Inovasi
Wujudkan Ruang Maya yang Nyaman bagi Anak
Sikap dan komunikasi individu di internet adalah cerminan diri mereka yang sebenarnya.
Mewujudkan ruang aman, nyaman dan ramah bagi anak untuk tumbuh dan berkembang adalah tugas kita semua. Perlindungan dan pemenuhan hak anak pun harus diwujudkan kapan saja dan di mana saja, tidak terkecuali di jagat maya.
Apalagi di masa pandemi Covid-19 ini, internet menjadi kebutuhan bagi anak untuk menjalani kegiatan belajar dari rumah. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, Bintang Puspayoga mengatakan, agar orang tua senantiasa mendampingi anak-anak selama berinternet.
“Jadikanlah mereka partner diskusi yang setara dengan kita, sehingga mereka memahami sisi positif dan negatif dari internet,” ujar Bintang, dalam gelaran virtual meeting, “Tangkas Berinternet: Membantu Keluarga Mempraktikkan Keamanan Berinternet dan Membangun Kebiasaan Digital yang Baik”, Selasa (21/7).
Bagi para guru, Bintang menambahkan, manfaatkanlah teknologi internet dengan sebaik-baiknya, sebagai sarana interaksi dan edukasi. “Mari bersama-sama mengambil momentum ini untuk mewujudkan pemenuhan hak-hak dan perlindungan di internet demi kepentingan terbaik bagi anak. Melindungi anak kita, adalah tanggung jawab kita bersama,” ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua Asosiasi Psikologi Pendidikan Indonesia Wuri Ardianingsih mengungkapkan, sikap dan komunikasi individu di internet adalah cerminan diri mereka yang sebenarnya. Apalagi kemungkinan anonim di internet cukup besar sehingga orang memiliki kecenderungan lebih bebas berekspresi. “Apalagi anak zaman sekarang suka punya second account jadi membuat mereka lebih bebas berekspresi,” kata Wuri.
Keterbukaan Komunikasi
Lalu bagaimana agar anak-anak bisa berkomunikasi yang positif dan menyebarkan kebaikan di internet? Menurut Wuri, hal tersebut perlu dipupuk dari mengembangkan nilai-nilai luhur di diri anak itu sendiri.
Sebab, ia melanjutkan, supaya mereka bisa menyebarkan kebaikan dan berkomunikasi yang positif, diperlukan juga berbagai nilai-nilai positif. Misalnya, memiliki empati dan bisa asertif dalam berkomunikasi.
Artinya anak-anak tersebut paham hak-haknya dan hak-hak orang lain itu sama-sama perlu untuk dipenuhi dan dihormati. Kemudian, perlu juga ditanamkan nilai untuk bisa memperjuangkan dirinya sendiri atau untuk orang lain.
Menurut Wuri, jika orang tua ingin anak berkomunikasi dengan positif dan berempati ketika di internet, maka perlu dibangun dari pribadi anak itu sendiri. Kuncinya, hal ini dimulai dari lingkungan terdekat anak, yaitu keluarga dan sekolah.
Selanjutnya, perlu juga membangun komunikasi yang terbuka. Wuri menjelaskan, bisa saja anak mendapatkan input yang positif saat di rumah dan di sekolah.
Namun ketika, misalnya bermain gim daring, anak-anak mendapatkan hal-hal negatif dari sana. “Kalau dia memiliki komunikasi yang terbuka dengan orang tua dan guru, dia bisa share ini (contohnya) ‘Bu, aku tadi dengar kata-kata ini, ini maksudnya apa sih’,” Wuri mencontohkan.
Di situ, orang tua dan guru bisa berkomunikasi secara aktif menjelaskan ‘oh ini artinya begini-gini, ini bahasa yang tidak bagus. ‘Menurut kamu waktu dengar ini kamu merasa bagaimana?’ Jadi anak diajak berdialog,” ujarnya.
“Terakhir adalah membangun rasa percaya. Ini dimaksudkan jika ada hal-hal negatif yang mereka dapat di internet, anak-anak bisa kembali pada orang tua dan guru yang dipercaya supaya mendapat penanganan yang tepat dan efektif.
Tangkas Internet
Internet saat ini adalah milik siapa saja. Mulai dari, anak-anak hingga orang tua, kian terbiasa berinteraksi dan terkoneksi di ruang maya.
Sayangnya, tidak jarang, internet menjadi media yang tidak ramah pada anak-anak. Menyambut Hari Anak Nasional yang jatuh pada 23 Juli, Google Indonesia bersama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI (KemenPPA RI) dan Yayasan Sejiwa menyelenggarakan webinar “Tangkas Berinternet: Membantu Keluarga Mempraktikkan Keamanan Berinternet dan Membangun Kebiasaan Digital yang Baik”.
