Kisah Dalam Negeri
Di Balik Kegaduhan Kue Klepon
MUI meminta aparat mengusut pengunggah dan penyebar konten kue klepon.
OLEH FUJI E PERMANA, ALI MANSUR
Wakil Direktur Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI), Osmena Gunawan tidak habis pikir dengan munculnya perbincangan kue klepon tidak islami yang tengah hangat di media sosial. Ia mengingatkan kembali, arti makanan halal dalam Islam adalah makanan yang toyib atau baik, bermanfaat buat tubuh, dan sesuai kebutuhan orang yang memakannya.
"Tapi mengapa klepon disebut sebagai makanan tidak Islami, apa yang membuat makan itu tidak Islami?" kata Osmena saat diwawancara Republika, Rabu (22/7).
Pandakwah milenial, Husein Ja'far Al Hadar menilai klepon justru sangat Islami. Warna dan struktur kue berbentuk bulat itu, kata Habib Husein, identik dengan Islam. "Keduanya (hijau dan putih) memang warna kesukaan Nabi Muhammad," kata aktivis Gerakan Islam Cinta ini.
Kue tradisional itu memang tengah menjadi perbincangan hangat di jagad media sosial. Penyebabnya, sebuah postingan menuding klepon sebagai makanan yang tidak Islami, lalu diviralkan oleh pihak yang tak bertanggungjawab. Namun belakangan, banyak ditemukan kejanggalan dalam postingan tersebut.
Seorang warganet dengan akun Facebook Mayumi Fujimoto membeberkan kronologi viralnya postingan "Kue klepon tidak Islami.” Menurutnya, sekitar 16 jam sebelum viral ada yang memposting foto kue klepon dengan tujuan sarkas atau false flag (operasi bendera palsu). Foto itu lengkap dengan tulisan kue klepon tidak Islami, serta keterangan "Yuk tinggalkan jajanan yang tidak Islami, dengan cara membeli jajanan Islami, aneka kurma tersedia di toko syariah kami".
Kemudian di dalam foto itu ada kredit bertuliskan, "Abu Ikhwan Aziz" dengan huruf kapital. Foto tersebut diunggah di Facebook dengan akun bernama Erma Retang. Namun kini, postingan dari Erma Retang tersebut sudah dihapus.
"Ditrack gak ada namanya "Abu Ikhwan Aziz" di setiap sosmed dan belanja. Di-blow up buzzer mindbreak ketahuan false flag-nya," ujar Mayumi, dalam postingannya, Selasa (21/7). Namun, pada sore hari, akun bernama Abu Ikhwan Aziz kemudian muncul, tiga sekaligus.
Mayumi juga menyayangkan publik figur yang turut mem-blowup postingan fitnah tersebut. Postingan itu memang menjadi sangat viral saat beberapa akun media sosial dengan pengikut atau follower berjumlah banyak, mengunggah ulang meme itu. Di antaranya, akun twitter @tretanmuslim, @uusbiasaaja, dan fanspage Facebook Denny Siregar.
Pola sebaran ini dilacak oleh beberapa komunitas antihoax. Ketua Komunitas Indonesian Hoaxes, Adisyafitrah, menyebut postingan tersebut hanya klaim sepihak atas isu klepon yang sengaja dibuat dengan tujuan memancing keributan di media sosial.
Penelusuran Indonesian Hoaxes mendapati salah satu akun yang memposting foto “Klepon Islami” ini pada Senin (20/7) malam. Postingan ini diunggah oleh fanspage atau halaman Facebook, dengan username Erwin Rabbani II. Postingan klepon itu kemudian dibagikan berulang secara masif oleh akun pengikut fanspage tersebut.
Saat Republika mencoba menghubungi fanspage tersebut melalui sambungan telepon, tidak ada jawaban. “Saya juga sudah menyimpan jejak postingan tersebut, karena dugaan awal kami, postingan ini pasti akan dihapus,” jelas Adisyafitrah kepada Republika, kemarin.
Adisyafitrah akun penyabar pertama sengaja menghapus postingan tersebut agar bisa bebas dari tanggung jawab. “Ini sudah bertahun-tahun, polanya selalu sama,” kata Adisyafitrah.
Usut tuntas
Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Asrorun Niam Sholeh, meminta aparat penegak hukum mengusut pengunggah dan penyebar unggahan klepon tidak Islami tersebut. Menurutnya, hal tersebut telah menyebabkan kegaduhan.
"Aparat penegak hukum perlu mengusut tuntas pengunggah dan penyebar unggahan di media sosial tersebut karena secara nyata telah menyebabkan kegaduhan," ungkap Niam kepada Republika, Rabu (22/7).
Menurut Niam, pengusutan juga perlu dilakukan terhadap elemen masyarakat yang menjadikan kabar tidak benar itu sebagai bahan olok-olok yang menimbulkan permusuhan, kegaduhan, dan kebencian atas SARA. Dia menilai, unggahan tersebut juga berpotensi melecehkan ajaran agama.
Ia juga meminta masyarakat tidak ikut membuat narasi kebencian yang bertentangan dengan hukum dan/atau etika. "(Meminta masyarakat untuk) tidak menjadikan meme tersebut sebagai bahan olok-olok yang bisa berdampak hukum," katanya.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.