Kabar Utama
Kerinduan Guru Ngaji di Tengah Pandemi
Pemerintah diingatkan tak mengabaikan guru mengaji.
Sudah sejak beberapa waktu belakangan, Nuraisyah menghabiskan seharian di kediamannya di Rawa Bambu, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Jika tak ada pandemi tak demikian ceritanya. Sejak pagi hingga sore hari, ia biasanya dikelilingi oleh ceria canda-tawa anak-anak.
Nuraisyah yang merupakan keturunan Padang, Sumatra Barat tersebut sehari-harinya merupakan guru mengaji buat anak-anak. Pagi hari, ia biasanya mengajar di taman kanak-kanak. Sekolah tempatnya biasa mengajar saat ini meniadakan kegiatan belajar-mengajar sehubungan diterapkannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Sekolah tersebut sejauh ini tak melaksanakan kegiatan belajar secara daring.
Pada sore hari, Nuraisyah biasanya bergerak dari rumah ke rumah mengajar mengaji secara privat. Lima rumah bisa ia sambangi sekali jalan. Kegiatan itu juga berhenti sejak pandemi melanda.
Sudah sebegitu lama tak jumpa, Nuraisyah sedih menyimpan kerinduan pada murid-muridnya tersebut. Ia juga kecewa tidak bisa berbagi ilmu di tengah pandemi. “Kangen ngajar, kangen anak–anak murid, sedih aja karena gak bisa berbagi ilmu,” tuturnya kepada Republika, Senin (20/4).
Yang tak kalah kerusial, dari mengajar mengaji itulah Nuraisyah yang belum berkeluarga itu mendapatkan penghasilan tambahan untuk hidup sehari-hari. Karena tidak ada pemasulama pandemi, Aisyah hanya memanfaatkan simpanan dananya untuk kebutuhan sehari-hari. “Iya dari tabungan saja untuk kebutuhan sehari-hari,” kata dia. Ia belum bisa memastikan bagaimana menyambung pendapatan ke depannya.
Subarna (38 tahun), seorang warga Kalibata Pulo, Jakarta Selatan menyimpan kekhawatiran serupa. Pria yang kerap dipanggil Sobar (38) tersebut adalah guru mengaji di salah satu Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) di Jakarta.
“Karena kondisi korona gini, sekarang tugas anak-anak online saja. Jadi nanti anak-anak setor hafalan atau bacanya dari Whatsapp. Kita ada grupnya juga,” katanya kepada Republika, Senin (20/4).
Dia mengaku harus beradaptasi terlebih dahulu untuk bisa melakukan KBM daring. Sobar juga mengkhawatirkan upahnya akan dipotong melihat kondisi saat ini. “Sampai sejauh ini upah masih sama saja, namun takut lihat kondisi gini gaji guru dipotong,” ucapnya.
Ketakutan itu beralasan. Asosiasi Yayasan Pendidikan Indonesia (AYPI) mencatat, sejak Maret lalu, ketika Covid-19 terdekteksi di Indonesia, lebih dari 60 persen orang tua murid sekolah swasta tidak membayar SPP. Asosiasi tersebut sudah menyurati Presiden Joko Widodo guna memikirkan nasib para guru swasta.
Selain para guru mengaji dan guru agama, pandemi ini memang berdampak pada para pihak yang mengandalkan kumpulan keagamaan sebagai sumber penghasilan. Mulai dari ustaz-ustazah yang tak bisa mengisi majelis-majelis yang sementara di larang, pengisi khotbah jumat yang tak bisa bertugas karena masjid ditutup, begitu juga imam dan marbot.
Pengasuh Pondok Pesantren Integrasi Alquran (PPIQ) Bandung, KH Iskandar Mirza mengiyakan dampak pandemi pada para guru mengaji. "Virus ini menyeret mereka terpaksa harus berhenti dan tidak bisa mengajar mengaji baik di sekolah maupun privat dari rumah ke rumah. Jaga jarak sosial ini menjadikan mereka mandek pendapatannya, lalu bagaimana dengan nasib mereka," kata dia saat dihubungi Republika.
Virus ini menyeret mereka terpaksa harus berhenti dan tidak bisa mengajar mengaji baik di sekolah maupun privat dari rumah ke rumah. Jaga jarak sosial ini menjadikan mereka mandek pendapatannya, lalu bagaimana dengan nasib mereka.KH Iskandar Mirza
Menurutnya, dalam pandangan aqidah, para guru mengaji tak perlu khawatir dengan gaji dan harus yakin dengan rezeki. Menurut dia, gaji boleh jadi datangnya dari tempat di mana ia mengajar, tetapi rezeki bisa hadir dan datang dari arah yang tidak diduga-duga. "Yang terpenting ia meyakini. Barang siapa yang beriman kepada Allah, maka Allah akan memberinya jalan keluar, dan memberikan rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka," katanya.
