Kabar Utama
Relaksasi Pesantren Dipertimbangkan
Kualitas pesantren belum setara untuk menjalankan protokol yang seragam.
JAKARTA – Rencana pembukaan pondok pesantren (ponpes) di tengah upaya menuju tatanan baru alias new normal pandemi Covid-19 terus dimatangkan. Para pemangku kepentingan terkait hal itu sejauh ini belum seragam menyikapi rencana tersebut.
Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin menyatakan, pemerintah akan membicarakan protokol kesehatan di pesantren pada Rabu (10/6). "Pemerintah akan menyiapkan untuk membantu pesantren," ujar KH Ma’ruf saat konferensi pers virtual dari Jakarta, Senin (8/6).
KH Ma’ruf mengatakan, salah satu protokolnya para santri harus menjalani pemeriksaan tes PCR sebelum masuk kembali ke pesantren. "Sehingga mereka sudah aman dan kemudian mereka juga dipandu supaya tetap menggunakan masker, menjaga jarak fisik, cuci tangan," ujar KH Ma’ruf.
Kementerian Agama (Kemenag) mencatat, saat ini terdapat 26.967 pesantren di Indonesia. Dari jumlah itu, ada sebanyak 4,2 juta santri terdiri dari 3 juta santri mukim dan 1,2 santri nonmukim. Kebanyakan pesantren itu tersebar di daerah-daerah pemuncak penularan Covid-19 di Indonesia seperti di Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah.
KH Ma’ruf menyatakan, jika perlu, ada aturan yang membatasi keluar masuk ke pesantren demi mencegah masuknya virus Covid-19. Sementara pesantren yang sudah lebih dahulu menerapkan protokol kesehatan akan diberi pendampingan oleh gugus tugas penanganan Covid-19 di wilayahnya masing-masing.
"Kalau menurut saya kalau kita bisa mengelolanya dengan baik, di pesantren itu lebih aman dibandingkan sekolah. Kalau sekolah itu kan bolak-balik kalau masuk. Pergi di jalan juga, di rumah juga, di sekolah juga," ujar KH Ma'ruf.
Pondok pesantren sempat jadi salah satu klaster besar kasus Covid-19 di Tanah Air. Pada pertengahan April lalu, Kerajaan Malaysia mengumumkan 43 warga mereka yang belajar di Ponpes Al-Fatah, Temboro, Magetan, Jawa Timur, positif tertular Covid-19. Setelah dilakukan pemeriksaan besar-besaran, ratusan santri dan yang berhubungan dengan mereka dinyatakan positif tersebar di Jawa Timur, Aceh, Lampung, Riau, Bangka Belitung, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, dan daerah lainnya.
Ketua Badan Kerja Sama Pondok Pesantren Indonesia (BKSPPI) Prof Dr Didin Hafidhuddin menyarankan, penerapan skenario kelaziman baru di pesantren dilakukan saat wabah Covid-19 sudah hilang sama sekali. Saran tersebut merupakan salah satu dari beberapa rekomendasi BKSPPI terkait skenario new normal di pesantren.
BKSPPI juga menilai new normal di pesantren sebaiknya dilakukan atas dasar upaya penyelamatan jiwa santri dan guru didasarkan berbagai pendekatan saintifik, medis, sosiologis dan spiritual. "New normal di lembaga pendidikan itu menyangkut keselamatan generasi bangsa ini. Karena itu jika salah langkah, maka bisa menjadi fatal akibatnya," kata Prof Didin dalam keterangan kepada Republika, Senin (8/6).
Menurutnya, tatanan baru di pesantren harus diikuti penyediaan fasilitas kesehatan oleh negara yang lengkap dan profesional. Tatanan pesantren setelah pandemi berakhir harus didukung protokol hidup sehat Islami yang terkonsep dengan baik dan aplikatif.
New normal di lembaga pendidikan itu menyangkut keselamatan generasi bangsa ini. Karena itu jika salah langkah, bisa menjadi fatal.PROF DR DIDIN HAFIDHUDDIN, Ketua Badan Kerja Sama Pondok Pesantren Indonesia (BKSPPI)
Berdasarkan penilaian para ilmuwan, kata Prof Didin, new normal di tengah perkembangan pandemi yang masih ekponensial kemungkinan berdampak buruk. "Lebih banyak menyelamatkan nyawa santri meski waktunya lama, daripada terburu-buru, namun berakibat fatal atas hilangnya nyawa para santri," kata Prof Didin.
BKSPPI menilai protokol jaga jarak fisik saat belajar dan pola hidup sehat tidaklah mudah dipraktekkan begitu saja di pesantren. Sebab, pesantren memiliki pola interaksi khas yang telah menjadi tradisi. Para santri yang datang dari berbagai daerah juga membuat pesantren rawan menjadi klaster baru.
Kementerian Agama (Kemenag) menyatakan telah menyusun draf protokol new normal penyelenggaraan pendidikan di pesantren. Draf tersebut dibahas Kemenag bersama kementerian lainnya, kemarin. "Kami menerima banyak masukan dari mereka dan tentu akan menyempurnakan rencana surat edaran yang akan kita buat terkait dengan penyelenggaraan pendidikan di pesantren dan pendidikan keagamaan di masa pandemi,” kata Plt Direktur Jenderal Pendidikan Islam (Dirjen Pendis) Kemenag, Prof Kamaruddin Amin kepada Republika, Senin (8/6).
Ia mengatakan, masukkan dari masyarakat, pesantren dan kementerian/lembaga memang bervariasi. Ada yang mengharapkan ponpes jangan dulu beroperasi sebelum Covid-19 pungkas, ada juga yang menyarankan pondok pesantren tetap dibuka dengan protokol pencegahan Covid-19.
