X-Kisah
Kisah Mahasiswa Indonesia Hadapi Korona di Eropa
Oleh HAURA HAFIZAH
Sejumlah mahasiswa Indonesia di Eropa membagikan kisah mereka dalam menghadapi pandemi virus korona di negara setempat. Sama dengan mahasiswa di Indonesia, mereka juga belajar jarak di di rumah, jauh dari ruang kelas di kampusnya masing-masing.
Erine Novita Basuki, Mahasiswa Program S1 di University of East Anglia, Inggris mengaku tetap setia menjalani kegiatan belajar mengajar lewat daring. Ia memutuskan tetap tinggal di Inggris sampai keadaan kembali normal. Padahal, kata dia, banyak mahasiswa Indonesia yang pulang ke Indonesia di tengah wabah korona.
“Kalau di UK sendiri saat ini ada 130 ribu orang yang positif terkena korona dan 17.300 orang dinyatakan meninggal dunia. Ya, sampai saat ini saya berdiam diri di rumah," kata dia saat virual sesi diskusi melalui akun Zoom, tersebut Rabu (22/4).
Meski korona mencekam, tapi masyarakat UK tetap tenang sembari mengikuti aturan pemerintah. Toko swalayan masih buka dan kalau Erine ke sana, dia tetap mengantre. "Tidak ada stok yang habis, semua kebutuhan ada. Tapi kalau masuk harus mencuci tangan terlebih dahulu, dan dibatasi batas maksimal orang yang masuk ke dalam,” kata dia.
Diskusi itu diadakan oleh Euro Management Indonesia untuk mengetahui kondisi kehidupan mahasiswa Indonesia yang berada di negara lain di tengah wabah Covid-19. Selain Erine di Inggris, ada juga mahasiswa yang sedang mengenyam pendidikan di Jerman, Prancis, Belanda, Italia, Jepang, dan Singapura.
Mereka mengaku tengah mengikuti peraturan dari masing-masing negaranya untuk berdiam diri di rumah sampai waktu yang belum ditentukan. “Kami Euro Management Indonesia akan memperbaharui kondisi terkini mahasiswa Indonesia yang sedang mengenyam pendidikan di sana. Sebab, saat ini wabah korona masih menyebar di seluruh negar,” kata Pendiri Euro Management Indonesia, Bimo Sasongko.
Selanjutnya, Margaretha Windi Nugrahaenni, mahasiswa Program S2 di Perancis di Insinyur Efisiensi Energi INSA Centre Val de Loire mengatakan, ada 1.500 yang positif terkena virus korona. Ia pun tetap berdiam di rumah sampai pemerintah di sana sudah mengizinkan para warganya boleh keluar dari rumah. Ia juga mengaku tidak ada masalah untuk kebutuhan sehari-hari karena toko swalayan tetap buka dan warga yang ke sana tertib untuk mengantre dan menjaga jarak.
“Lalu, transportasi umum seperti kereta hanya lewat dua sampai tiga kereta. Kalau untuk mebeli apapun juga toko swalayan masih buka dan mencuci tangan terlebih dahulu sebelum masuk,” kata dia.
Sementara itu, Dinda Pramanta mahasiwa program S3 di program doctoral, ilmu kehidupan dan teknik sistem di Institut Teknologi Kyushu, Jepang mengaku pemerintahan setempat memberikan bantuan sembako kepada masyarakat Jepang. “Ya di sini ada 500 kasus korona (setiap hari) dan 11 ribu yang terkena korona,” kata dia.
Natasya Adistana, Mahasiswa Program S1 di Universitas Teknologi Nanyang Singapura menjelaskan, Singapura menerapkan semi lockdown. Perusahaan bisnis tetap berjalan, tetapi pelajar dan warga tetap kerja di rumah. “Jadi, tadinya karantina ini sampai 4 Mei 2020, tapi diperpanjang sampai 1 Juni 2020. Kasus ini lumayan bertambah di setiap pekannya, bisa sampai 30 orang,” kata Natasya.
Untuk di Belanda sudah ada 4.000 orang yang meninggal karena virus korona. Warga pun dihimbau berdiam diri di rumah dan bekerja di rumah. “Fasilitas di sini masih lengkap dan orang jarang memakai masker karena di sini biasa saja, masker bukan suatu hal yang wajib,” kata Lucas Sopacua Mahasiswa Program S1 Administrasi Bisnis, Manajemen Perdagangan Universitas Sains Terapan Rotterdam, Belanda.
Sedangkan di Italia sudah ada 180 ribu kasus korona. Lalu, beberapa pekan terakhir, dalam sehari bisa ada 3.000 kasus. “Ya di sini dari awal Maret sudah disuruh bekerja di rumah dan berdiam diri di rumah. Toko swalayan di sini lengkap tidak ada yang panic buying,” kata David Andiwijaya Mahasiswa Program S2 Teknik Manajemen Magister, Aliran Manajemen Rantai Pasokan di Politecnico di Milano, Italia.
Diskusi jarak jauh ini diakhiri dengan berbagai harapan dari beberapa mahasiswa asal Indonesia yang berada di luar negeri. Salah satunya, tetap mengikuti kebijakan pemerintah sesuai negaranya masing-masing dan tetap tenang menghadapi wabah korona. Sebab, dengan berpikir secara tenang dan mengikuti kebijakan ini nantinya wabah ini akan cepat selesai dan keadaan kembali normal seperti dulu adanya. n
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.