Hikmah
Ramadhan dan Penyucian Jiwa
Oleh DINDIN JAMALUDDIN
Oleh DINDIN JAMALUDDIN
Hidup manusia tidak selalu sesuai apa yang diharapkan. Acap kali turun naik, sedih dan bahagia. Dibutuhkan momentum untuk mengembalikan jati diri manusia untuk berada pada dimensinya yang utuh.
Ramadhan menjadi momentum yang diciptakan oleh Allah SWT, Sang Pencipta, untuk menjadikan manusia mengetahui dirinya. Alquran (yang di dalamnya terdapat perintah diwajibkannya shaum pada bulan Ramadhan) menjadi penyembuh saat manusia terlalu superior atau merasa inferior dalam hidupnya.
Alquran beberapa kali menunjukkan dirinya sebagai penyembuh, dengan menggunakan term syafaa dan derivasinya, yakni: Serta melegakan hati orang-orang yang beriman (QS at-Taubah: 14), Dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada (QS Yunus: 57), Dari perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia (QS an-Nahl: 69), Dan Kami turunkan dari Alquran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman (QS al-Israa’: 82), Dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku (QS asy-Syu’araa’: 80), Katakanlah: Alquran itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang mukmin (QS Fussilat: 44).
Dalam diri manusia ada ‘aql (akal), qalb (hati), nafs (jiwa), dan ruh. Menurut al-Ghazali, hal itu merupakan entitas yang sama, tetapi saling berkaitan dengan pembahasan yang berbeda-beda. Dalam konteks penyucian jiwa pada bulan Ramadhan, baik akal, hati, jiwa, ataupun ruh tidak dapat berdiri sendiri. Proses itu akan bergantung bagaimana akal, hati, dan ruh ditempatkan.
Jika jiwa terus disucikan melalui ibadah pada bulan Ramadhan, tapi akal ditempatkan untuk mendatangkan keuntungan semata, niscaya Ramadhan akan menjadi seperti bulan biasanya. Hal tesebut berbanding terbalik dengan apa yang dicontohkan Rasulullah SAW dengan sangat sederhana pada saat berbuka: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasanya berbuka dengan ruthab (kurma basah) sebelum menunaikan shalat. Jika tidak ada ruthab, beliau berbuka dengan tamar (kurma kering). Dan, jika tidak ada yang demikian, beliau berbuka dengan seteguk air (HR Abu Daud no 2356 dan Ahmad, 3/164).
Ramadhan disediakan oleh Allah SWT sebagai salah satu wahana penyucian diri. Apalagi, shaum Ramadhan pada tahun ini yang disertai dengan wabah korona menuntut kita untuk lebih maksimal dalam menata ‘aql (akal), qalb (hati), nafs (jiwa), dan ruh. Keseimbangan menjadi langkah penting dalam proses penyucian jiwa seseorang. Seorang papa, tentu tidak diminta untuk memberi, bahkan ia berhak menerima. Namun, jangan sampai orang yang pantas memberi, mencari-cari alasan untuk dapat menerima. Wallaahu a‘lam.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.