
Ekonomi
Purwakarta Menata Ulang Sampah
Warga mulai aktif memilah sampah.
PURWAKARTA — Kabupaten Purwakarta mulai menapaki jalan baru dalam pengelolaan sampah. Melalui program Improvement of Solid Waste Management to Support Regional and Metropolitan Cities Project (ISWMP), Desa Tegalsari menjadi titik lahirnya harapan bahwa memilah sampah dari rumah bisa berubah menjadi kebiasaan, bukan sekadar kewajiban.
Seperti banyak daerah lain di Indonesia, Purwakarta masih berkutat dengan persoalan sampah. Masalah bukan hanya pada volume, tetapi pada sistem yang belum tuntas. Di lapangan, sampah kerap dikumpulkan tanpa dipilah lalu dibawa ke tempat penampungan akhir tanpa proses pengolahan memadai.
Lima aspek utama, yaitu kelembagaan, pendanaan, teknis operasional, regulasi, hingga partisipasi masyarakat, masih menyisakan pekerjaan rumah. Desa dan kelurahan belum punya peran kuat, dana terbatas, regulasi belum tegas, dan yang terpenting, masyarakat belum terbiasa memilah sampah dari rumah.
Lewat ISWMP, Purwakarta mendapat suntikan strategi baru. Program ini tidak hanya menyangkut pembangunan fasilitas, tetapi juga perubahan pola pikir. Semua aspek diperhatikan, dari tata kelola, pendanaan, hingga keterlibatan masyarakat.
Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum, Dewi Chomistriana, menegaskan pentingnya pendekatan menyeluruh. “Program ISWMP bukan hanya tentang pembangunan fisik, tetapi tentang perubahan cara pandang kita terhadap sistem pengelolaan sampah. Ketika TPST menjadi bagian dari sistem yang terhubung dari kebijakan hingga kebiasaan masyarakat, maka kita tidak sekadar mengelola sampah, tapi sedang merawat masa depan bersama,” ujar dia dalam siaran pers, Senin (22/9/2025).
Program ini melibatkan Kementerian PUPR, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Kesehatan, dan Bank Dunia. Fokusnya pada lima pilar, yaitu penyusunan Rencana Induk Sistem Pengelolaan Sampah (RISPS), penguatan peran masyarakat, kelembagaan yang lebih efektif, mekanisme pendanaan dan retribusi, serta pembangunan fasilitas berteknologi tinggi.
Di Purwakarta, Desa Tegalsari dipilih sebagai lokasi pilot project. Alasannya bukan karena paling siap, melainkan paling potensial. Wilayah ini dekat dengan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Tegalsari dan memiliki Bank Sampah “Sari Asih” yang aktif sejak 2020.
Pelaksanaan dimulai sejak November 2024 melalui dialog antara Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Purwakarta dan pemerintah desa. Warga dilibatkan sejak awal, tidak hanya sebagai peserta, tetapi juga pelaku utama.
Kegiatan dimulai sederhana, yaitu dengan penyediaan dropbox untuk sampah daur ulang, ember untuk sampah residu, stiker rumah tangga yang memilah, hingga gerobak sorong untuk pengambilan sampah di gang kecil. Setiap Senin dan Kamis sampah dikumpulkan, ditimbang, dan dicatat. Sampah organik diolah menjadi kompos, anorganik disalurkan ke bank sampah, sementara sisa makanan dimanfaatkan agar tidak terbuang percuma.
Perubahan memang tidak instan. Namun hingga Februari 2025, sebanyak 71 kepala keluarga di RW 05 Desa Tegalsari sudah aktif memilah sampah ke dalam tiga kategori, yaitu organik, anorganik, dan residu.
Angka ini mungkin belum besar, tapi mencerminkan lahirnya kebiasaan baru. Praktik baik juga mulai bermunculan, seperti pelibatan kader lingkungan, sistem insentif berbasis partisipasi, hingga format pelaporan warga. Semuanya bisa direplikasi ke wilayah lain.
“Indikator keberhasilan kinerja PPAM adalah apabila sampah yang masuk ke TPST sudah terpilah. Kegiatan pilot project ini merupakan upaya nyata dalam mendorong perubahan perilaku masyarakat untuk memilah sampah. Harapan kami tentu kegiatan pilot project ini dapat direplikasi ke wilayah lain,” ujar Sandhi Eko Bramono, Ketua Central Project Management Unit (CPMU) ISWMP.
Pilot project ini tidak berhenti di laporan akhir. Pemerintah desa dan DLH Purwakarta menyiapkan langkah lanjutan: penyediaan sarana pemilahan di rumah tangga, penguatan kader lingkungan, hingga skema insentif bagi warga yang konsisten memilah.
Bahkan, aturan desa berupa peraturan atau sanksi sosial tengah digagas untuk memperkuat kebiasaan baru. Tujuannya bukan menghukum, melainkan membangun kesadaran kolektif bahwa kebersihan adalah tanggung jawab bersama.
Harapan dari Desa Kecil
Tegalsari menunjukkan bahwa perubahan tidak selalu lahir dari teknologi canggih, melainkan dari aksi sederhana yang dilakukan warga secara konsisten. Dari memilah sampah rumah tangga, kesadaran kolektif terbentuk dan sistem kawasan mulai terbentuk.
Jika satu desa bisa, desa-desa lain pun bisa. Tegalsari menjadi contoh bahwa keterlibatan warga, dukungan pemerintah, dan regulasi yang tepat bisa berjalan berdampingan membangun sistem pengelolaan sampah yang berkelanjutan. Dari desa kecil, Purwakarta kini merintis jalan menuju masa depan persampahan yang lebih modern, manusiawi, dan ramah lingkungan.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.