Kabar Utama
'Masih Banyak yang Lebih Berhak Dapat Bansos'
Gerakan mengembalikan bansos kepada yang berhak terjadi di sejumlah tempat.
Oleh EKO WIDIYATNO, M FAUZI RIDWAN
Rasa kepedulian warga terhadap sesama terus menguat di tengah pandemi Covid-19. Menurut pantauan Republika, cukup banyak warga yang mengembalikan bantuan sosial (bansos) karena merasa masih ada warga lain yang lebih berhak.
Seperti yang dilakukan Irma, warga Dusun Bontocinde, Desa Bontoramba, Kecamatan Pallangga, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Irma memang penerima Program Keluarga Harapan (PKH) yang notabene warga prasejahtera. Namun, Irma tak lantas mengambil begitu saja bansos yang ia terima.
Akhir pekan lalu, ia mengembalikan paket bantuan berupa sembilan bahan pokok (sembako) karena baru saja menerima bantuan lainnya dari Kementerian Sosial (Kemensos). "Masih banyak di luar sana yang lebih berhak. Banyak orang sekarang tidak kerja karena korona dan mereka itu berhak dapat bantuan sembako. Kalau saya, sudah dapat bantuan PKH," kata Irma, akhir pekan lalu, kepada Antara.
Irma mengatakan, dirinya menerima bantuan rutin dari program PKH. Menurut dia, bantuan PKH sudah cukup membantu kebutuhan keluarganya. Ia menerima bantuan tersebut selama tiga kali, yaitu pada bulan pertama atau Februari 2020 sebesar Rp 300 ribu, lalu sebesar Rp 400 ribu pada bulan kedua, dan Rp 150 ribu pada bulan ketiga.
Saya juga takut nanti tidak halal, tidak berkah.
Keputusan Irma yang kesehariannya menjadi ibu rumah tangga ini setelah mendapatkan informasi dari suaminya bahwa penerima PKH tidak boleh mendapatkan bantuan lainnya. Karena tidak boleh mendapatkan dua bantuan, ia mengembalikan paket tersebut. "Saya juga takut nanti tidak halal, tidak berkah," kata Irma.
Irma bukan satu-satunya warga yang mengembalikan bansos. Hal serupa dilakukan Daeng Saralia, warga Lingkungan Parang, Kelurahan Lanna, Kecamatan Parangloe. Mereka semua mengembalikan bantuan sembako karena mengetahui ada banyak warga lainnya yang terdampak Covid-19.
Sekretaris Camat Pallangga Syahrial mengapresiasi keputusan yang dilakukan warganya. Ia pun telah melaporkan hal tersebut kepada camat Pallangga untuk diteruskan kepada Bupati Gowa Adnan Purichta Ichsan.
"Bapak Bupati memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada Ibu Irma, beliau pun mengarahkan kami untuk memberikan perhatian kepada ibu ini secara pribadi karena kejujurannya," kata Syahrial memuji Irma.
Camat Pallangga Taufik M Akib menilai keputusan warga mengembalikan paket sembako karena telah mendapatkan bantuan program sosial merupakan sebuah kejujuran dan menunjukkan tingginya rasa kepedulian terhadap sesama. Apalagi, menurut Taufik, warganya tergolong masyarakat prasejahtera, tetapi rela mengembalikan bantuan sembako dari pemerintah untuk diserahkan kembali ke masyarakat yang lebih membutuhkan.
"Ini merupakan contoh yang patut diteladankan bagi kita semua untuk membantu warga yang membutuhkan bantuan, menolong orang yang dalam kesusahan. Apalagi di bulan suci Ramadhan, terlebih lagi di tengah pandemi Covid-19 ini," ucap Taufik
Gerakan mengembalikan bansos kepada yang berhak turut terjadi di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Ada puluhan warga yang mengembalikan bansos karena merasa bukan haknya.
Awalnya, pada Rabu (6/5) sore, sebanyak 12 warga Desa Sirau mengembalikan bantuan langsung tunai (BLT) kepada Bupati Banyumas Achmad Husein. ''Bantuan yang diserahkan warga merupakan bantuan BLT Kemensos yang nilainya Rp 600 ribu per bulan. Warga penerima memutuskan untuk mengembalikan karena merasa tidak berhak menerima bantuan,'' kata Kepala Desa Sirau, Kecamatan Kemranjen, Mualiful Khasan.
