Kabar Utama
Selamatkan Pers Nasional
Peran media sangat penting sebagai pemberi informasi akurat di tengah pandemi.
JAKARTA -- Perkumpulan jurnalis dan perusahaan media yang tergabung dalam Tim Media Task Force Sustainability mendorong negara memberikan sejumlah insentif ekonomi kepada pers. Di masa pandemi Covid-19, industri media terkena dampak dalam memproduksi informasi. Padahal, peran media sangat penting karena sebagai jembatan yang memberikan informasi akurat kepada masyarakat.
Selain itu, sebagai pilar demokrasi, media juga berperan penting menjaga kebijakan pemerintah agar tetap berpihak kepada masyarakat.
Anggota Dewan Pers Arif Zulkifli mengatakan permintaan insentif untuk pers tidak semata-mata untuk kepentingan perusahaan saja. Namun, dia menegaskan, pers yang sehat merupakan pilar penting di dalam negara demokrasi.
"Ini demi kepentingan publik, karena tanpa infromasi yang kredibel, teruji, publik akan tidak punya informasi yang akurat, dan kita tidak punya alat ukur untuk menentukan arah dari pandemi ini," kata Arif dalam konferensi video, Rabu (14/5).
Ia mengatakan, insentif yang diminta sebenarnya hanya agar perusahaan media dapat bertahan. Sebab, pers amat dibutuhkan di tengah krisis yang diakibatkan oleh pandemi Covid-19. Arif menegaskan, meskipun menerima banyak insentif, media tidak akan kehilangan independensinya. Sebab, insentif yang diberikan bersumber dari rakyat dan dikembalikan untuk rakyat melalui informasi-infrormasi yang akurat.
"Peran media begitu strategis. Harus tetap mampu menyelenggarakan sistem pertukaran informasi agar informasi tidak dimonopoli oleh medsos," kata Arif.
Ketua Harian Serikat Perusahaan Pers (SPS) Pusat Januar P Ruswita menjelaskan, ada tujuh poin insentif yang diharapkan dapat diberikan pemerintah. Pertama, mendorong negara untuk tetap mengalokasikan dana sosialisasi kebijakan, program atau kampanye penanggulangan Covid-19 untuk pers. Kedua, negara didorong memberikan subsidi harga kertas bagi perusahaan pers cetak sebesar 20 persen dari harga perkilogram. Ia menjelaskan, biaya kertas mencapai hampir 55 persen dari biaya produksi media cetak.
Poin yang ketiga adalah mendorong negara agar memberi subsidi listrik untuk perusahaan pers sebesar 30 persen dari tagihan Mei hingga Desember 2020. Sebab, menurut Januar, kemungkinan besar pandemi ini akan benar-benar berakhir pada akhir tahun.
Keempat, memberikan kredit berbunga rendah atau berjangka panjang melalui bank BUMN untuk perusahaan pers. "Kita tahu, banyak teman-teman di media kesulitan menggaji karyawannya untuk operasional, sehingga dibutuhkan stimulus perbankan," kata Januar.
Poin kelima, mendorong negara menangguhkan kewajiban karyawan untuk membayar iuran BPJS Ketenagakerjaan selama masa pandemi. Keenam, pemerintah didorong menanggung kewajiban karyawan dan perusahaan pers untuk membayar iuran BPJS Kesehatan selama masa pandemi. "Tanpa mengurangi manfaat yang seharusnya diperoleh oleh karyawan," kata Januar menambahkan.
Peran media begitu strategis. Harus tetap mampu menyelenggarakan sistem pertukaran informasi agar informasi tidak dimonopoli oleh medsos.
Permintaan terakhir adalah mendorong negara memaksimalkan pemungutan pajak pendapatan dari perusahaan platform global yang beroperasi di Indonesia. Ia mencontohkan Google, Facebook, Youtube, Twtiter, dan lain sebagainya perlu dipungut pajak agar persaingan usaha media sehat dan setara.
Januar menjelaskan, platform global ini banyak menarik pendapatan media online. Konten yang disajikan sering kali bersumber dari media nasional. Sementara, jurnalis di media nasional secara operasional mengeluarkan biaya besar untuk mencari informasi.
Ketua Forum Pemimpin Redaksi Kemal Gani menegaskan, apabila media semakin terdampak, akan ada masalah serius yang terjadi di masyarakat. Sebab, informasi yang beredar menjadi tidak kredibel dan hanya bersumber dari media sosial.
"Dalam usulan itu, penting bagaimana kita bisa tetap beroperasi dengan wajar dan baik sehingga dapat menjalankan fungsinya untuk memberikan informasi," kata Kemal.
Pengamat pers, Masduki, menilai pandemi Covid-19 telah menjadi krisis ketiga bagi pers pasca-reformasi. Hal itu antara lain ditandai oleh menurunnya pendapatan iklan, waktu operasional yang terbatas, sirkulasi yang terhambat, hingga hambatan pada wartawan dalam memenuhi kebutuhan dasarnya maupun dalam melakukan kegiatan jurnalistik.
"Krisis ini jauh lebih dahsyat dari segi dampaknya (ketimbang krisis pertama dan krisis kedua-Red) karena krisis ini dirasakan secara kolektif dan menyeluruh," ujar Masduki yang juga ketua Pemantau Regulasi dan Regulator Media (PR2Media), belum lama ini.
Krisis pertama, ujar Masduki, adalah repolitisasi yang terjadi sejak 2004. Sedangkan krisis kedua adalah serbuan teknologi digital. Menurut dia, pemerintah bisa menjadi pihak yang menyelematkan pers pada krisis ketiga saat ini.
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Bidang Perekonomian Iskandar Simorangkir sebelumnya memastikan, perusahaan pers masuk dalam kelompok dunia usaha tambahan yang mendapatkan insentif pajak. Industri media tergolong dalam sektor informasi dan komunikasi.
Iskandar mengatakan, penentuan perusahaan pers sebagai Klasifikasi Baku Lapangan Usaha di Indonesia (KBLI) sudah berdasarkan diskusi dengan Kementerian Keuangan. Insentif pajak merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 23 Tahun 2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Wabah virus Corona. Salah satunya, pembebasan Pajak Penghasilan (PPh) 21 karyawan yang akan ditanggung 100 persen oleh pemerintah. Yang akan ditanggung adalah pekerja dengan pendapatan maksimal Rp 200 juta per tahun.
Pembebasan berlaku selama enam bulan, yakni April sampai dengan September. Selain PPh2 1, perusahaan pers juga mendapat pembebasan PPh Pasal 22 impor dan pengurangan angsuran PPh Pasal 25 sebesar 30 persen dari angsuran yang seharusnya terutang.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.