Namun, kata KH Mirza, dalam perspektif syariah, guru mengaji dituntut harus menyemangati ikhtiarnya agar lebih kreatif dalam menjemput rezeki. Para guru, kata dia, tidak boleh hanya mengandalkan upah sebagai guru mengaji, tetapi harus memiliki keahlian dan kemandirian ekonomi.
"Jika kedua perspektif ini dipadukan antara aqidah dan syariah, ia akan menghasilkan akhlaq mulia, salah satunya pantang bagi guru ngaji mengemis dan jadi peminta-minta di tengah ujian wabah ini," katanya. Namun, kata KH Mirza, masyarakat juga harus adil melihat tidak semua guru mengaji memiliki kemampuan dan kreativitas ekonomi mandiri, maka tak salah bila kita ikut meringankan beban hidup mereka. "Karena mereka tergolong makhluk mulia fii sabilillah," katanya.
Kabar baiknya, pada masa-masa sulit ini sudah mulai ada gerakan menalangi para guru agama. Salah satunya Gerakan Bantu Guru Ngaji yang diinisiasi Ustaz Supala (38), Ketua Pendidikan dan Kaderisasi PP Pemuda Muhammadiyah.
Menurutnya, jumlah guru mengaji saat ini sangat banyak dan sebagian mereka perlu ditolong di saat seperti ini. Mereka begitu sabar menghadapi kondisi sekarang. Walaupun serba kekurangan, tetap menjaga martabatnya dengan tidak meminta-minta. Supala menambahkan gerakan ini tidak hanya untuk guru ngaji saja tapi juga untuk dai atau mubaligh yang kekurangan.
Bantuan yang diberikan kepada para guru ngaji biasanya berupa sembako. Ia menjelaskan sistematis pemberian bantuannya yaitu dengan koordinasi dan aksi. “Gerakan ini sifatnya koordinasi dan aksi. Jadi bila ada informasi terkait kondisi guru ngaji yang memperhatikan, kita langsung gerak menguhubungi kawan terdekat, dikumpulin dana seikhlasnya terus kita belikan sembako. Begitu seterusnya” jelasnya.
Supala tidak sendirian, dia dibantu oleh teman dekat dan lima relawan. Gerakan ini juga sudah tersebar di tiga wilayah, yakni Kabupaten Cirebon, Kabupaten/Kota Bekasi. Supala tidak memanfaatkan media sosial untuk mempromosikan gerakannya, karena mau menjaga kehormatan para guru ngaji. “Kita hanya gerakan seperti sekoci (perahu kecil) yang ingin merasakan nikmat Allah dengan cara berbagi. Dibandingkan dengan gerakan lain yang lebih besar dan tersorot media dengan masifnya,” tuturnya.
Pria berusia 38 tahun itu juga mengatakan banyak hikmah dan pengalaman yang dapat diambil dari gerakan ini. Ia menceritakan pengalamannya ketika sedang membagikan bantuan kepada salah satu guru mengaji dengan memberikan sembako.
Setelah menerima bantuan itu, guru mengaji tersebut mengopernya lagi kepada tetangganya yang miskin. Namun, tetangganya yang miskin itu malah balik memberi sembako dengan alasan bahwa guru mengaji ini yang lebih membantukan. “Inilah potret dari orang-orang yang dijaga Allah SWT dari sifat meminta – minta dan mereka tetap berkasih sayang sesamanya walaupun keadaaan sedang sulit,” ucapnya.
Bantuan
Sejumlah pihak lain juga mulai menjalankan bantuan untuk para guru tersebut. Persatuan Islam (Persis), misalnya, telah membentuk gugus tugas (Satgas) selama Covid-19 menjadi wabah di Indonesia. Satgas ini dibentuk untuk membantu dalam meminimalisasi dampak ekonomis yang dirasakan para asatidz atau para guru ngaji.