Salah satu warga, Siti Chasanah, mengaku ikhlas mengembalikan BLT tersebut. Meski tidak terlalu kaya, dia menyebut ada warga lain yang kurang mampu dan lebih membutuhkan bantuan. ''Saya menyerahkan kembali kepada pemerintah untuk diserahkan kepada yang lebih berhak,'' kata warga RT 02, RW 06, Desa Sirau, tersebut.
Tidak berhenti di situ, Kamis (7/5) kemarin, sebanyak 14 warga di dua desa yang lain itu mengembalikan BLT. Camat Kemranjen Dwi Irawan Sukma mengatakan, jumlah warga yang mengembalikan bantuan senilai Rp 600 ribu per bulan tersebut berasal dari Desa Karangsalam 4 orang dan dari Desa Kedungpring 10 orang.
''Warga secara sukarela mengembalikan bantuan yang diterima setelah kami bersama pemerintah desa memberi sosialisasi mengenai banyaknya orang miskin yang belum menerima bantuan,'' kata Dwi.
Menurut dia, sosialisasi yang dilakukan pemerintah telah menyentuh hati warga mampu yang semula juga menerima bantuan. Warga tersebut akhirnya memutuskan untuk mengembalikan bantuan tersebut. ''Awalnya, ada yang ingin tetap menerima untuk kemudian disalurkan ke tetangga. Namun, ada yang merasa tidak enak, akhirnya dikembalikan sesuai mekanisme,'' kata dia.
Data bansos
Selain kepedulian warga untuk mengembalikan, fenomena ini juga memperlihatkan bagaimana sengkarut pemerintah mendata warga yang membutuhkan bansos terkini. Sengkarut ini harus segera diselesaikan agar bansos yang disalurkan lebih merata dan tepat.
Pada pertengahan April, misalnya, sejumlah kepala desa di Jawa Barat (Jabar) menolak pemberian bansos dari Pemprov Jabar. Gubernur Jabar Ridwan Kamil dan jajarannya langsung bereaksi, apalagi karena penolakan tersebut disiarkan luas di media sosial dan media massa.
Dari Kota Padang, Sumatra Barat, situasi lain menyeruak. Beberapa ketua rukun tetangga mengeluh kepada pers bahwa mereka mulai waswas. Sebab, saban hari mereka ditanya warga soal penyaluran bansos.
Pendataan bansos di RT tersebut kemudian berjalan lancar. Namun, masalahnya, bansos pun mampir ke lingkungan mereka secara tidak merata. Ada warga yang terdata tetapi belum menerima bantuan, sementara warga lain sudah menerimanya.
Menteri Sosial (Mensos) Juliari Batubara mengakui, bantuan sosial yang disalurkan kepada masyarakat terdampak Covid-19 masih ada yang tidak tepat sasaran. Menurut dia, data yang diterima kementerian berasal dari pemerintah daerah.
"Salah sasaran (bansos), saya kira, bisa diperbaiki. Data diterima dari daerah, daerah paling paham yang terdampak siapa," ujarnya di sela-sela kunjungan sambil menyalurkan bantuan sosial tunai sebesar Rp 600 ribu kepada 13 ribu lebih kepala keluarga di Cimahi, Ahad (10/5).
Juliari kemudian meminta agar masalah tersebut tidak dibesar-besarkan. Pemerintah yakin ketidakakuratan data bisa segera diperbaiki agar lebih tepat sasaran kepada masyarakat.
Ia menambahkan, Kemensos menargetkan bantuan sosial tunai senilai Rp 600 ribu bisa tersalurkan kepada 1,8 juta keluarga di luar wilayah Jabodetabek pada pekan ini. Selain itu, pihaknya menyalurkan bantuan sembako tahap kedua di wilayah DKI Jakarta.
Mensos juga sudah mengingatkan pemerintah daerah agar lebih selektif dan cermat dalam membagikan bantuan sosial yang bersumber dari APBD. Tujuannya agar bansos yang dibagikan daerah tidak tumpang tindih dengan bantuan serupa yang berasal dari pemerintah pusat.
Juliari menjelaskan, data penerima bantuan sosial tunai sebanyak 9 juta warga di luar Jabodetabek dihimpun dari pemda. Artinya, pemda memiliki pengetahuan yang lebih banyak untuk memastikan keluarga mana saja yang sudah mendapatkan bantuan pusat dan keluarga mana yang belum. Bagi yang belum menerima bantuan pemerintah pusat maka akan menjadi prioritas pemerintah daerah.
"Karena datanya dari daerah yang Kemensos terima. Kita harap apabila daerah sudah kirim ke Kemensos untuk terima bansos tunai dari pusat maka tidak diberikan lagi bansos tunai oleh pemda."
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.