Ekonomi
BP Tapera akan Kelola Aset Wakaf
BWI siap berkoordinasi dengan BP Tapera dalam menyusun skema pengelolaan aset.
JAKARTA -- Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) siap berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk mengkaji pemanfaatan aset wakaf dalam pembangunan perumahan. Deputi Komisioner Bidang Pemanfaatan Dana BP Tapera Ariev Baginda Siregar mengatakan, pihaknya saat ini akan berkoordinasi dengan Badan Wakaf Indonesia (BWI) untuk menyusun regulasi dan skema pengelolaan wakaf tersebut.
"Tidak mungkin kita jalan sendiri. Apa-apa yang diperlukan, kita mintakan ke BWI," kata Ariev kepada Republika, Ahad (7/6).
Ariev menjelaskan, saat ini sumber dana BP Tapera yang utama berasal dari Taperum PNS dan akan menjadi saldo awal. Dari semua PNS yang terdaftar, menurut Ariev, terdapat dana sekira Rp 9 triliun yang akan menjadi saldo awal BP Tapera. Setelah itu, BP Tapera juga akan mendapatkan pengalihan program fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP).
Selanjutnya, Ariev mengatakan, BP Tapera juga bisa mendapatkan sumber dana dari lembaga filantropi atau wakaf. Menurut Ariev, dana wakaf tersebut termasuk untuk mengakomodasi peserta yang ingin pengelolaan dananya mengikuti aturan syariah.
"Misalnya, karena peserta syariah tidak bisa dicampur dengan konvensional ada yang tidak mau pakai riba, jadi daftar keanggotaan di syariah,? kata Ariev.
Terkait pengelolaan aset wakaf, BP Tapera masih akan berkoordinasi lagi dengan BWI. Menurut dia, terdapat sejumlah skema penempatan dana wakaf, antara lain, wakaf tunai temporer atau wakaf tunai perpetual.
Penggunaan wakaf tunai temporer dapat dilakukan dengan tenor yang sudah disepakati antara nazir dan BP Tapera. Wakaf tunai itu akan dikelola BP Tapera dan dikembalikan beserta pengembangan dananya ke nazir setelah tenor berakhir. Sementara, untuk wakaf tunai perpetual, BP Tapera dapat kembali menggunakan dana tersebut.
Sebelumnya, Komisioner BP Tapera Adi Setianto mengatakan, pihaknya akan banyak terlibat dalam pemanfaatan aset wakaf. Selain dengan BWI, BP Tapera juga sudah berkoordinasi dengan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI).
Adi mengungkapkan, banyak tanah-tanah yang diwakafkan dan dapat digunakan untuk membangun perumahan dengan cara sewa. Cara tersebut, menurut dia, ada kemungkinan dikhususkan untuk peserta mandiri Tapera yang kriterianya berpenghasilan di bawah upah minimum regional (UMR).
"Jadi, banyak sekali opsi yang bisa menjawab terkait kebutuhan perumahan," tutur Adi.
Wakil Bendahara yang juga anggota divisi Pengelolaan dan Pemberdayaan Wakaf BWI, Rachmat Ari Kusumanto, menyampaikan, ada beberapa poin yang menjadi catatan dalam koordinasi yang sempat dilakukan pihaknya dengan BP Tapera.
Pertama, penggunaan dana wakaf, khususnya dana wakaf tunai, harus menghasilkan imbal hasil yang maksimal. Minimal, imbal hasil mengikuti suku bunga Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) ditambah 0,5 persen. Rachmat mengatakan, saat itu pihak Kementerian PUPR belum bisa memenuhi standar tersebut.
Kemudian, terkait penggunaan harta benda wakaf tidak bergerak, seperti tanah, bisa dilakukan sepanjang kerja sama berupa sewa lahan dengan jangka waktu yang panjang, yaitu 25 tahun, bahkan sampai 99 tahun.
Kendati demikian, Rachmat menyoroti, skema Tapera yang mendorong kepemilikan rumah tidak cocok dengan skema pengelolaan wakaf tersebut. Hal ini karena skemanya harus berbasis sewa. Misalnya, di atas tanah wakaf dibangun rusunawa dengan berjangka waktu tertentu dan penerima manfaatnya menyewa unit.
Rachmat menambahkan, hingga saat ini belum ada pembahasan lebih lanjut terkait pemanfaatan wakaf dengan BP Tapera. Namun, BWI terbuka untuk kembali berdiskusi menyesuaikan skema Tapera dengan ketentuan pengelolaan wakaf yang sudah ada.
