Kitab Zadu az-Zaujayn karya Nyai Zainiyah | DOK Istimewa

Kitab

Konseling Pranikah Ala Pesantren

Buku yang dilahirkan dari pesantren ini tak sekadar nukilan karya Imam Nawawi al-Bantani.

 

OLEH MUHYIDDIN

 

Pesantren di Nusantara memiliki banyak khazanah keilmuan dari berbagai lintas disiplin. Salah satunya berkaitan dengan pernikahan. Di antara banyak kitab yang membahas persoalan membangun rumah tangga, tersebutlah Zadu az-Zaujayn karya Nyai Hajjah Zainiyah As'ad.

Penulis merupakan putri sulung pahlawan nasional KH Raden As'ad Syamsul Arifin. Alhasil, buku tersebut marak dipakai khususnya di Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo, Situbondo, Jawa Timur, yang diasuh sang kiai.

Nyai Zainiyah mengarang kitab itu dengan tujuan pedagogis kepada para santrinya, khususnya dari kalangan perempuan. Jadi, semacam konseling pranikah ala pesantren. Nyai Zainiyah lahir pada 1944 di Pondok Pesantren Jrangoan, Omben, Sampang, Madura. Ia menikah dengan KH Dhofier Munawar di Desa Sukorejo, Situbondo. Pasangan ini dikaruniai seorang putra, yang kini dikenal sebagai pengasuh Pesantren Salafiyah Syafiiyah --KH Raden Ahmad Azaim Ibrahimy.

Nyai Zainiyah wafat pada 19 Agustus 2005 lalu. Sepanjang hayatnya, ia menjadi pengasuh ribuan santri putri pada pondok pesantren yang didirikan ayahnya itu. Selain itu, ia juga pernah mendirikan lembaga sendiri, yakni Pondok Pesantren al-As'adiyah Balikeran, Asembagus.

Dalam Zadu az-Zaujayn, penulis mengungkapkan, betapa banyak pasangan suami-istri yang belum mengetahui syarat-syarat dan tata krama dalam berumah tangga. Pada eksesnya, mereka gagal menggapai rumah tangga yang sakinah. Oleh karena itu, menurut dia, setiap calon suami atau calon istri --terlebih lagi mereka yang sudah menikah-- harus mengembangkan kepribadian yang ideal dalam membina bahtera rumah tangga.

 
Dalam Zadu az-Zaujayn, penulis mengungkapkan, betapa banyak pasangan suami-istri yang belum mengetahui syarat-syarat dan tata krama dalam berumah tangga.
 
 

Kitab tersebut dibahas dalam penelitian Syamsul A Hasan bertajuk Portrait of Sakinah's Family in Text of Manuscript's Ulama Women's Pesantren. Menurut dia, Zadu az-Zaujayn menukil dari karya sebelumnya, yakni Syarah Uqud al-Lujjayn fi Bayan Huqul az-Zawjayn karangan Imam Nawawi al-Bantani.

Uqud al-Lujjayn terdiri atas lima bab. Adapun Zadu az-Zaujayn karya Nyai Zainiyah mengandung dua bab, yaitu tentang hak-hak seorang istri (disebut pula kewajiban suami) dan hak-hak suami (kewajiban istri).

Uqud al-Lujjayn secara garis besar mengulas pedoman bagi pasangan suami-istri. Di luar soal kewajiban suami dan istri, karya Imam Nawawi itu juga membicarakan ihwal keutamaan shalat di rumah bagi wanita, larangan melihat lawan jenis, dan tingkah laku perempuan.

Yang membedakan Zadu az-Zaujayn dengan karya tersebut adalah pada perspektif. Dalam Uqud al-Lujjayn, tampaknya kedudukan dan peran laki-laki terlalu mendominasi. Hal ini menjadikan banyak kiai kurang sependapat dengan isi kitab tersebut.

Oleh karena itu, Nyai Zainiyah pun melakukan kajian terhadap Uqud al-Lujjayn. Hasil telaah itu disajikannya dalam kitab Zadu az-Zaujayn. Kitab itu ditulis ulama perempuan tersebut dengan menggunakan huruf pegon. Namun, edisi terkini sudah memakai bahasa Indonesia dengan aksara Latin.

Kitab Zadu az-Zaujayn dilengkapi dengan syair berbahasa Indonesia. Isinya membahas keutamaan sopan-santun, baik dari pihak suami maupun istri. Selain itu, Nyai Zainiyah juga menerangkan tentang kedudukan suami-istri sebagai orang tua. Kewajiban utama mereka ialah men didik anak. Syair-syair tersebut dapat dihafal para pembaca, khususnya dari kalangan santri.

 

Reorientasi

Menurut Syamsul, Zadu az-Zaujayn tak sekadar menukil kitab Uqud al-Lujjayn. Sebab, Nyai Zainiyah sebagai penulisnya kerap melakukan reorientasi pemahaman dari kitab rujukannya itu. Misalnya, Uqud al-Lujjayn menggambarkan seorang istri bak tawanan yang lemah tak berdaya. Hal itu diubah oleh Nyai Zainiyah. Ia menulis, seorang istri tidak boleh dijadikan budak yang pantas dipaksa-paksa dalam masalah bersetubuh, bekerja, atau memasak. Maka dari itu, Zadu az-Zaujayn layak digolongkan sebagai materi konseling pernikahan.

