Opini
Blockchain Industri Halal
Teknologi blockchain dan AI bisa menghadirkan alat supercerdas untuk industri halal.
YANDRA ARKEMAN, Peneliti AI dan Blockchain di BRAIN, IPB University
KHASWAR SYAMSU, Guru Besar di Departemen Teknologi Industri Pertanian dan Pusat Kajian Sains Halal, IPB University
Salah satu sektor ekonomi yang dapat kita kembangkan untuk bangkit dari keterpurukan akibat pandemi Covid-19 adalah industri halal. Sebab, permintaan atas produk pangan dan obat-obatan alami halal akan terus meningkat.
Maka itu, isu halal harus ditangani dengan baik karena jumlah konsumennya lebih dari satu miliar orang. Tren permintaan produk halal dunia pun meningkat pesat.
Global Islamic Economy Report (GIER) 2018/19 melaporkan, perekonomian Islam di seluruh dunia bernilai 2,1 triliun dolar AS pada 2017. Angkanya diproyeksi meningkat menjadi lebih dari tiga triliun pada 2023.
Pasar makanan dan minuman halal, baik untuk populasi Muslim maupun bukan, mencapai 1,3 triliun pada 2017, obat-obatan dan kosmetik halal masing-masing sekitar 87 miliar dolar AS dan 61 miliar dolar AS pada 2017.
Angka ini diprediksi meningkat terus mengikuti peningkatan populasi dan kesadaran mengonsumsi produk halal oleh Muslim di dunia. Indonesia saat ini menempati peringkat pertama sebagai konsumen produk makanan halal, yaitu 169,7 miliar dolar AS.
Salah satu teknologi digital yang dapat digunakan industri halal untuk meningkatkan sistem ketertelusuran adalah blockchain.
Namun, Indonesia hanya menempati peringkat ke-10 dalam produksi makanan halal. Artinya, Indonesia selama ini lebih banyak menjadi target pasar produk halal dunia, daripada menjadi pemain utama dalam produksi dan ekspor produk halal dunia.
Padahal, dengan penduduk Islam terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi sebagai pemain utama produk halal dunia. Pengembangan industri halal sesungguhnya sudah menjadi salah satu fokus pembangunan di Indonesia.
Ini terlihat dari terbitnya Peraturan Presiden No 28 Tahun 2020 tentang Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), yang salah satu amanatnya pengembangan industri produk halal. Saat ini, industry halal kita masih memiliki kekurangan.
Salah satunya, belum adanya sistem ketertelusuran yang baik, dapat diandalkan, dan dapat dipercaya. Sistem yang ada, manual atau semiotomatis menggunakan program komputer sederhana.
Padahal, kita di ujung era Industri 4.0 yang sangat padat penggunaan teknologi digital maju, seperti blockchain, kecerdasan buatan (AI), dan Internet of Things (IoT). Kita tak boleh kehilangan momentum untuk memanfaatkan teknologi digital ini.
Selain itu, pada saat ini kita sedang menghadapi pandemi Covid-19 yang mengharuskan diterapkannya Less Contact Economy (LCE). Ini akan mendorong diterapkannya otomatisasi dan digitalisasi, termasuk di sektor industri.
Salah satu teknologi digital yang dapat digunakan industri halal untuk meningkatkan sistem ketertelusuran adalah blockchain. Pada prinsipnya, blockchain adalah teknologi penyimpanan data peer to peer dalam bentuk sistem terdistribusi.
Dalam blockchain ini, setiap peer atau pihak berwenang dan memiliki identitas asli bisa melakukan transaksi dan verifikasi informasi secara langsung dengan pihak lain, tanpa melalui pihak ketiga.
Catatan transaksi dalam blockchain kekal atau tak bisa diubah kapan pun dan oleh siapa pun. Sebab, blockchain mempunyai sistem verifikasi data bersifat konsensus dan sistem pengamanan catatan transaksi bernama cryptography.
Kombinasi konsensus dan cryptography ini sulit ditembus orang lain yang berniat jahat. Dengan fitur ini, blockchain cocok untuk sistem ketertelusuran industri halal yang transparan dan tepercaya.
