Jawa Timur
Menyulap Selokan Jadi Sumber Ketahanan Pangan
Menyulap kampung sebagai urban farming yang dapat dinikmati semua warga.
OLEH WILDA FIZRIYANI
Di tengah ketidakpastian berakhirnya pandemi Covid-19, masyarakat mulai kembali memanfaatkan potensi yang ada di sekitarnya sebagai lumbung pangan. Mulai dari memanfaatkan lahan untuk bercocok tanam, memaksimalkan teknologi untuk bertani di lahan minim, hingga menyulap tempat penampungan air menjadi kolam ikan.
Kampung Glintung di Kota Malang menjadi salah satu wilayah yang juga memanfaatkan kondisi di sekitar. Kampung ini bahkan sudah dinobatkan sebagai Kampung Tangguh Covid-19. Masyarakat di kampung ini menyulap selokan yang ada di wilayah mereka menjadi kolam produktif. Tujuannya, dengan seluruh sumber daya yang ada, masyarakat di Kampung Glintung ingin bertahan di tengah pandemi.
Koordinator Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) Kelurahan Purwantoro, Ageng Wijaya Kusuma, mengatakan, warga RW 5 Glintung Kelurahan Purwantoro memang menjalankan program Glintung Water Street (GWS). Program ini menyulap kampung sebagai urban farming dengan beberapa fungsi yang dapat dinikmati semua warga.
"Selokan disulap dan difungsikan sebagai kolam ikan nila, mujair, dan lele yang sengaja dipelihara agar dapat dinikmati warga setempat," kata Ageng dalam keterangan tertulis yang diterima Republika, Rabu (27/5). Selain ikan, warga Glintung menanam aneka sayuran di sepanjang jalan. Melalui penempatan sayuran dan ikan di sepanjang jalan serta saluran air, warga dapat menikmatinya saban waktu. Hal ini terutama ketika sayuran dan ikan sudah siap dikonsumsi warga.
Menurut Ageng, GWS merupakan salah satu program kampung tangguh yang berkesinambungan. Program ini dapat dinikmati warga yang terdampak Covid-19 secara gratis. Apalagi, banyak warga secara sukarela turut berdonasi bahan makanan. "Ya, seperti beras, ikan, gula, kecap, minyak goreng, dan sembako lainnya. Warga dapat mengambil bahan pangan tersebut sesuai kebutuhan,“ ujar Ageng.
Ia mengeklaim, antusiasme warga sangat besar untuk terlibat secara langsung dalam program Kampung Tangguh Glintung. Ageng optimistis program ini dapat terus berlanjut meski pandemi telah usai. Tujuan jangka panjangnya, warga kampung bisa memenuhi kebutuhan makan sehari-hari secara mandiri. “Kita tidak tahu kapan pandemi ini berakhir. Karena itu, sangat penting bagi semua warga saling bahu-membahu mengatasi pandemi dan segala bentuk dampaknya secara kreatif dan bersama-sama,” kata Ageng.
Program GWS digagas BKM melalui program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU). Program ini juga berkolaborasi dengan sivitas akademika Universitas Islam Negeri (UIN) Malang, Kepolisian Resort Kota (Polresta) Malang, dan warga setempat. Tujuannya, untuk menggalakkan Kampung Tangguh, yakni tangguh pada tiga aspek, ketahanan pangan, kesehatan, dan keamanan.
Ketahanan pangan diwujudkan melalui program TELOLET (penanaman Terong, Lombok, pemeliharaan Lele, dan tanaman Tomat) serta melinjo gratis untuk warga setempat. Ketahanan kesehatan berarti warga secara rutin melakukan penyemprotan disinfektan dua kali dalam sepekan di lingkungan RW 5, Kelurahan Purwantoro, Kota Malang.
Warga juga menyediakan ruang isolasi untuk warga dengan status ODP atau PDP Covid-19 dan alat pelindung diri (APD), termasuk pemasangan tempat cuci tangan lengkap dengan sabun cuci tangan di setiap sudut gang. Sivitas akademika UIN Malang juga turun langsung memberikan pelatihan pemulasaraan jenazah positif Covid-19 kepada warga setempat.
Hal ini dilakukan agar masyarakat teredukasi secara baik mengenai Covid-19. Untuk aspek Ketangguhan keamanan, pihaknya melakukan jaga poskamling dan pembuatan portal. Upaya ini dilakukan dengan melibatkan Kapolresta Malang Kota. Kepolisian memberikan motivasi dan pelatihan untuk menjaga keamanan lingkungan.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.