Tangkas Berinternet adalah program global literasi digital dan keamanan daring yang dijalankan Google untuk meningkatkan keamanan berinternet anak-anak. Program Tangkas Berinternet memuat materi ajar untuk guru dan orang tua, situs terkait literasi digital, dan permainan berbasis laman, yakni Interland, yang dapat membantu mengajarkan konsep literasi digital pada anak-anak, tentunya dengan bantuan guru dan orang tua.
Saat keluarga terus menyesuaikan diri dengan new normal yang mengharuskan melakukan banyak hal di rumah saja, hadirnya internet dapat sedikit mempermudah proses penyesuaian tersebut.
Namun, pemanfaatan internet bukan berarti tanpa kendali. Internet memang membuka banyak peluang untuk bermain, belajar dan bersosialisasi. Tapi, interbet pun membuat anak-anak menghadapi risiko yang juga dimiliki oleh orang dewasa.
Sebagai contoh pada April lalu, Google menemukan sekitar 18 juta malware dan upaya phising terkait Covid-19, serta lebih dari 240 juta pesan spam terkait Covid-19 di seluruh dunia di setiap harinya.
Head of Public Affairs, Asia Tenggara, Google Asia Tenggara Ryan Rahardjo mengungkapkan, di Google, mereka percaya anak-anak harus dapat terlindungi agar bisa mengoptimalkan manfaat baik teknologi. Sementara orang tua juga merasa percaya diri membiarkan mereka menjelajah dunia maya.
Google pun memfokuskan upayanya pada tiga pilar, yakni membangun produk-produk inovatif yang memberi pengalaman dan perlindungan yang sesuai dengan usia. Termasuk juga, membantu keluarga membangun kebiasaan digital yang baik dan sesuai dengan mereka.
Kemudian, Google juga menerapkan kebijakan yang memungkinkan untuk menanggapi tren baru dan berkembang. “Google juga memberdayakan orang tua dan pengajar dengan menciptakan program yang membantu anak-anak membangun literasi digital dan kebiasaan digital yang baik. Agar dapat membantu mereka menjadi penjelajah dunia online maupun offline yang cerdas, cermat, tangguh bijak dan berani,” ujar Ryan.
Menurutnya, untuk membantu agar keluarga dan pengajar dapat secara optimal memanfaatkan kebaikan internet dari konten dan aplikasi berkualitas, keluarga baiknya tetap memegang kendali akan keamanan. Salah satunya, dengan cara menerapkan kebiasaan digital yang sehat.
Peran Keluarga
Bagi artis Darius Sinathrya, digital dan gawai adalah dua komponen yang tidak bisa dipisahkan. Ia dan istrinya, Donna Agnesia selalu berusaha menerapkan aturan anak-anak hanya boleh main gim saat akhir pekan.
Waktunya pun dibatasi, yakni sehari dua jam. Aturan ini sudah diterapkan sejak mereka masih kecil. Pada prakteknya, terkadang ada pula kompromi karena mereka memiliki tiga anak dan satu gadget. “Di situ kita juga mengajarkan mereka sharing,” ujar Darius.
Mainan-mainan atau gim yang mereka mainkan itu dipantau serta diawasi oleh Darius dan Donna. Pasangan ini juga berusaha sekali untuk menghindarkan anak-anak terekspos dengan mainan-mainan yang berbau kekerasan sampai umur tertentu .
Pasangan selebritas ini pernah membelikan sang anak, Lionel Nathan Sinathrya gawai saat anak pertamanya itu duduk di kelas 4 SD. Sewaktu itu Lionel mengikuti summer camp di luar negeri dan gawai tersebut digunakan untuk berkomunikasi dengan keluarga.
Pada hari ketiga, Lio bercerita dia merasa tidak bisa berbaur sama teman-temannya. Darius berpikir mungkin ada faktor saat teman-temannya main gim, tetapi di gawai Lio belum ada gim sama sekali.
Akhirnya Darius dan Donna berdiskusi serta memberikan izin Lio untuk mengunduh gim yang bisa dimainkan bersama teman-temannya. “Tapi akhirnya di situ kita melihat gitu kan, bahwa ternyata anak-anak sekarang berinteraksi salah satunya dengan gim,” ujarnya.
Lio pun kemudian nyaman bersama teman-temannya, bisa berbaur dengan baik, tidak merasa sendiri serta dua pekan summer school terasa cepat sekali dan menyenangkan.
Menurutnya, ia dan istri tetap memberi kepercayaan kepada anak-anaknya. “Kalau ada yang agak-agak bandel dikit, pasti akan sampai juga ke papa-mamanya. Tinggal kita ingatkan lagi,” kata Darius.
Jika orang tua ingin anak berkomunikasi dengan positif dan berempati ketika di internet, maka perlu dibangun dari pribadi anak itu sendiri. Wuri Ardianingsih, Wakil Ketua Asosiasi Psikologi Pendidikan Indonesia
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.