Relawan mendistribusikan bantuan sembako kepada warga yang terdampak kebijakan isolasi wilayah di Desa Jabalsari, Tulungagung, Jawa Timur, Minggu (26/4/2020). Pemerintah daerah setempat memutuskan pemberlakuan isolasi wilayah di Desa Jabalsari, Kecamatan | Destyan Sujarwoko/ANTARA FOTO

Narasi

BLT Dana Desa Cair

Pemerintah mengaku sangat berhati-hati dalam menyalurkan BLT.

JAKARTA – Sebanyak 8.157 desa telah menerima bantuan langsung tunai (BLT) dari dana desa senilai Rp 70 miliar. Masyarakat desa yang mendapatkan realokasi dana desa ini yakni mereka yang mata pencahariannya terdampak akibat pandemi Covid-19, seperti tukang batu dan kuli bangunan atau buruh harian.

Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar mengatakan, penerima BLT dana desa juga bukan mereka yang telah menerima jaring pengaman sosial dari pemerintah, seperti Program Keluarga Harapan (PKH). Dia memastikan, bantuan ini tidak akan tumpang tindih.

“Mereka yang belum mendapatkan jaring pengaman sosial dan korban ekonomi Covid-19 otomatis mendapatkan peluang bantuan langsung dana desa,” ujar Halim dalam konferensi pers secara daring, Senin (27/4).

Agar tidak tumpang tindih dalam penerimaan bantuan, lanjut Halim, perangkat desa akan melakukan pendataan melalui RT kemudian dibawa ke musyawarah desa. Terkait pengawasan, Halim percaya, pemerintah desa, relawan desa, masyarakat, tokoh adat, pemuda, karang taruna PKK bisa memastikan tepat sasaran. Apalagi, hasil pendataan RT/RW ini harus diverifikasi dengan dibawa ke musyawarah desa, jadi banyak orang ikut mengawasi.

Selanjutnya, data tersebut dirujuk ke data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS). Apabila dari data DTKS ditemukan bahwa orang yang bersangkutan belum menerima bantuan pemerintah dalam bentuk apa pun serta mengalami kesulitan mata pencaharian, dipastikan akan mendapatkan BLT dana desa.

 “Jadi, kami yakin benar dan mereka mengerti jangan sampai tumpang tindih. Penerima PKH, BPNT (bantuan pangan nontunai), Kartu Prakerja pasti tidak mendapatkan BLT Dana Desa,” ujar dia.

photo
Petugas menyalurkan bantuan jaring pengaman sosial COVID-19 kepada warga di Desa Alue Raya, Kecamatan Samatiga, Aceh Barat, Aceh, Jumat (24/4). Pemerintah Kabupaten Aceh Barat mengalokasikan anggaran Rp 4,66 miliar yang bersumber dari APBD tahun 2020 untuk disalurkan kepada 17 ribu Keluarga Penerima Manfaat (KPM) yang tersebar di 12 Kecamatan di Kabupaten setempat sebagai jaring pengaman sosial COVID-19 - (SYIFA YULINNAS/ANTARA FOTO)

Halim mengatakan, jika ada suatu desa yang tidak masuk kriteria, seperti desa yang penduduknya bekerja di perkebunan karet dan tidak terdampak Covid-19, kemudian memiliki penghasilan di atas upah minimum kabupaten/kota, tidak perlu diberikan BLT dana desa.

“Kalau situasinya seperti itu, jangan dipaksakan. Makanya Kemendes tidak menentukan batas minimal, tapi maksimal,” kata dia. Halim menyebut, pencairan BLT Dana Desa dilakukan door to door atau dari rumah ke rumah kepada keluarga penerima manfaat (KPM) dengan memperhatikan protokol kesehatan.

Menurut dia, total dana desa yang dialihkan menjadi BLT mencapai Rp 24,47 triliun atau sekitar 30 persen dari total anggaran dana desa yang telah dialokasikan pemerintah dalam APBN 2020 sebesar Rp 72 triliun. BLT Dana Desa sebesar Rp 24,47 triliun itu akan diberikan kepada 12,48 juta keluarga penerima manfaat.

Halim menambahkan, skema penyaluran BLT dana desa ada beberapa. Pertama, untuk desa yang menerima dana desa sebesar Rp 800 juta, alokasi BLT maksimal sebesar 25 persen dari jumlah dana desa. Kedua, mekanisme penyaluran BLT Dana Desa yang mendapatkan besaran Rp 800 juta hingga Rp 1,2 miliar bisa mengalokasikan BLT maksimal 30 persen.

Ketiga, bagi desa yang menerima dana desa Rp 1,2 miliar atau lebih akan mengalokasikan BLT maksimal sebesar 35 persen. Sementara, desa yang memiliki jumlah keluarga miskin lebih besar dari anggaran yang diterima, bisa mengajukan penambahan dana setelah disetujui oleh pemerintah kabupaten/kota.

Pemerintah mengaku sangat berhati-hati dalam menyalurkan BLT kepada masyarakat terdampak Covid-19 yang berdomisili di luar Jabodetabek. Menteri Sosial Juliari Batubara mengatakan, pemerintah pusat dan daerah terus menyinkronkan data penerima bansos agar tidak terjadi penumpukan penerima. 

Rencananya, bansos tunai sebesar Rp 600 ribu per keluarga per bulan akan disalurkan lewat dua mekanisme. Pertama, via transfer bank milik pemerintah (Himbara). Kedua, uang bansos akan dikirim lewat Kantor Pos dan armada motor PT Pos kepada masyarakat yang tidak memiliki rekening bank pemerintah. 