"Perbedaannya itu sangat banyak jadi kualitas varian pesantren banyak. Ada pesantren yang sangat modern dan bagus infrastrukturnya, tapi ada juga pesantren yang infrastrukturnya tidak bisa menjalankan protokol Covid-19," ujarnya. Ia mengatakan, draf final panduan Kemenag akan diumumkan selepas rapat dengan wakil presiden.
Daerah siapkan ponpes
Sejumlah daerah menyatakan akan mematangkan dimulainya aktivitas di pondok pesantren (ponpes). Protokol ketat direncanakan untuk mewujudkan rencana tersebut.
Di Jawa Timur yang sejauh ini masih menjadi salah satu episentrum Covid-19 di Indonesia, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menyatakan, Ponpes Lirboyo, Kota Kediri, disiapkan menjadi pesantren tangguh Covid-19. "Pesantren Lirboyo ini sudah disiapkan oleh Kapolresta Kediri dengan beberapa item untuk bisa menjadi pesantren tangguh yang diharapkan akan menjadi referensi bagi pesantren-pesantren lainnya," kata Khofifah di Surabaya, Senin (8/6).
Khofifah menekankan, seluruh elemen pondok pesantren, baik santri, pengurus, ustaz, maupun ustazah harus betul-betul menerapkan pola hidup sehat. Kemudian, pesantren harus membentuk tim khusus yang menyiapkan fasilitas kebersihan. Misalnya, menyediakan air mengalir yang memungkinkan para santri, ustaz, dan ustazah bisa mencuci tangan ketika berkegiatan. Juga menyiapkan hand sanitizer atau cairan antiseptik. "Komponen terakhir adalah TOPP (tanaman obat pondok pesantren). Jadi pesantren harus memiliki tanaman obat," ujarnya. Khofifah mengatakan, selain Lirboyo, Pemprov Jatim juga telah melakukan intervensi di Ponpes Al-Falah, Ploso, Kediri.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Jabar) juga mematangkan standar operasional prosedur (SOP) terkait Protokol Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) yang segera diterapkan di lingkungan pondok pesantren.
Menurut Wakil Gubernur Jabar Uu Ruzhanul Ulum, protokol kesehatan ini penting mengingat kondisi pesantren, yang dihuni ratusan hingga ribuan santri. Dengan begitu, cukup rawan terjadinya kerumunan yang dikhawatirkan akan terjadi penyebaran virus. "Pak gubernur barusan sudah memberikan sign kepada kami bahwa untuk kembalinya para santri ke pesantren, dan pesantren bisa menerima murid baru. Intinya beliau menyetujui," katanya, Senin (8/6).
Uu mengatakan, beberapa contoh protokol kesehatan yang tertera pada SOP AKB di lingkungan pesantren. Seperti seluruh santri di lingkungan ponpes harus memakai masker, pengecekan suhu tubuh, mencuci tangan setiap beraktivitas, pengurus ponpes pun harus menyiapkan fasilitas cuci tangan/hand sanitizer di beberapa titik di lingkungan ponpes.
Selanjutnya, menurut dia, ponpes juga harus mengecek secara rutin kesehatan para ustaz atau pengajar. Untuk menjaga imunitas, para penghuni ponpes juga dianjurkan mengonsumsi vitamin untuk menjaga daya tahan tubuh. Tak boleh ketinggalan, setiap fasilitas ponpes juga harus dibersihkan dengan disinfektan.
Selain itu, dia mengatakan, pondok pesantren juga harus menyiapkan ruang isolasi proporsional, disesuaikan dengan jumlah santri, sebagai tindakan pertama jika ada kasus agar tidak menularkan ke santri lain. Bila ditemui kasus, segera hubungi layanan kesehatan.
Menurut Uu, poin- poin tersebut belum ditetapkan secara resmi karena masih terus dikaji. Pemprov Jabar pun masih mendengar dan menampung masukan dari para kiai, juga para ahli dan pihak terkait lainnya.
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Semarang juga segera membahas kesiapan pondok pesantren di daerahnya. “Pemkab Semarang perlu untuk membahas kesiapan ponpes dalam menyambut ‘santri kembali ke pondok’ tersebut,” ujar Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Semarang, Gunawan Wibisono, di Ungaran, Kabupaten Semarang, Senin (8/6).
Sekda mengatakan, beberapa waktu lalu bersama dengan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kabupaten Semarang, pemkab memfasilitasi para santri Kabupaten Semarang yang pulang dari Gontor, Kediri, dan sebagainya.
Maka itu, Pemkab Semarang juga akan mempersiapkan berbagai hal untuk menyambut kedatangan pasar santri dari luar daerah, yang akan kembali mondok di sejumlah pesantren yang ada di wilayah Kabupaten Semarang.
“Rencananya, besok pagi (hari ini--Red), pemkab akan mengoordinasikan untuk membahas bersama dengan pengurus Rabhitah Maahid Islamiyah (RMI), pengelola pondok pesantren se-Kabupaten Semarang serta stakeholder terkait lainnya,” kata Soni, panggilan akrab Gunawan Wibisono.
Ia juga menyampaikan, Pemkab Semarang tentunya akan menyusun protokol kesehatan dan pencegahan standar sebelum santri memasuki pondok pesantren. Dinas Kesehatan melalui puskesmas juga akan menyupervisi lingkungan pondok masing- masing. “Misalnya, terkait dengan bagaimana penerapan physical distancing di lingkungan pondok, lalu bagaimana pembiasaan perilaku menjaga kesehatan dengan kebiasaan mencuci tangannya,” katanya.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.