Seperti diketahui, bahan baku industri pangan dan obat-obatan kita dari berbagai negara dan sumber dengan jumlah, mutu, dan status kehalalan berbeda-beda. Dari hulu ke hilir terjadi perpindahan barang dari satu pihak ke pihak lain di sepanjang rantai pasok.
Perpindahan kepemilikan ini, mungkin menyebabkan perubahan status kehalalan produk akibat proses penanganan dan pengolahan, pencampuran, pemalsuan, atau penipuan lainnya.
Di sepanjang rantai pasok, bisa saja terjadi perubahan bahan baku menjadi bahan setengah jadi untuk produk akhir industri lainnya, atau setidaknya proses penanganan bahan untuk meningkatkan keawetan dan kestabilan selama penyimpanan dan transportasi.
Dengan sistem digital berbasis blockchain, jika konsumen ingin menelusuri riwayat transaksi dan kehalalan produk, dapat dilakukan dengan waktu beberapa detik saja.
Proses penanganan bahan ataupun transformasi bahan dari bahan baku menjadi bahan setengah jadi atau produk akhir, berpotensi melibatkan bahan tambahan dan/atau bahan penolong yang tidak halal.
Standar halal sangat ketat dan memegang prinsip zero tolerance maka halal harus 100 persen, tidak boleh tercampur dengan produk haram walaupun dalam porsi sangat kecil sekalipun.
Agar kehalalan produk bisa terjamin sampai konsumen, setiap mata rantai dalam rantai pasok halal harus terjamin kehalalannya.
Perincian proses yang terjadi dan transaksi perpindahan produk antara satu pihak dan pihak lain ini harus tercatat secara akurat dan transparan, dengan menggunakan teknologi blockchain.
Dengan sistem digital berbasis blockchain, jika konsumen ingin menelusuri riwayat transaksi dan kehalalan produk, dapat dilakukan dengan waktu beberapa detik saja.
Selain itu, blockchain yang kita gunakan di Indonesia bisa dihubungkan dengan jaringan blockchain di negara lain. Dengan begitu, transaksi industri halal di seluruh dunia dapat dihimpun secara masif dalam satu platform yang besar.
Dengan global blockchain networks untuk industri halal, sangat mudah bagi pemerintah menjamin ketersediaan produk halal, baik untuk konsumen domestik maupun luar negeri.
Jika ada produk terindikasi tak halal, proses penelusuran dan penarikan produk dari rantai distribusi dan pasaran bisa segera. Kemampuan blockchain dapat disinergikan dengan AI sehingga menghadirkan sistem lebih andal, yang disebut blockchain cerdas.
Pada prinsipnya, ada beberapa bentuk sinergi yang bisa dibuat. Salah satunya, kita dapat menggunakan AI untuk membantu blockchain mendeteksi kandungan zat dari produk pangan dan obat-obatan tanpa merusaknya.
Jadi, dengan perkembangan teknologi blockchain/ dan AI, kita dapat menghadirkan alat-alat supercerdas untuk industri halal.
Jadi, identifikasi kandungan zat dalam produk pangan dan obat-obatan cukup dengan menggunakan foto atau citra produk tersebut.
Penelitian seperti ini sudah dilakukan lembaga internasional, yang menggunakan deep learning untuk mengetahui kandungan zat dari berbagai produk pangan berdasarkan pengenalan citra. Alat ini bekerja sangat baik untuk biskuit, kue, dan beberapa makanan lain.
Namun, alat ini masih kesulitan mengidentifikasi kandungan sushi dan sea food sehingga sampai sekarang, alat ini masih disempurnakan.
Ide cemerlang ini tentu bisa kita adopsi untuk membuat sistem cerdas, yang bisa mengidentifikasi kandungan bahan nonhalal pada pangan dan obat-obatan berdasarkan pengenalan citra. Tentu ini bukan pekerjaan mudah, tetapi bukan suatu kemustahilan.
Setelah kandungan zat nonhalal terdeteksi, sistem penelusuran blockchain memeriksa riwayat perjalanan produk. Dengan demikian, sumber pencampuran, pengoplosan, atau kontaminasi oleh bahan tidak halal dapat cepat ditelusuri dan ditemukan.
Jadi, dengan perkembangan teknologi blockchain/ dan AI, kita dapat menghadirkan alat-alat supercerdas untuk industri halal.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.