Opini
Pandemi yang Serbaakselerasi
Perkembangan dunia teknologi kesehatan tak hanya akan berhenti di layanan konsultasi virtual.
Oleh SETYANAVIDITA LIVIKANCASERA
SETYANAVIDITA LIVIKANCASERA, Wartawan Republika
Banyak hal penting yang terjadi kala pandemi Covid-19 datang. Imbauan untuk beraktivitas di rumah dan menegakkan protokol kesehatan, membuat banyak dinamika baru dalam kehidupan masyarakat selama mengarungi pandemi.
Di dunia kesehatan, misalnya, dengan keterbatasan tenaga kesehatan yang berada di garis depan, masyarakat kini mulai melirik konsultasi virtual sebagai salah satu alternatif saat mengalami gangguan kesehatan.
Sebelum pandemi, konsultasi virtual sebenarnya sudah mulai dikenal. Beberapa mobile application di platfom kesehatan juga sudah melengkapi layanannya dengan kehadiran dokter-dokter yang siap memberi solusi, tanpa pasien harus beranjak ke pusat kesehatan.
Dengan bergulirnya tatanan normal baru, perkembangan dunia teknologi kesehatan tak hanya akan berhenti di layanan konsultasi virtual.
Namun, fitur-fitur ini masih disambut setengah hati. Alasannya, tak sedikit masyarakat yang meragukan hasil diagnosis berperantaraan kamera smartphone. Saat urusan kesehatan dipertaruhkan, lalu datang kontak dengan dokter secara langsung, masih dirasa lebih meyakinkan.
Paradigma berpikir tersebut seketika bergeser saat pandemi dimulai. Konsultasi virtual makin menjadi pilihan dengan berbagai pertimbangan. Salah satunya, besarnya risiko mengunjungi rumah sakit untuk berobat saat ini.
Salah satu aplikasi kesehatan, YesDok memperkirakan, tren masyarakat mengelola kesehatannya secara mandiri dengan memanfaatkan platform e-health terus menjadi solusi di masa pandemi atau normal baru.
Hal ini pun semakin meneguhkan pandemi Covid-19 sebagai akselerator gaya hidup digital. Dengan bergulirnya tatanan normal baru, perkembangan dunia teknologi kesehatan tak hanya akan berhenti di layanan konsultasi virtual.
Aspek kesehatan memainkan peranan krusial dalam tatanan kehidupan masyarakat global, dalam beberapa waktu mendatang. Ahli sejarah Yuval Noah Harari mengungkapkan, pandemi Covid-19 akan membawa banyak dampak signifikan dalam kehidupan manusia ke depan.
Pemanfaatan teknologi dalam bidang kesehatan, akan bersinggungan dengan kebijakan perlindungan data pribadi.
Perangkat wearable yang selama ini digunakan untuk mengukur jumlah langkah kita dalam satu hari, jumlah detak jantung kita, dan jumlah kalori harian kita, akan mem-provide data yang lebih komprehensif lagi.
Baik pihak swasta maupun negara pada masa mendatang, memerlukan informasi tentang suhu badan kita secara kontinu. Termasuk juga, melalui upaya tracing yang sudah sejak awal diperkenalkan Kominfo melalui aplikasi PeduliLindungi.
Pemanfaatan teknologi dalam bidang kesehatan, akan bersinggungan dengan kebijakan perlindungan data pribadi. Tapi, ketika privasi dihadapkan dengan kepentingan kesehatan, apalagi di tatanan normal baru selepas pandemi, privasi bisa dipastikan akan dikesampingkan.
Hal ini sudah bisa dirasakan masyarakat yang ingin mengunjungi tempat wisata dan pusat perbelanjaan. Apabila dulu penjaga di pintu depan pusat perbelanjaan hanya bisa mengecek apa saja isi tas kita melalui mesin pemeriksaan, kini informasi yang didapat jauh lebih banyak.
Pusat perbelanjaan akan mengetahui nama dan identitas pengunjung secara lebih komprehensif. Karena untuk masuk ke mal, kini pengunjung harus memasukkan data pribadi. Mal pun akan mengetahui berapa durasi kita biasa berbelanja, hingga suhu badan kita saat itu.
Berbagai data pribadi ini pun terus kita bagikan ketika kita berkeinginan mengunjungi tempat umum lainnya, seperti museum yang kini menerapkan sistem reservasi di muka.
Kumpulan data yang mencerminkan perilaku, kebiasaan, dan kesukaan kita ini, akan membuat manusia menjadi semakin mudah diprediksi sikap dan perilakunya. Harari menyebutnya, hackable animal.
Menurut dia, kekuatan teknologi yang diterapkan dengan meng-harvest data pribadi kita itu, tidak hanya akan membuat mesin memahami kita lebih baik daripada diri kita sendiri, tetapi juga membuat mesin mampu memanipulasi sikap dan keputusan kita.
Ke depan, disrupsi teknologi yang di-drive upaya menekan pandemi Covid-19 akan kian terasa.
Apakah prediksi perpaduan teknologi dan kesehatan ini membawa awan gelap pada masa depan? Tidak juga. Ketika industri kesehatan makin dikaitkan erat dengan teknologi dan pengumpulan data pribadi dilakukan masif, banyak hal bermanfaat yang bisa manusia nikmati.
Ketika data tentang kesehatan kita yang terkumpul melalui wearable makin meningkat, data ini bisa dimanfaatkan untuk memprediksi kondisi kesehatan kita pada masa depan.
Apabila dengan pola makan, pola konsumsi energi, dan gaya hidup kita saat ini berpotensi menimbulkan kanker, misalnya, tentu kita berharap penyakit mematikan itu terdeteksi sedini mungkin. Karena, hal ini bisa menekan efek ekonomis dan psikologis yang harus kita hadapi. Dibanding kita menangani masalah kesehatan ini di tingkat yang sudah lebih serius.
Ke depan, disrupsi teknologi yang di-drive upaya menekan pandemi Covid-19 akan kian terasa.
Pengelolaan data pribadi yang bertanggung jawab, juga sudah seharusnya menjadi perhatian pemangku kepentingan, seperti pemerintah dan pemilik data masyarakat. Ini bisa berarti usaha rintisan, layanan platform kesehatan, atau produsen wearable device.
Percakapan publik yang berkisar teknologi, e-health, penanganan pandemi, privasi individu, hingga pengelolaan data pribadi pun perlu diarahkan ke hal yang lebih konstruktif. Sehingga, masyarakat mendapatkan kejelasan terkait pemanfaatan data pribadi yang mereka berikan.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.