Kabar Utama
Ormas Lintas Agama Kompak Tolak RUU HIP
DPR diminta mendengarkan aspirasi masyarakat terkait RUU HIP.
JAKARTA -- Organisasi massa (ormas) lintas agama mengeluarkan pernyataan bersama terkait Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP). Pernyataan bersama berisikan empat poin yang intinya menolak RUU HIP.
Para pengurus ormas keagamaan menyampaikan pernyataan bersama tersebut di Auditorium KH Ahmad Dahlan, kantor Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Jakarta, Jumat (3/7). Penyampaian pernyataan bersama dihadiri Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI), Komisi HAK Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI), Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI), Persatuan Umat Buddha Indonesia (Permabudhi), dan Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (Matakin).
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti yang membacakan pernyataan bersama menyampaikan, ormas keagamaan sepakat bahwa Pancasila adalah dasar negara dan sumber segala sumber hukum negara Republik Indonesia. Pancasila sudah sangat kuat secara konstitusional, kedudukan, dan fungsi. Sehingga, tidak memerlukan aturan lain yang berpotensi mereduksi dan melemahkan Pancasila.
"Poin kedua, rumusan Pancasila sebagai dasar negara adalah sebagaimana termaktub dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945," kata Mu'ti dalam konferensi pers, kemarin.
Ia menyampaikan, rumusan-rumusan lain yang disampaikan oleh individu atau dokumen lain yang berbeda dengan Pembukaan UUD 1945 adalah bagian dari sejarah bangsa yang tidak seharusnya diperdebatkan lagi pada masa kini. Sebab, hal itu berpotensi menghidupkan kembali perdebatan ideologis yang kontr produktif.
Mu'ti menambahkan, hal yang perlu dilakukan saat ini adalah internalisasi dan pengamalan Pancasila dalam diri dan kepribadian bangsa Indonesia. Selain itu, mengimplementasikan Pancasila dalam perundang-undangan, kebijakan, dan penyelenggaraan negara.
Ketiga, kata Mu'ti, DPR diharapkan menunjukkan sikap dan karakter negarawan dengan lebih memahami arus aspirasi masyarakat dan lebih mementingkan bangsa dan negara di atas kepentingan partai politik dan golongan. Apalagi, pemerintah telah menyatakan menunda pembahasan RUU HIP.
Adapun poin keempat dari pernyataan bersama menyerukan semua pihak untuk saling memperkuat persatuan dan bekerjasama mengatasi wabah pandemi Covid-19 dan dampak yang ditimbulkan. Selain itu, mesti menjaga situasi kehidupan bangsa yang kondusif, aman, dan damai.
Sekretaris Jenderal PBNU Helmy Faishal Zaini menyampaikan, perumusan Pancasila dilakukan melalui proses yang sangat luar biasa. Dia mengatakan, bagi NU, Pancasila merupakan titik temu adanya berbagai macam perbedaan pendapat, ras, dan golongan.
"Menurut hemat kami, kalau ini (RUU HIP) diteruskan, maka akan melahirkan satu keadaan yang kontraproduktif di tengah situasi kita sedang menghadapi Covid-19," kata Helmy.
Sekretaris Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Pendeta Jacky Manuputty mengatakan, PGI telah menelaah RUU HIP. Dia menegaskan, Pancasila sebagai falsafah dan pedoman hidup berbangsa dan bermasyarakat telah bersifat final dan harus dipertahankan keutuhan sila-silanya.
Ia mengatakan, RUU HIP awalnya dibuat untuk mendukung dan memperkuat posisi legal Badan Ideologi Pembinaan Pancasila (BPIP). Namun, RUU HIP yang ada saat ini merupakan konstruksi hukum yang dibangun dan melampaui wewenang sebuah RUU. PGI, kata dia, melilhat ada hal-hal keliru di dalam RUU HIP.
"Salah satu kekeliruan itu menafsir ulang sila-sila Pancasila. Padahal, Pancasila sebagai pembentuk norma tidak bisa dilegalisir oleh sebuah produk undang-undang," katanya.
Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) lebih menyoroti pengamalan nilai-nilai Pancasila yang dianggap masih kurang. "Pancasila itu sudah final dan terbaik bagi bangsa Indonesia namun pengamalannya masih menjadi PR kita bersama," kata Sekretaris Eksekutif Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan KWI Romo Agustinus Heri Wibowo.
Romo Heri mengatakan, KWI mendukung segala upaya penguatan Pancasila dan menolak segala upaya pelemahan Pancasila. KWI juga mendukung adanya BPIP untuk semakin membumikan Pancasila.
Tokoh umat Hindu dari Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) KS Arsana mengatakan, Pancasila adalah sumber tertinggi dari semua hukum yang ada di Indonesia. Menurut dia, yang dibutuhkan saat ini dan ke depan adalah aturan-aturan yang memandu untuk mengimplementasikan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
Di hari yang sama, Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj menerima kunjungan pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI di kantor PBNU, Jakarta Pusat, untuk berdikusi tentang RUU HIP. Seusai diskusi, Kiai Said mengeluarkan pernyataan sikap bahwa RUU HIP harus dicabut dan dibahas ulang dengan menggunakan kajian akademis jika ingin ada sebuah produk undang-undang untuk memperkuat keberadaan BPIP.
Said tak sepakat dengan adanya wacana untuk mengubah nama RUU HIP menjadi RUU Pembinaan Ideologi Pancasila (PIP). Ia khawatir hal tersebut justru memunculkan kesalahpahaman di masyarakat.
“Setelah mengkaji beberapa kali bahwa sebaiknya RUU HIP ini dicabut, dimulai, diulang dari awal dengan kajian akademis. Nama juga diubah total, supaya tidak multitafsir, langsung saja RUU BPIP. Itu usulnya PBNU,” kata dia.
Kunjungan MPR ke PBNU dipimpinan Ketua MPR RI Bambang Soesatyo. Hadir juga Wakil Ketua MPR, Zulkufli Hasan, Ahmad Basarah, Syarief Hasan, dan Arsul Sani. Mereka berdiskusi dengan Kiai Said tentang RUU HIP sekitar satu jam.
Ketua MPR Bambang Soesatyo menyatakan MPR mendukung usulan PBNU. Menurut dia, semangat untuk memberikan payung hukum dalam bentuk UU BPIP perlu didorong karena menyangkut masalah ideologi bangsa. " Maka pengaturan teknis pembinaannya harus dengan lembaga yang jelas," kata Bamsoet.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.