Nasional
Presiden: Buka Data Penerima Bansos
Perbedaan kebijakan antarkementerian menghambat proses penyaluran bansos.
JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta agar data penerima bantuan sosial (bansos) dibuka secara transparan kepada publik. Dengan begitu, pemerintah pusat dan daerah dapat segera melakukan koreksi di lapangan jika ditemukan data penerima bansos yang tidak tepat sasaran.
“Saya minta data penerima bansos dibuka secara transparan siapa yang dapat, kriterianya apa, jenis bantuannya apa. Sehingga jelas, tidak menimbulkan kecurigaan-kecurigaan,” kata Jokowi saat membuka rapat terbatas laporan tim Gugus Tugas Percepatan Ppenanganan Covid-19 di Istana Bogor, Senin (4/5).
Bansos yang diberikan kepada masyarakat paling terdampak akibat pandemi Covid-19 beragam sumber dan jenisnya. Tak hanya dari pemerintah pusat, bansos juga datang dari pemerintah daerah. Karenanya, keterbukaan data atau transparansi dalam penerimaannya menjadi kunci untuk memastikan bansos diberikan kepada yang benar-benar berhak.
Dia menyebut, berdasarkan laporan yang diterimanya, seluruh bansos yang diberikan sudah berjalan, baik Program Keluarga Harapan (PKH), paket sembako, Bantuan Langsung Tunai (BLT), dana desa, dan lainnya. Namun, Jokowi meminta agar bansos yang diberikan tersebut tepat sasaran.
“Tetapi saya minta kecepatan agar bansos ini sampai di tangan keluarga penerima betul-betul semakin cepat diterima akan semakin baik. Saya minta pekan ini. Ini sudah semuanya bisa diterima,” ujar Jokowi.
Selain itu, Presiden juga menginstruksikan agar menteri sosial dan juga kepala daerah hingga kepala desa turun ke lapangan menyisir warga yang membutuhkan bansos. “Saya minta juga diberi fleksibilitas juga kepada daerah agar kalau ada warga yang miskin yang belum dapat, dapat segera dicarikan solusinya,” kata dia.
Terakhir, Jokowi ingin agar tiap daerah membuat saluran pengaduan terkait kemungkinan adanya ketidaktepatan dalam penyaluran bansos. Sehingga jika ditemukan penyimpangan dalam pembagian bansos ini dapat segera diketahui.
Dalam kesempatan terpisah, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, menyatakan, pemerintah lebih mendahulukan kecepatan ketimbang ketepatan dalam penyaluran bansos di masa pandemi Covid-19. Pengadministasiannya disebut dapat dilakukan tersendiri tanpa menjadikan kartu tanda penduduk (KTP) dan alamat jelas sebagai prasyarat mendapatkan bansos.
“Presiden mengatakan, harus cepat dan tepat. Tetapi jika pilihannya hanya satu, tepat atau cepat, maka presiden minta agar cepat dulu. Semuanya segera diberi,” ujar dia dalam video singkatnya.
Menurut Mahfud, penyaluran bansos harus lekas dilaksanakan tanpa terhalang masalah administrasi kependudukan. Ia mengatakan, banyak warga miskin yang benar-benar membutuhkan bansos tersebut, tapi tidak memiliki syarat administrasi untuk mendapatkan bansos. “Karena banyak orang tidak punya KTP, tidak jelas rumahnya, tapi jelas-jelas membutuhkan, cepat diberi,” ujar dia..
Soal pengadministrasiannya, kata dia, dapat dilakukan tersendiri setelah bansos tersebut tersalurkan. Karena itu, agar bansos cepat tersalurkan, KTP dan alamat penerima yang jelas, tidak dijadikan sebagai prasyarat untuk mendapatkannya.
Pemerintah memang memprioritaskan warga yang belum terdaftar di Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dalam menyalurkan bansos presiden. Selain itu, warga yang belum menerima bantuan reguler, seperti PKH, Program Sembako, dan bantuan pemerintah provinsi juga akan diutamakan.
“Karena data yang diluar DTKS ini adalah kelompok yang harus mendapat perhatian, terutama mereka yang sebelumnya tidak miskin tiba-tiba menjadi jatuh miskin, sehingga peluang mereka menerima bantuan itu kecil,” ujar Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy.
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng menilai, sejumlah regulasi di tingkat pemerintah pusat tak harmonis dalam penanganan Covid-19. Perbedaan kebijakan antarkementerian soal penerima bantuan menghambat proses penyalurannya.
Dia mengaku menerima keluhan-keluhan dari sejumlah kepala daerah dalam menangani Covid-19 terhadap regulasi yang diterbitkan pemerintah pusat. Misalnya, Kementerian Desa membuat peraturan jika dana desa hanya untuk program padat karya, sedangkan Menteri Dalam Negeri membolehkan dana desa digunakan untuk membeli sembako. Kemudian, Kementerian Desa merevisi kembali kebijakan tersebut yang akhirnya membuat kepala daerah bingung sendiri.
“Ini yang saya bilang sinkronisasi harmonisasi regulasi di pusat kita parah sekali. Kalau kita taat pada asas bahwa yang punya kebijakan itu presiden mestinya para menteri itu hanya menjabarkan di level bawah. Tapi kan faktanya para menteri itu membuat regulasi yang berbeda-beda satu sama lain, ini yang terjadi,” kata Robert.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.