Konsultasi Syariah
Kulit Hewan Kurban Dijual, Boleh?
Kulit hewan kurban boleh dijual oleh panitia kurban maupun pengurban, tapi dengan syarat.
DIASUH OLEH DR ONI SAHRONI, Anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
Assalamualaikum Wr Wb. Apakah boleh menjual kulit hewan kurban? Karena, tidak semua penerima kurban bisa atau tidak mudah memanfaatkannya sehingga kulit tersebut menjadi sia-sia dan tak termanfaatkan. Mohon penjelasan ustaz! -- Fauzi, Jakarta
Waalaikumussalam Wr Wb.
Kulit hewan kurban itu boleh dijual, baik oleh panitia kurban maupun pengurban, dengan syarat hasil penjualan tersebut disedekahkan untuk dhuafa (penerima kurban) menurut sebagian ulama atau kulit tersebut disedekahkan kepada penerima kurban untuk dimanfaatkan. Kesimpulan tersebut bisa dijelaskan dalam poin-poin berikut:
Pertama, pandangan sebagian ulama, yaitu Abu Hanifah, Atho, al-Auza'i, Ahmad, Ishaq, Abu Tsaur, dan salah satu pendapat ulama Syafi'iyah. Mereka mengatakan, "(Kulit hewan kurban) boleh dijual dan hasil penjualannya diberikan kepada penerima (mustahik) daging kurban." (Nailul Authar 5/153).
"Menjual kulit kurban dengan dirham untuk disedekahkan itu diperbolehkan." (Tabyin al-Haqa'iq 9/6).
Ibnu al-Qayyim berkata, "Abdullah bin Hamdan berkata: 'Kulit hewan kurban, sawaqith-nya, kepalanya itu boleh dijual dan hasil penjualannya disedekahkan sebagaimana disebutkan oleh Imam Ahmad'." (Tuhfatul Maudud bi Ahkamil Maulud, Hal.89).
Sementara, mayoritas ulama (Mazhab Malikiyah, Syafi'iyah), pendapat Imam Ahmad yang masyhur, dan pendapat Abu Yusuf (shahib Abi Hanifah) berpendapat bahwa itu tidak boleh dijual, sebagaimana dzahir nashhadis (Bidayatul Mujtahid 349, Nailul Authar 5/152).
Menurut pendapat ini yang dibolehkan adalah memberikan kulit kurban kepada dhuafa sebagai sedekah. Setelah itu ia memanfaatkannya atau menjualnya itu menjadi haknya karena sudah memilikinya.
Kedua, yang dilarang itu bukan menjual kulit kurban, melainkan menjualnya tidak untuk para penerima kurban, seperti dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi pengurban.
Kesimpulan tersebut didasarkan pada pemaknaan terhadap hadis-hadis terkait. Di antaranya hadis Rasulullah SAW, diriwayatkan dari Ali RA, ia berkata: "Aku diperintah oleh Rasulullah SAW untuk mengurus kurbannya, menyedekahkan daging, kulit, dan bagian-bagian lainnya...." (HR Bukhari Muslim).
Dari Abu Sa'id al-Khudri (diriwayatkan), Rasulullah bersabda: "Janganlah kamu menjual daging kurban, makanlah, sedekahkanlah dan manfaatkanlah kulitnya dan janganlah kamu menjualnya, dan jika kamu diberi dari dagingnya, makanlah sekehendakmu." (HR Ahmad).
"Siapa yang menjual kulit hewan kurban, ia tidak berkurban." (HR al-Hakim 2/422 yang dikategorikan sebagai hadis hasan oleh Albani dalam Shahih Jami 6118).
Menurut hadis pertama (hadis Ali); seluruh bagian hewan kurban, baik dagingnya, susunya, kulitnya, dan bagian lain yang bisa dimanfaatkan itu statusnya sedekah yang harus diberikan kepada fakir miskin. Maka menurut hadis ini, menjualnya untuk diberikan --hasil penjualannya-- kepada dhuafa itu diperkenankan.
Sementara, hadis kedua (hadis Abi Sa'id) menjelaskan tentang kebolehan memanfaatkan kulit hewan kurban (apa adanya).
Hadis ketiga menjelaskan, orang yang menjual kulit hewan kurban, ia tidak berkurban. Teks hadis ini menunjukkan, yang menjual itu adalah pengurban, dan berdasarkan makna hadis yang lain penjualan ini untuk kepentingan diri sendiri sehingga tidak diperbolehkan.
Jika memaknai ketiga hadis tersebut, bisa disimpulkan menjual kulit kurban itu diperkenankan dengan syarat untuk para dhuafa, terlebih pada saat kulit kurban tidak banyak termanfaatkan apabila diberikan apa adanya sebagai sedekah.
Oleh karena itu, yang dilarang itu bukan menjualnya, melainkan menjualnya tidak untuk para penerima kurban, misalnya, dijual untuk dimanfaatkan oleh pengurban.
Ketiga, pilihan untuk menjual kulit kurban itu lebih maslahat bagi para dhuafa dalam kondisi tertentu, di mana tidak semua dhuafa bisa atau tidak mudah memanfaatkan kulit kurban. Bahkan, dalam beberapa kondisi, kulit tersebut menjadi sia-sia dan tak termanfaatkan saat tidak dijual.
Wallahu a'lam.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.