memberikan modal kerja. Saat bertemu dengan para pelaku koperasi di Istana Negara, Jakarta, Kamis (24/7), Jokowi meminta agar program PEN dipercepat realisasinya, termasuk bantuan untuk UMKM.
Selain itu, Jokowi meminta kementerian/lembaga mempercepat serapan anggaran. Sebab, belanja negara merupakan faktor penting untuk menggerakkan roda perekonomian. Berdasarkan data Kementerian Keuangan (Kemenkeu), realisasi belanja negara hingga semester I sebesar Rp 1.068,9 triliun atau 39 persen terhadap pagu sebesar Rp 2.739,2 triliun.
Presiden Jokowi pada Jumat (24/7) pun kembali memberikan modal kerja. Kali ini, modal kerja diberikan kepada para pedagang kecil yang setiap harinya berjualan sayuran, es, dan kudapan.
Jokowi memberikan bantuan modal kerja sebesar Rp 2,4 juta kepada masing-masing pedagang. Jokowi dalam kesempatan tersebut mencoba memberikan rasa optimisme kepada para pedagang bahwa ekonomi Indonesia mulai membaik. Hal tersebut, kata Jokowi, ditandai dengan mulai pulihnya tingkat permintaan masyarakat terhadap barang konsumsi dan jasa.
“Omzet memang turun karena permintaan yang menurun, tapi angka yang saya punya pada Juni 2020 sudah mulai naik. Insya Allah pada Juli dan Agustus akan naik lebih tinggi lagi sehingga omzet Bapak Ibu normal kembali,” kata Jokowi di Istana Kepresidenan Bogor.
Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik Badan Pusat Statistik (BPS) Sri Soelistyawati mengatakan, BPS masih terus melakukan penghitungan tingkat konsumsi rumah tangga untuk kuartal kedua dan kuartal ketiga. Dengan demikian, data tingkat konsumsi belum bisa disampaikan.
Pada kuartal I, konsumsi masyarakat yang memiliki porsi besar dalam pertumbuhan ekonomi hanya tumbuh 2,84 persen. Padahal, biasanya tingkat konsumsi berada di kisaran 4-5 persen. Kendati belum ada data resmi terbaru, peningkatan konsumsi dan daya beli bisa terlihat dari omzet industri ritel.
Menurut Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo), omzet pelaku ritel mulai naik seiring pelonggaran pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan memasuki era kenormalan baru. Saat PSBB diberlakukan, kata dia, omzet sektor ritel hanya sekitar 10-20 persen dari biasanya. Namun, kini sudah hampir mencapai 50 persen.
"Sekarang sudah timbul pergerakan ekonomi meski belum sesuai target. Demand bergerak ekonomi jadi bergerak," kata Ketua Umum Hippindo Budiharjo Iduansjah kepada Republika, kemarin.
Berdasarkan pengalaman, Budi menilai, konsumsi dalam negeri memang berkali-kali menyelamatkan Indonesia dari ancaman krisis. Oleh karena itu, ia mengingatkan pemerintah terus mendorong tingkat konsumsi masyarakat.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.