Insya Allah semua para pemakmur masjid, seperti imam, khatib, dan dai tetap mendapatkan bantuan intensif, termasuk bantuan bahan-bahan pokok yang kita berikan langsung.KH Jeje Zaenuddin
"Sebagai ormas-ormas dakwah, tentu sudah sama-sama mafhum bahwa di antara kalangan masyarakat yang terdampak oleh PSBB karena pandemi Covid-19 adalah para asatizah dan guru ngaji privat dan guru ngaji di masjid," kata Wakil Ketua Umum Persis, KH Jeje Zaenuddin, saat dihubungi Republika, Senin (20/4).
Untuk itu, menurut KH Jeje, Persis segera membentuk satgas demi membantu meminimalisasi dampak ekonomis dari pembatasan kegiatan ini, terutama yang dirasakan para guru. Dia mengatakan, salah satu program dari satgas itu, selain menghimpun bantuan untuk obat-obatan dan APD, juga menyiapkan, menghimpun, dan mendistribusikan bantuan. "Seperti sembako dan insentif bagi kebutuhan para aktivis masjid dan guru ngaji selama masa pandemi dan PSBB diberlakukan," katanya.
Hal ini pun, menurut dia, Persis telah menyesuaikan dengan kemampuan yang terbatas. Oleh karena itu, dengan adanya satgas Covid-19 MUI Pusat, Persis juga berharap semakin banyak yang terbantu dan segala bantuannya bisa lebih luas lagi. "Karena kita khawatirkan saat ini atau dua bulan ke depan jika wabah ini belum berhenti diprediksikan dampak sosial ekonominya tentu semakin berat luas pula," katanya.
KH Jeje mengatakan, Persis juga mengimbau kepada semua kalangan masyarakat yang diberi keluasan rezeki untuk bahu-membahu dan tolong-menolong dalam membantu masyarakat yang terdampak Covid-19. "Insya Allah dengan semangat gotong royong, tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan dengan segala kemampuan yang ada sehingga terwujud pesan Rasulullah bahwa kita ini adalah laksana satu tubuh. Insya Allah Kita akan mampu menghadapi ujian ini dengan berhasil," katanya.
Al-Irsyad Al-Islamiyyah juga memfungsikan masjid menjadi tempat monitoring kondisi jamaah. "Insya Allah semua para pemakmur masjid, seperti imam, khatib, dan dai tetap mendapatkan bantuan intensif, termasuk bantuan bahan-bahan pokok yang kita berikan langsung," kata Ketua Dewan Syuro Al-Irsyad Al-Islamiyyah, KH Abdullah Al-Jaidi, saat dihubungi, Senin (20/4).
KH Abdullah mengatakan, hampir di semua kota dan kabupaten di Indonesia, Al-Irsyad memiliki masjid. Misalnya, Masjid Al-Irsyad Surabaya telah membuat program Masjid Al-Irsyad Surabaya Peduli Sembako. "Alhamdulillah, sudah Kami bagikan ke 619 KK. Inilah salah satu contoh kegiatan masjid sebagai pusat bantuan kepada dhuafa," katanya.
Lembaga filantropis, Rumah Zakat juga telah menetapkan dai dan guru-guru dari sekolah Islam dalam daftar penerima manfaat setiap bulannya. "Nanti sejalan dengan Ramadhan, salah satu program bantuan honor tambahan, ditambah sembako untuk guru-guru ngaji, dai yang memang bukan dai kondang, insya Allah ada, dan sedang dijalankan," kata CEO Rumah Zakat, Nur Effendi, Senin (20/4).
Adapun Rumah Zakat bersama dengan Yayasan Masjid Nusantara telah membantu guru dan dai di 1.800 titik pada hampir 250 kota dan kabupaten. Setiap bulan dana yang dikeluarkan mencapai hingga Rp 1,3 miliar. "Sebelumnya, sudah berjalan 1.800 titik. Memang saat ini tidak boleh ada kumpul-kumpul, maka metodenya berbeda, ada yang tidak ada belajar-mengajar tidak ada proses timbal jasa, ada yang sekolah off tetap belajar, ada yang menerima gaji, yang tidak digaji akan dibantu," ucap Nur.
Ia mengatakan, Rumah Zakat mengupayakan bantuan kepada dai dan guru di setiap kota, tapi memang belum merata. Ia mengingatkan, bantuan kepada mereka merupakan tanggung jawab dari Kementerian Agama.
"Yang kita bantu, yang tidak dapat bantuan dari pemerintah sehingga program kita tepat manfaat kepada guru atau penceramah, kalau sudah dibantu khawatir tumpang tindih," kata dia. Rumah Zakat berharap, ke depannya dapat memberikan bantuan lebih luas kepada para pengajar yang terdampak, termasuk kepada seluruh tingkatan madrasah.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.