Ekonomi
Pengusaha Hotel Kehabisan Modal
Kebanyakan industri perhotelan masih wait and see.
JAKARTA -- Pengusaha perhotelan di Indonesia sebagian besar masih memilih sikap wait and see untuk kembali beroperasi. Pasalnya, pasar industri perhotelan dinilai masih sangat minim sehingga justru akan merugikan pengusaha jika memaksakan diri untuk kembali buka.
Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani mengatakan, sektor pariwisata termasuk di dalamnya perhotelan membutuhkan pergerakan manusia. Situasi pandemi Covid-19 membuat orang tidak melakukan kegiatan, baik akibat peraturan, pembatasan kegiatan, maupun karena kekhawatiran.
Situasi sulit ini, kata dia, tentunya sangat bergantung kepada kepercayaan diri masyarakat untuk kembali beraktivitas. Namun, untuk saat ini kegiatan perjalanan bukan hal yang mudah karena harus disertai dengan tes cepat Covid-19 dan mahalnya harga tiket pesawat.
"Mungkin, Juli baru mulai bisa dibuka karena posisi cash flow hotel berat dan kehabisan modal. Ini jadi kendala, kebanyakan dari industri perhotelan masih wait and see," kata Haryadi dalam sebuah diskusi virtual, Rabu (17/6).
Ia menuturkan, PHRI sudah mengajukan keringanan kepada pemerintah soal biaya listrik dan gas bulanan agar bisa dibayarkan sesuai penggunaan, bukan standar minimal penggunaan. Namun, keinginan itu tidak direstui. Sementara, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sebagai mitra kerja PHRI memiliki anggaran terbatas untuk bisa memberikan insentif.
Alhasil, menurutnya, upaya-upaya yang diberikan pemerintah untuk meringankan beban industri perhotelan tidak begitu terasa. Industri tetap harus memutar otak untuk tetap bisa bertahan hidup hingga pandemi berakhir. "Dampak pandemi ke perhotelan memang luar biasa, lebih dari 2.000 hotel tutup dan 8.000 restoran tutup karena tidak ada aktivitas," kata Hariyadi.
Kendati demikian, Hariyadi menilai, kemungkinan masa pemulihan industri perhotelan bisa dipercepat. Sebab, masyarakat Indonesia terlihat sudah mulai meningkatkan aktivitasnya setelah mulai adanya berbagai pelonggaran sejak 8 Juni 2020 lalu. Meski belum seluruhnya disiplin terhadap protokol kesehatan, kesadaran masyarakat untuk menjaga keamanan dirinya terlihat meningkat.
"Melihat ini kita cukup lega, meski belum semuanya disiplin, tapi orang sudah hati-hati," katanya. PHRI telah memperbarui pedoman protokol kesehatan Covid-19 dan telah diteruskan kepada seluruh anggota. Pedoman itu sebagai dasar para pelaku industri hotel dan restoran untuk bisa tetap beroperasi dengan standar keamanan kesehatan.
"Inti dari protokol itu adalah jaga jarak, social distancing satu meter. Baik di restoran maupun gedung pertemuan," kata Hariyadi.
COO Artotel Group, Eduard Ru dolf Pangkerego menyampaikan, dari 14 properti yang dimiliki jaringan Artotel Group, empat properti masih buka dan berada di wilayah Jakarta. Ia menilai, untuk saat ini, hotel harus bisa menciptakan pasar untuk mulai memulihkan bisnis.
Dampak negatif yang dirasakan bukan hanya pada kerugian bisnis hotel, melainkan juga nasib para karyawan. Di era wait and see saat ini, pihaknya menyatakan, manajemen juga tidak ingin mengintimidasi para tamu hotel dan membuat suasana menakutkan akibat virus korona.
"Kita sebutnya new lifestyle karena dari semua informasi dan protokol kesehatan itu tidak banyak berubah. Apalagi, soal kebersihan dan kesehatan itu sudah makanan hotel sehari-hari," katanya.
Sementara itu, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama Kusubandio mulai mengecek kesiapan pariwisata Bali untuk memulai protokol kesehatan di era wait and see. Protokol tersebut fokus pada aspek kebersihan, kesehatan, dan keamanan.
Wishnutama menjelaskan, ada beberapa poin penting saat implementasi protokol kesehatan yang harus diawasi ketat oleh seluruh stakeholder pariwisata, pemerintah daerah, hingga masyarakat.
"Semua tetap harus memperhatikan betul kondisi R0 dan Rt, atau laju penyebaran Covid-19 di daerah, kesiapan daerah, dan kedisiplinan dalam pelaksanaan termasuk di Bali nantinya sangat menentukan kapan sektor pariwisata ini dapat menyambut wisatawan kembali," kata Wishnutama.
Wishnutama juga mengatakan, kesiapan suatu wilayah harus benar-benar dipastikan. Sebab, apabila tergesa-gesa justru akan memicu terjadinya peningkatan jumlah pasien Covid-19.
"Kami khawatir jika terburu-buru, nanti menjadi penyebab peningkatan positif korona yang memicu gelombang kedua. Saya betul-betul ingin nantinya sektor pariwisata bangkit kembali produktif dan aman," ujarnya.
Wishnutama mengatakan, pedoman protokol kesehatan harus dipatuhi dengan ketat agar masa normal baru membawa kebaikan bagi semua. Untuk itu, ia juga menekankan agar pemerintah daerah yang ingin membuka aktivitas sektor parekraf harus mempersiapkan secara detail, tidak terburu-buru, serta memastikan protokol kesehatan sudah siap diimplementasikan.
Saya betul-betul ingin nantinya sektor pariwisata bangkit kembali produktif dan amanWISHNUTAMA KUSUBADIO, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.