Karangan Nyai Zainiyah itu juga mengulas tentang nilai-nilai kepribadian yang mesti ditumbuhkembangkan oleh tiap calon dan pasangan suami-istri. Tujuannya agar mereka dapat mewujudkan keluarga yang sakinah. Di antara bentuk karakteristik itu adalah keinginan untuk selalu tampil elok dan menarik di hadapan pasangannya. Penulis juga mengingatkan suami dan istri untuk saling bersabar, menerima kekurangan masing-masing pasangan.

Menurut Nyai Zainiyah, sifat sabar harus dimiliki oleh suami-istri agar rumah tangga terus bertahan. Dengan bersabar terhadap pasangannya, lanjut dia, hidup suatu rumah tangga akan mulia. Ia pun menyarankan agar setiap pasangan suami istri tidak mengumbar atau menceritakan kelemahan pasangannya kepada orang lain. Baik suami maupun istri harus saling melengkapi dan menutupi aib pasangannya.

 
Menurut Nyai Zainiyah, sifat sabar harus dimiliki oleh suami-istri agar rumah tangga terus bertahan.
 
 

Pada salah satu bait syairnya dalam kitab ini, Nyai Zainiyah menjelaskan, kaum perempuan haruslah taat kepada suaminya. Seorang istri hendaknya selalu menampakkan wajah yang berseri-seri saat sedang dalam rumah. Demikian pula sang suami. Menurut Nyai Zainiyah, dengan bermuka masam di hadapan suami, seorang istri akan dimurkai Allah dan para malaikat.

Syair yang ditulis Nyai Zainiyah ini senada dengan sabda Rasulullah Saw: "Siapa saja perempuan yang bermuka masam di hadapan suaminya berarti ia dalam kemurkaan Allah sampai ia senyum kepada suaminya atau ia memita keridhaannya."

Selain menasihati kaum perempuan, Nyai Zainiyah juga mengajarkan kaum laki-laki yang akan menjadi seorang suami yang baik. Laki- laki juga harus berhati-hati. Tidak boleh kasar dan egoistis. Oleh karena itu, seorang suami wajib memberikan nafkah, baik secara lahir maupun batin. Di antara bentuk nafkah itu ialah menyediakan tempat tinggal yang layak bagi istri dan anak-anaknya. Tidak mesti dengan membeli. Menyewa rumah sederhana pun tak mengapa asalkan aman dan tenteram di dalamnya.

 

Bekal untuk santriwati

Zadu az-Zaujayn merupakan wujud ajaran dari Nyai Zainiyah kepada para santriwati dan ustazah, khususnya yang hendak melangsungkan pernikahan. Menurut Syamsul, pengajian dengan kitab tersebut di Pesantren Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo dilakukan dengan cara seperti kursus singkat atau konseling.

"Itu semacam konseling untuk santri atau ustazah yang mau nikah. Dan, di bagian akhir kitab itu ada syair. Hampir semua santri putri hafal itu," ujar Syamsul saat dihubungi Republika, belum lama ini.

Nyai Zainiyah menjelaskan dalam uraiannya, tiap calon atau pasangan suami-istri harus sungguh-sungguh mengetahui hak dan kewajiban masing-masing. Di antara hak seorang istri adalah mendapatkan nafkah lahir --pangan, sandang, dan papan-- serta batin. Itu kemudian menjadi kewajiban suami. Suami juga mesti memiliki pengetahuan yang mumpuni tentang fikih perempuan (nisa'). Sebab, laki-laki adalah pemimpin sekaligus pembimbing dalam keluarga.

Tak kurang pentingnya, tiap pasangan juga mesti cakap dalam mendidik anak-anaknya. Dengan begitu, mereka dapat menghasilkan generasi penerus yang berakhlak mulia. Kasih sayang pun mesti menjadi nuansa sehari-hari dalam rumah.

 
Tiap pasangan mesti cakap mendidik anak-anaknya agar menghasilkan generasi penerus yang berakhlak mulia.
 
 

Zadu az-Zaujayn mengutip sabda Nabi Muhammad SAW, "Termasuk orang Mukmin yang sempurna imannya yaitu orang yang paling baik hlaknya dan kasih sayang terhadap keluarganya."

Ajaran yang terkandung dalam kitab ini bersifat praktis sehingga mudah dipahami dan diamalkan oleh setiap (calon) pangantin. Harapannya, semoga tiap pasangan menggapai predikat samawa.

Sakinah ialah ketenangan dan kenyamanan yang terpateri kuat dalam hati. Mawaddah berarti kelapangan jiwa sehingga terhindar dari kehendak-kehendak buruk. Rahmah adalah kondisi psikologis yang muncul karena menyaksikan kelemahlembutan. Dalam hal ini, seorang suami terdorong secara tulus untuk berempati kepada istrinya --begitu pula sebaliknya-- sehingga kebaikan tercurah bagi mereka berdua. Dengan melatih jiwa rahmah, kesabaran, sikap murah hati, dan mudah memaafkan akan menjadi kebiasaan sehari-hari.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat