X-Kisah
Penyelamatan Harimau Sumatra di Masa Pandemi
Upaya penyelamatan harimau sumatra terus dilakukan di tengah pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia. Sebab, tingginya konflik antara manusia dan harimau sumatra serta ancaman perburuan satwa liar masih menjadi ancaman keselamatan harimau sumatra. Padahal, kini, populasi harimau sumatra diyakini tak lebih dari 600 ekor berdasarkan data Population Viability Analysis (PVA).
Kasus terbaru, seekor harimau sumatra berhasil diselamatkan oleh Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau beserta tim pada Ahad, 29 Maret, lalu di Teluk Meranti Kabupaten Pelalawan Riau. Penyelamatan dilakukan setelah tim BBKSDA Riau mendapat laporan ada harimau sumatra yang kaki kanan depannya terjerat dari manajemen PT RAPP.
Laporan segera direspons dengan menurunkan tim untuk melakukan penyelamatan. Perjalanan dalam upaya penyelamatan tidak mudah karena berbagai keterbatasan selama pandemi Covid-19. Namun, tim berhasil menyelamatkan harimau sumatra betina dengan umur sekira tiga sampai lima tahun yang diberi nama Corina.
Setelah berkoordinasi dengan BKSDA Sumatra Barat, Corina dibawa ke Pusat Rehabilitasi Harimau Sumatera Dharmasraya (PRHSD) Sumatra Barat. Corina harus menempuh perjalanan selama 19 jam untuk sampai di PRHSD. Harimau betina itu mendapatkan perawatan intensif karena menderita luka jerat serius. Luka jerat tidak selalu bisa disembuhkan dan tak jarang si harimau harus cacat karena diamputasi kakinya akibat luka parah.
"Jerat yang dipasang pemburu berdampak sangat serius bagi kehidupan satwa liar yang dilindungi undang-undang, termasuk harimau sumatra yang sering menjadi korban,” tutur Kepala Balai Besar KSDA Riau Suharyono, Senin (13/4).
Kondisi terkini harimau sumatra Corina berdasarkan laporan dari tim medis, secara umum cukup bagus. Corina juga cukup aktif di kandang rawat dan sering terpantau berendam di dalam bak air yang disiapkan. Progres kesembuhan juga cukup bagus. Tim memberikan perawatan dan pengobatan yang intensif. Di dalam kandang juga disiapkan lampu penghangat dekat tempat tidur Corina. Harimau itu masih memiliki naluri alami yang ditunjukkan dengan seringnya menjilati luka untuk dibersihkan.
Direktur Keanekaragaman Hayati Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Indra Exploitasia menuturkan, kondisi luka Corina memang sangat parah karena diperkirakan terjerat selama dua sampai tiga hari hingga menempel ke bagian tulang kakinya. "Semua otot sudah rusak, tetapi masih beruntung tendonnya masih baik sehingga masih ada peluang untuk sembuh dengan catatan proses penyembuhannya baik dan tidak terjadi infeksi sekunder," ujarnya.
Suharyono menambahkan, sebelum menyelamatkan Corina, pihaknya juga berhasil menyelamatkan harimau sumatra Enim di Muara Enim, Sumatra Selatan, pada 21 Januari lalu. Saat ini, harimau Enim direhabilitasi di Tambling Wildlife Nature Conservation (TWNC), Lampung. Tahun lalu, seekor harimau sumatra Batua juga berhasil diselamatkan dari Taman Nasional Bukit Barisan Selatan Lampung pada 2 Juli 2019. Saat ini, harimau tersebut direhabilitasi di Taman Satwa Lembah Hijau Lampung.
Selain itu, terdapat harimau sumatra Sopi Rantang di Kabupaten Agam Sumatra Barat pada 18 April 2018 dan harimau sumatra Bujang Ribut di Lubuk Kilangan Padang Sumatra Barat pada 28 Agustus 2018.
Di tempat terpisah, penyelamatan juga dilakukan terhadap harimau sumatra Dara di Subulussalam Aceh yang diperangkap pada 6 Maret 2020 karena konflik. Tetapi, harimau tersebut langsung dilepasliarkan kembali ke dalam Kawasan Taman Nasioanal Gunung Leuser. "Sementara, di 2016 silam ada upaya penyelamatan harimau sumatra dari jerat pemburu yang tidak kalah dramastisnya, yaitu harimau sumatra betina Gadis di Taman Nasional Batang Gadis, Sumatra Utara, dan harimau sumatra jantan Monang di hutan Desa Parmonangan, Kabupaten Simalungun, Sumatra Utara,” tutur Indra.
Ia menambahkan, untuk harimau sumatra yang sehat dan memenuhi syarat dilepasliarkan, akan dilakukan pelepasliaran secepatnya setelah melalui masa rehabilitasi dan calon lokasi pelepasliaran ditentukan melalui kajian habitat. Kajian habitat perlu dilakukan sebelum harimau dilepasliarkan ke alam, antara lain, ketersedian satwa mangsa, dukungan ekologi, sumber air mencukupi, aspek sosial ekonomi masyarakat sekitar, serta tentunya endemisitas habitat harimau sumatra. n
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.