Tajuk
Waspadai Ancaman DBD
Pemerintah pusat dan daerah harus memastikan kesiapan layanan kesehatan untuk merawat pasien DBD.
Di tengah kian meningkatnya angka kasus Covid-19, saat ini masyarakat Indonesia juga dibayang-bayangi ancaman demam berdarah dengue (DBD). Sepanjang 2020, kasus DBD di sejumlah daerah dilaporkan meningkat dibanding tahun lalu. Bahkan, tak sedikit nyawa melayang akibat virus dengue yang dibawa oleh nyamuk Aedes aegypti tersebut.
Di Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, misalnya, sudah 16 orang meninggal dunia akibat DBD. Dinas Kesehatan setempat mencatat, hingga Juni 2020 ini kasus DBD mencapai 643. Terjadi lonjakan dibandingkan periode sama tahun lalu, yang hanya 588 kasus. Yang memprihatinkan, dari 16 warga yang meninggal dunia akibat DBD, sebanyak 11 di antaranya adalah anak-anak.
Hingga medio Juni, Kota Bandung tercatat sebagai daerah yang paling tinggi kasus DBD-nya di Provinsi Jawa Barat. Sepanjang Januari hingga Mei 2020, kasus DBD di Kota Kembang itu mencapai 1.748 kasus. Sebanyak 9 orang meninggal dunia. Pada periode yang sama, DBD juga mengintai warga di Kabupaten Cirebon. Dari 463 kasus, 11 jiwa melayang.
Melihat data kasus DBD di berbagai daerah yang cukup tinggi, pemerintah pusat, daerah, dan seluruh elemen masyarakat tak boleh menyepelekan ancaman DBD ini.
Di Jawa Timur, DBD juga terus menjadi ancaman. Dinas Kesehatan Jawa Timur mencatat, sepanjang 2020 Januari hingga 22 Juni, jumlah masyarakat yang terjangkit DBD sebanyak 5.733 orang. Dari total kasus tersebut, 52 orang di antaranya meninggal dunia. Meski dibandingkan tahun lalu kasus DBD di Jatim terbilang turun drastis, namun tetap saja tak bisa dianggap remeh.
Hingga Mei 2020, Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan juga mencatat jumlah warga yang menderita DBD mencapai 2.166 orang, Sebanyak 19 orang di antaranya meninggal dunia. Jumlah kasus DBD di provinsi itu diprediksi akan terus meningkat. Sementara itu, di Provinsi Lampung kasus DBD sepanjang satu semester terakhir mencapai 4.985 kasus. Dari total kasus itu sebanyak 22 orang dilaporkan meninggal dunia.
Secara keseluruhan, berdasarkan data Kementerian Kesehatan, hingga medio Juni tahun ini, jumlah kasus DBD mencapai 64.251 kasus. Provinsi Bali memiliki jumlah kasus terbanyak, yakni 8.930. Di posisi kedua, Jawa Barat sebanyak 6.337 kasus. Jumlah masyarakat di seluruh Indonesia yang meninggal dunia akibat DBD tercatat mencapai 385 jiwa.
Bangsa ini memang tengah fokus mencegah penularan Covid-19. Segala daya dan upaya dicurahkan untuk Covid-19. Namun, melihat data kasus DBD di berbagai daerah yang cukup tinggi, pemerintah pusat, daerah, dan seluruh elemen masyarakat tak boleh menyepelekan ancaman DBD ini. Pencegahan dan penanganan penyakit DBD juga harus mendapat perhatian yang serius, laiknya menghadapi Covid-19.
Pemerintah pusat dan daerah juga harus memastikan kesiapan layanan kesehatan untuk merawat pasien DBD.
Selain harus mengedukasi masyarakat untuk menaati protokol kesehatan, seperti mencuci tangan, memakai masker, serta menjaga jarak, pemerintah juga harus gencar mengkampanyekan gerakan 3M Plus. Kampanye 3M Plus, yakni menguras, menutup dan mengubur tempat penampungan air harus digencarkan hingga ke tingkat rukun tetangga. Masyarakat harus diajak untuk bergerak membersihkan lingkungan sekitar mereka.
Seperti halnya kampanye melawan Covid-19, gerakan kampanye 3M Plus juga harus melibatkan berbagai lembaga, tokoh agama serta organisasi kemasyarakatan. Masyarakat harus terus diingatkan agar waspada terhadap DBD. Dukungan anggaran juga harus disiapkan pemerintah untuk mencegah agar DBD tak semakin meluas dan menelan korban jiwa lebih banyak lagi.
Pemerintah pusat dan daerah juga harus memastikan kesiapan layanan kesehatan untuk merawat pasien DBD. Setiap rumah sakit harus memberi layanan yang prima bagi pasien DBD. Sebab, lambatnya penanganan layanan kesehatan bagi pasien DBD dapat mengancam hilangnya nyawa.
Covid-19 memang sangat berbahaya, namun DBD juga tak kalah mematikannya. Jangan sampai kasus DBD pada 2016 lalu terulang lagi. Saat itu, DBD mencapai 204.171 kasus dan menyebabkan 1.598 kematian. Sekali lagi, kejadian 2016 tak boleh terulang.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.