Nasional
Wacana Pembentukan Tim Pemburu Koruptor Dimatangkan
Pembentukan Tim Pemburu Koruptor dipertimbangkan lagi setelah ada masukan KPK.
JAKARTA –- Wacana menghidupkan kembali tim pemburu koruptor (TPK) oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD masih belum jelas. Mahfud mengaku masih mempertimbangkan pengaktifan kembali tim tersebut setelah mendapat kritikan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Ya, saya juga sedang mempelajari dan menimbang sungguh-sungguh untuk menghidupkan lagi tim pemburu koruptor itu. Akan diperpanjang atau tidak, bergantung hasil analisis atas efektivitasnya," ujar Mahfud lewat keterangannya, Selasa (14/7).
Isu pembentukan kembali TPK muncul saat proses ektradisi tersangka pembobol bank BNI, Maria Pauline Lumowa, pekan lalu. Hal itu terkait masih banyaknya buronan lembaga hukum Indonesia di luar negeri, termasuk buronan kasus hak tagih Bank Bali, Djoko Sugiarto Tjandra, yang baru lolos masuk Indonesia tanpa terdeteksi.
Saat diwawancara wartawan Selasa siang, Mahfud mengatakan, pihaknya segera berkoordinasi dengan KPK terkait tugas TPK. Menurut dia, KPK sudah mempunyai langkah sendiri yang berbeda dengan tim yang hendak ia aktifkan kembali itu.
Mahfud menjelaskan, TPK akan melibatkan di antaranya Kejaksaan Agung, Polri, dan Kementerian Hukum dan HAM. Kementerian Dalam Negeri juga akan diikutsertakan untuk tugas yang menyangkut masalah kependudukan. Selain itu, ada departemen teknis lainnya yang juga akan dilibatkan.
Bahkan, ia mengaku Instruksi Presiden (Inpres) tentang TPK sudah berada di Kemenko Polhukam. Proses pembentukan tim tersebut akan terus berjalan dan akan terbentuk secepatnya. "Secepatnya nanti akan segera dibentuk tim itu," ujar Mahfud di kantornya, Selasa (14/7). Tentunya, kata dia, dengan menampung semua masukan dari masyarakat.
Mengomentari pembentukan tim tersebut, Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango menilai pemerintah harus belajar dari kegagalan tim itu pada masa lalu. TPK yang sempat dibentuk itu terbukti tidak memberikan hasil optimal.
"Saya pikir pembentukan tim ini pada 2002 dan nyatanya tidak memberi hasil optimal, cukup untuk menjadi pembelajaran untuk tidak diulangi lagi," kata Nawawi dalam pesan singkatnya, kemarin.
Menurut Nawawi, akan lebih bijak jika semangat koordinasi dan supervisi antarlembaga penegak hukum dan badan lembaga terkait yang ditingkatkan. Termasuk, menyemangati lagi ruh integrated criminal justice system yang belakangan disebutnya seperti jargon tanpa makna.
"Lewat koordinasi supervisi meneguhkan kembali integrated criminal justice system. Khusus untuk KPK sendiri, kita telah memulai upaya untuk menutup ruang potensi para tersangka melarikan diri. Seseorang yang sudah hampir dapat dipastikan akan ditetapkan sebagai tersangka, ruang geraknya akan terus dimonitor sampai tiba saatnya dilakukan tindakan penahanan. Harapanya seperti itu," ujarnya.
Melalui keterangannya, Mahfud mengaku sepakat dengan Nawawi. Inpres, kata dia, harus dibahas lintas lembaga untuk dihitung manfaat dan efektivitasnya. "Saya bersetuju dengan Pak Nawawi dari KPK agar pembuatan inpres harus belajar dari masa lalu juga, tidak bisa langsung dibuat," kata dia.
Karena itu, kata dia, sebaiknya institusi-institusi resmi yang ada terus bekerja memburu koruptor dan menyelamatkan aset negara yang dirampok dengan cara korupsi. Dia yakin Polri dan Kejaksaan Agung bisa lebih optimal.
"Menko Polhukam akan terus berkoordinasi dengan institusi-institusi tersebut. Syukur-syukur sudah ada hasilnya sebelum ada pembentukan tim pemburu lagi," kata dia.
Ganti format
Sementara, anggota Komisi III DPR Fraksi PPP, Arsul Sani, menyarankan agar format TPK tidak lagi seperti tim ad-hoc yang awak utamanya adalah Kejakgung. Namun, menjadi desk pemburu koruptor yang dikoordinasikan langsung di bawah Menko Polhukam sehingga kerjanya bisa lebih efektif.
"Saya melihat perlunya perubahan format TPK yang ada sebelumnya agar bisa lebih efektif. Jika hanya diaktifkan tanpa perubahan format TPK-nya, saya tidak optimis akan banyak capaian yang bisa diharapkan," kata Arsul.
Dia menyarankan TPK beranggotakan semua lembaga penegak hukum, kementerian, dan lembaga penunjang penegakan hukum. "Lembaga penegak hukumnya ya Polri, kejaksaan, KPK, dan lembaga penunjangnya setidaknya adalah Kemenkumham dan BIN (Badan Intelijen Negara). Dulu ada semacam desk seperti ini, yaitu desk antiterorisme yang dipimpin Ansyaad Mbai, sebelum dibentuknya BNPT," ujarnya.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.