Pemanfaatan tanah wakaf untuk perumahan warga pernah dilakukan sebelumnya. Wakil Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI) Imam T Saptono menyampaikan, konsep ini pernah diujicobakan dengan skema sewa.
Pemanfaatan tanah wakaf untuk perumahan warga pernah dilakukan sebelumnya.IMAM T SAPTONO, Wakil Ketua Badan Wakaf Indonesia
"Sudah pernah diujicobakan oleh pemerintah dan nazir NU berupa pembangunan rusunawa di Bojonegoro beberapa tahun yang lalu," katanya kepada Republika, Ahad (7/6).
Imam menyampaikan, konsep pemanfaatan tanah wakaf untuk pembangunan perumahan dengan pola sewa sangat mungkin dilakukan. Syaratnya, tidak bertentangan dengan tujuan pemanfaatan yang dimaksudkan oleh wakif di dalam ikrar wakafnya.
Bahkan, kata Imam, konsep ini sebenarnya lebih menguntungkan karena waktu balik modalnya bisa lebih pendek. Ini karena proyek tidak membutuhkan dana untuk investasi tanah sehingga bisa lebih murah.
Ikhtiar menjaring peserta swasta
Pengesahan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) menjadi polemik. Salah satu isu yang mencuat karena penyelenggaraan Tapera bersifat wajib, termasuk untuk pekerja di lembaga swasta.
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Pengeluaran Kunta Wibawa Dasa Nugraha mengatakan, terdapat masa transisi tahapan peserta Tapera. Kunta menegaskan, meskipun semua pekerja wajib menjadi peserta, pada tahap awal tidak dilakukan keseluruhan.
"Sudah disampaikan Badan Pengelola (BP) Tapera, wajib ini (menjadi peserta Tapera) ada transisinya dalam tujuh tahun. (Pekerja swasta) tidak harus sekarang," kata Kunta, pekan lalu.
Kunta menjelaskan, dalam masa transisi, BP Tapera akan fokus kepada peserta aparatur sipil negara (ASN), BUMN, BUMD, BUMDes, serta TNI dan Polri. Baru setelah itu, BP Tapera akan fokus kepada peserta pekerja swasta dan mandiri.
Meskipun begitu, pada masa transisi, menurut Kunta, tidak menutup kemungkinan terdapat pekerja swasta atau mandiri yang menjadi peserta. "Yang ingin mendaftar sekarang monggo, tapi wajibnya setelah tujuh tahun," ungkap Kunta.
Deputi Komisioner BP Tapera Eko Ariantoro mengatakan, sudah menyusun peta jalan dan menentukan target peserta iuran Tapera. Eko memastikan, target tersebut sesuai dengan arah an dan persetujuan komitmen dalam renstra yang telah ditetapkan. "Dalam lima tahun periode pertama, BP Tapera beroperasi sampai 2024, target kami sekitar 13 juta peserta," kata Eko.
Dia menuturkan, target tersebut dapat terpenuhi pada 2024. Saat ini, terdapat sekira 4,2 juta peserta eks Bapertarum-PNS yang nantinya akan menjadi peserta awal program Tapera. "Kami juga telah memetakan berapa sebenarnya potensi peserta BP Tapera untuk lima tahun ke depan," ujar Eko.
Sementara itu, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyatakan keberatan dengan kewajiban pihak swasta mengikutsertakan pegawainya dalam program Tapera. "Apindo konsisten dari awal kita keberatan dengan program itu. Kita memandang PP Tapera tidak perlu ada karena kita punya BPJS Ketenagakerjaan, di dalamnya ada program Jaminan Hari Tua dan Jaminan Pensiun," kata Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani kepada Republika.
Di PP Tapera disebutkan, bisa dialokasikan 30 persen dari dana kelola Jaminan Hari Tua untuk perumahan pekerja.HARIYADI SUKAMDANI, Ketua Umum Apindo
Ia menuturkan, dana kelola dua program jaminan sosial itu bisa digunakan untuk perumahan, terutama program Jaminan Hari Tua. Hal itu pun sudah ada dalam PP Nomor 55 Tahun 2015. "Di PP itu disebutkan, untuk membantu program perumahan pekerja, bisa dialokasikan 30 persen dari dana kelola Jaminan Hari Tua untuk perumahan," tuturnya.
Hariyadi menyebutkan, saat ini dana kelola Jaminan Hari Tua BPJS Ketenagakerjaan sudah mencapai Rp 300 triliun. Melalui program Tapera, gaji pekerja harus dipotong 2,5 persen untuk iuran, sementara 0,5 persen dibayarkan oleh perusahaan. Hal itu dinilai memberatkan dunia usaha, khususnya para pekerja.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.