Tajuk
Waspada Stagflasi!
Tentu, kita berharap perekonomian nasional tak mengalami stagflasi.
Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data inflasi pada Mei 2020. Berdasarkan data BPS, inflasi pada Mei sebesar 0,07 persen. Angka ini turun tipis ketimbang bulan sebelumnya, 0,08 persen.
Namun, inflasi Mei ini anjlok dibandingkan inflasi periode yang sama tahun lalu. Mengingat, Mei 2020 ada Idul Fitri, yang kebiasaan tahun-tahun sebelumnya, saat momentum ini justru inflasi melonjak.
Catatan BPS menyebutkan, pada Juni 2019 saat Idul Fitri, inflasi mencapai 0,55 persen. Penurunan yang cukup tajam bila disandingkan dengan inflasi Mei 2020 yang 0,07 persen.
Perdagangan global yang seret menjadi salah satu penyebab utama tingkat inflasi banyak negara rendah, bahkan deflasi.
Memang, ada jurang peristiwa berbeda antara Idul Fitri tahun ini dan tahun-tahun sebelumnya. Perbedaan mendasar ada pada mewabahnya Covid-19 mulai awal tahun ini. Pandemi korona memukul telak perekonomian nasional sebagaimana ekonomi global.
Di level nasional, penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di beberapa daerah memengaruhi penurunan permintaan barang dan jasa, demikian pula aktivitas ekonomi lainnya. Dari sisi pasokan, dampak PSBB menyebabkan adanya perlambatan produksi.
Kendati begitu, menurut BPS, inflasi rendah pada Mei 2020 turut disumbang terkendalinya harga bahan pangan. Rantai pasokan yang terjaga menyebabkan kelompok pengeluaran makanan, minuman, dan tembakau menyumbang deflasi.
Gerak landai hampir semua pengeluaran itu dikecualikan pada sektor transportasi yang berkontribusi inflasi tertinggi selama Mei. Namun, inflasi dari tarif angkutan selama Ramadhan dan Lebaran tahun ini jauh lebih rendah daripada periode sama tahun lalu.
Dampak pandemi Covid-19 juga dirasakan negara tetangga. Lesunya tingkat inflasi di Indonesia dialami Filipina dan Singapura yang masing-masing mengalami deflasi 0,1 persen per April 2020. Vietnam mengalami deflasi 1,5 persen dan Cina 0,9 persen.
Bila penderitaan serupa ini dialami banyak negara, bisa dipastikan penyebabnya mirip. Perdagangan global yang seret menjadi salah satu penyebab utama tingkat inflasi banyak negara rendah, bahkan deflasi.
Sisi permintaan telah terjun bebas. Inflasi rendah bukan karena stabilnya harga kebutuhan pokok, tapi yang perlu diwaspadai bila daya beli yang turun. Ramadhan dan Lebaran mestinya mengangkat permintaan bahan pangan, pakaian, ataupun alas kaki.
Namun, daya ungkitnya relatif rendah sehingga tak mampu mengatrol sisi permintaan. Selain PSBB, rendahnya tingkat daya beli masyarakat patut diwaspadai menjadi penyebab. Bisa pula karena mereka memilih berhemat atau menyeleksi kebutuhan yang dibeli.
Masyarakat lebih memilih untuk menyimpan uangnya, baik dalam bentuk tunai maupun tersimpan di bank. Perlu ditelaah lebih detail, kelompok masyarakat seperti apa yang memilih menabung di bank ketimbang membelanjakan uangnya.
Bila semangat gotong royong ini menjadi kesadaran bersama, tantangan ke depan bisa lebih ringan diatasi.
Kalau di level masyarakat berpunya, ada baiknya memiliki kesadaran berbagi, membantu masyarakat yang kekurangan. Tak semestinya mereka mengekep uangnya, tidak diputar ke sektor riil, ke pedagang kecil, pengusaha mikro, hingga karyawan yang di-PHK.
Tak sedikit di antara saudara kita yang sudah tak lagi punya dana simpanan. Gotong royong dan solidaritas sebagai satu bangsa diuji di sini.
Bila semangat gotong royong ini menjadi kesadaran bersama, tantangan ke depan --yang tak hanya deflasi yang mencerminkan lesunya daya beli masyarakat-- bisa lebih ringan diatasi. Ketika inflasi lesu, bahkan terjadi deflasi, tingkat pengangguran akan naik.
Jumlah rakyat miskin bakal bertambah banyak. Ekonomi tak lagi berputar, tak lagi tumbuh. Dalam kondisi begini, stagflasi menjadi ancaman, bukan hanya deflasi.
Stagflasi terjadi saat pertumbuhan ekonomi menurun terus disertai pengangguran yang meningkat dalam waktu bersamaan. Stagflasi diambil dari istilah ‘stagnasi’ dan ‘inflasi’. Stagnasi adalah mandeknya perekonomian. Adapun inflasi adalah harga barang yang naik terus.
Tentu, kita berharap perekonomian nasional tak mengalami stagflasi ini. Pada masa sulit pandemi Covid-19 harus menjadi peluang kita memajukan perekonomian nasional. Sinergi dan semangat gotong royong untuk bersama memajukan Indonesia adalah keniscayaan.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Komentar
Gunakan Google Gunakan Facebook