“Bansos tunai ini sudah berjalan walaupun masih belum banyak daerah yang kita lakukan. Karena menyangkut data-data yang kami harus hati-hati. Karena apabila kami nanti mengirimkan uang, salah, tentunya nanti terjadi permasalahan di lapangan yang tidak kami inginkan dan pemda tidak inginkan,” kata Juliari.

Sementara itu, untuk bansos bagi masyarakat Jabodetabek, pemerintah memberikannya dalam wujud paket sembako senilai Rp 600 ribu per keluarga. Bansos bagi warga Jabodetabek ini sudah mulai disalurkan sejak pekan lalu secara bertahap kepada 1,2 juta keluarga di DKI Jakarta dan sekitar 600 ribu di wilayah penyangga ibu kota. 

Diserahkan ke Pemda

Menteri Sosial Juliari Batubara menyerahkan kepada pemerintah daerah untuk mengatur mekanisme distribusi bantuan sosial kepada warga yang sangat terdampak Covid-19. Hal ini disampaikannya menanggapi adanya distribusi bantuan yang tidak merata dan tidak tepat sasaran di berbagai daerah.

"Mekanisme pendataannya atau alokasi per kelurahan/desa diserahkan full ke daerah. Kita tidak mengatur hal tersebut, supaya nanti tidak kacau," kata Juliari seusai mengikuti rapat terbatas dengan Presiden Jokowi, Senin (27/4).

Mensos menyadari, tidak seluruh masyarakat yang terdampak korona akan menerima bantuan sosial ini. Karena itu, ia meminta agar masalah ini diselesaikan bersama-sama baik oleh pemda maupun dibahas bersama antarwarga. "Sudah pasti ada yang tidak terima. Makanya penyelesaiannya silahkan pemda atur. Sebenarnya, dibicarakan antarwarga, dipimpin Ketua RW atau Kepala Desa bisa kok," katanya.

Pemerintah daerah juga diperbolehkan mengajukan data penerima bansos di luar data yang sudah dimiliki pemerintah pusat. "Pemda silakan memberikan nama-nama penerima bansos yang tidak ada di dalam DTKS (data Kemensos). Kami tidak mengunci daerah untuk hanya mengambil data-data yang dari DTKS kami. Tidak sama sekali. Silakan, karena kami tahu, teman-teman di daerah juga sangat memahami apa yang paling baik untuk daerahnya," ujarnya.

Wewenang pemda tersebut menyangkut penyaluran bansos tunai bersumber APBN yang akan disalurkan kepada sekitar 9 juta warga di luar Jabodetabek. Kisaran bantuan yang akan disalurkan sebesar Rp 600 ribu per keluarga selama tiga bulan. Sementara untuk bansos yang bersumber anggaran daerah atau APBD, pemda diberi keleluasaan untuk menentukan sendiri penerimanya. Artinya, pemda tidak perlu mengacu data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) ataupun basis data lain yang digunakan pemerintah pusat dalam menyalurkan bantuan.

Juliari menyampaikan, dengan dibebaskannya pemda menentukan sendiri data penerima bantuan yang bersumber APBD, tidak masalah apabila ada satu keluarga yang menerima bantuan secara dobel. Bantuan yang tidak boleh diterima dobel, kata dia, adalah jenis bantuan yang sumber dananya dari pusat. Misalnya, bansos Kemensos dan bansus dana desa.

"Bansos yang pergunakan APBD, tidak perlu mengecek dulu datanya dengan pusat. Tidak perlu takut kalau ada satu keluarga yang sudah menerima bansos dari pusat, apakah itu bansos sembako atau bansos tunai, mereka takut kalau memberikan lagi bansos dari mereka. Silakan, tidak ada halangan sama sekali," kata Mensos. 

photo
Petugas Pos Indonesia menyerahkan bantuan sosial tunai kepada Keluarga Penerima Manfaat (KPM) di Kampung Pabuaran Cibadak RT 02/03 Kelurahan Cibadak, Tanah Sareal, Kota Bogor, Jawa Barat, Rabu (22/4). - (ARIF FIRMANSYAH/ANTARA)

Validasi 

Bupati Majalengka Karna Sobahi mengatakan, pihaknya mulai memvalidasi kembali data warganya mencegah tumpang-tindih penerima bansos tersebut. Hal itu ditempuh agar terjadi pemerataan dalam penyaluran bantuan tersebut. "Warga tidak mampu dan warga miskin baru (misbar) akan mendapatkan kucuran dana yang telah disiapkan, baik yang bersumber dari APBN, APBD provinsi, APBD Majalengka, dana desa, Baznas Majalengka maupun dana CSR perusahaan serta orang dermawan," ujar dia, kemarin.

Karna berharap segenap elemen masyarakat turut membantu mengawasi pendataan warga terdampak. Dengan demikian, tidak terjadi tumpang tindih penerima bantuan. "Jangan sampai ada warga Majalengka yang double menerima bantuan, itu namanya tidak adil. Apalagi orang kaya (menerima bantuan), jelas tidak memenuhui rasa keadilan," tukas Ketua Percepatan Penanganan Gugus Tugas (Covid-19) Kabupaten Majalengka tersebut.

Karna pun kembali mengingatkan warganya untuk memperketat ruang gerak kehidupan mereka guna memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Dia berharap agar masyarakat benar-benar menyadari bahwa virus Corona itu sangat berbahaya. "Diam di rumah, jaga jarak, tidak melakukan aktivitas berkerumun, rajin cuci tangan, pakai masker. Jika semua itu dijalankan, insya Allah virus korona bisa diminimalisasi penyebarannya," kata Karna. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat