
Sastra
Antara Minggu Palma hingga Paskah
Puisi Fileski Walidha Tanjung
Oleh FILESKI WALIDHA TANJUNG
Antara Minggu Palma hingga Paskah
Di sebuah padang waktu,
seekor domba berserah pada angin,
menyimpan ayat di bulunya,
menangisi bayang yang dicuri masa lalu.
Ia bukan Musa, bukan Isa,
hanya domba biasa
yang tahu:
kesabaran adalah sebentuk doa
yang tidak pernah selesai dibaca.
Kukuh seperti akar dalam igauan batu,
ia tidak lari saat digiring
oleh pisau ketakutan dan pecut penghinaan.
Di matanya, dunia adalah bukit Zaitun
yang diam-diam tumbuh
meski musim saling mengkhianati.
Dan langit pun bertanya:
“Siapa lebih suci, yang memikul salib kata-kata,
atau yang tak bersuara tapi tetap berjalan
ke arah timur keabadian”
2025
Mimbar yang Retak
Aku mendengar suara ubin gemeretak
di bawah kaki manusia yang lupa bersujud.
Bait yang dulu suci —
kini hanya dipakai berdagang doa.
Yesus, atau Isa, atau Cahaya
datang bukan membawa cambuk,
melainkan getar yang membawa makna
Lalu lantai-lantai pun bertanya:
"Siapa menjual Tuhan dengan diskon kemunafikan?"
Tiang-tiang menguap, jendelanya menghindar pandang.
Pembersihan bukanlah pekerjaan sapu,
tapi pekerjaan cermin.
Karena sering pula najis bersarang
di balik harum minyak kasturi.
2025
Luka yang Tidak Menyebut Nama
Ia tidak mati. Ia tidak pula hidup.
Ia adalah tanda baca
di antara dua dogma yang menyalakan pelita.
Tubuhnya mengepakan sayap
antara dua langit
dan dua lidah yang berdebat
tentang warna darah yang menetes.
Isa adalah sabda yang menolak dikavling.
Di dadanya tersimpan peluru kedamaian
yang ditembakkan oleh bangsa-bangsa
demi mempertahankan tafsir.
Namun ia memilih jalan yang tak terpetakan,
berjalan di atas syair dan debu,
mengajarkan bahwa terkadang kebenaran
haruslah dibakar agar jadi cahaya.
2025
Puisi yang Menolak Mati
Kubur bukanlah tempat tidur,
tapi ruang montase, tempat jiwa diputar ulang
dalam adegan-adegan yang kita lupakan:
senyum, nyanyian, zikir, air mata ibu,
dan gigil dalam kelahiran pertama.
Isa tidak dibangkitkan dalam tubuh,
melainkan dalam niat setiap manusia
yang memutus rantai
dengan menggenggam doa.
Kebangkitan adalah ketika
kita melepas burung yang telah dibunuh
oleh rutinitas.
Ketika tasbih berdentang dalam lonceng
yang sebelumnya lumpuh oleh logika.
Ini bukan mukjizat,
ini: kesempatan kedua
yang selalu datang
tanpa surat undangan.
2025
Surat Damai dari Anak Gembala
Aku bukan lonceng gereja,
bukan pula bedug masjid.
Aku hanya anak dari langit
yang lupa menulis alamat pada doanya.
Tetapi Isa datang padaku —
tanpa sandal, tanpa tongkat,
dengan senyum yang tidak memilih agama.
Ia berkata,
“Cinta tidak mengenal denominasi,”
lalu duduk di pangkuan ibu
yang mengaji sambil menangis haru
Damai adalah bahasa sebelum manusia memilih nama.
Toleransi adalah sunyi
yang mengerti semua doa,
meski diucap dalam aksara berbeda.
Mungkin dunia bisa sembuh,
jika kita kembali menjadi anak-anak
yang bermain riang gembira
tanpa menanyakan isi dua kitab yang berbeda.
2025
Fileski Walidha Tanjung adalah penyair kelahiran Madiun 1988. Aktif menulis puisi, esai, dan cerpen di berbagai media nasional.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.