
Nasional
Konferensi Asia-Afrika Dalam Kenangan Wartawan Republika
Wartawan senior Alwi Shahab atau Abah Alwi (1936-2020) menuturkan kenangannya.
Konferensi Asia-Afrika (KAA) akan terus menjadi memori kolektif yang membanggakan bangsa Indonesia. Tepat tujuh dekade silam, RI yang "baru" sekira 10 tahun merdeka dengan sukses menjadi tuan rumah pertemuan bersejarah ini.
KAA berlangsung pada 18–24 April 1955 di Bandung, Jawa Barat. Ada 29 negara yang berpartisipasi di dalamnya---semuanya merepresentasikan 1,5 miliar penduduk Dunia Ketiga, yang banyak di antaranya masih dijajah kolonialisme-imperialisme Barat. Selain Indonesia, ada empat negara lainnya yang menginisiasi KAA, yakni Myanmar, Sri Lanka, India, dan Pakistan.
Berikut ini adalah tulisan seorang tokoh pers Indonesia, Alwi Shahab (1936-2020) mengenai kenangannya saat menyaksikan peristiwa historis itu. Jurnalis senior Harian Republika yang akrab disapa Abah Alwi ini berusia remaja tatkala konteks KAA berlangsung.
Tulisan ini disadur dari Harian Republika edisi 16 April 2015, dalam rangka memperingati enam dekade KAA.
Terjadi peristiwa penting di Benua Asia Afrika 60 tahun lalu, tepatnya pada 22-24 April 1955 ketika berlangsung Konferensi Asia Afrika (KAA). Sebanyak 29 kepala negara mewakili lebih dari dua per tiga total penduduk dunia hadir dalam pertemuan bersejarah.
Konferensi ini yang pertama kali berhasil menghimpun seluruh kekuatan di AA. Sebagian besar negara tersebut masih dalam cengkeraman penjajah.
Sebetulnya, ide untuk mengadakan KAA telah disiapkan sejak 1953. Hanya, tiga tahun setelah penyerahan kedaulatan, ketika pada 23 Agustus 1953 PM Ali Sastroamidjojo mengusulkan di depan DPRS (sementara) perlu kerja sama antarnegara-negara di AA.
Sukses KAA ini akan diperingati di Jakarta dan Bandung dengan mengundang 109 kepala negara Asia Afrika dan 25 organisasi internasional untuk memperingati 60 tahun KAA. Indonesia bersama negara AA lainnya akan menggalang dukungan untuk Palestina, sedangkan Raja Yordania akan membahas masalah pemahaman Islam.

Persiapan-persiapan, baik di Jakarta maupun Bandung tempat KAA 60 tahun lalu telah disiapkan. Untuk itu, para delegasi KTT AA tidak melewatkan waktu meninjau tempat bersejarah di Gedung Merdeka, tempat berlangsungnya KAA 60 tahun lalu.
Semangat Bandung yang diikrarkan 22 negara, 60 tahun lalu, di gedung ini menyebabkan sekitar 100 negara dari kedua benua kini telah merdeka. Bandung yang dipilih sebagai tempat KAA 1955 kala itu mendapat julukan Kota Kembang. Sedangkan, pada masa kolonial, Belanda menjuki Parijs van Java, Parisnya Jawa.
Tempat berlangsungnya KAA 60 tahun lalu, pada masa Belanda bernama gedung Concordia dan kini bernama Gedung Merdeka. Seperti di Bandung, pemerintah kolonial membangun hotel-hotel dan tempat hiburan untuk warga Eropa. Seperti gedung Merdeka di Jalan Asia Afrika yang menjadi tempat KAA dibangun 1879 oleh arsitektur terkenal Belanda Prof Ir CP Wolf Schomaker.
Di Batavia juga dibangun gedung hiburan Concordia yang kini merupakan bagian dari Departemen Keuangan di Lapangan Banteng. Concordia kala itu menjadi tempat berkumpul dan bersenang-senang sekelompok warga Belanda tertentu yang memiliki status sosial kelas atas. Hanya opsir berpangkat letnan II ke atas dan segelintir golongan menak yang boleh memasuki gedung ini.
Pada masa Jepang gedung ini juga digunakan sebagai tempat pertemuan para perwira Jepang. Nama Gedung Merdeka merupakan julukan yang diberikan menjelang KAA. Ketika menyiapkan KAA pada 60 tahun lalu hotel-hotel terkenal di Bandung, seperti Homann, Preanger, Astoria, dan Orient tampak berwajah cerah setelah dipoles. Demikian pula, bungalo-bungalo dipoles dan dirapikan.
Persiapan fisik berupa gedung untuk sidang dan hotel-hotel tempat penginapan menjadi perhatian utama panitia, baik lokal maupun nasional. Meski KAA diadakan di Bandung, tapi di Jakarta juga penuh dengan kesibukan.
Waktu itu, belum banyak hotel terdapat di Ibu Kota dan yang paling megah adalah Hotel des Indes (kini sudah dibongkar). Kala itu, jalan-jalan di Jakarta belum dilebarkan dan belum ada jalan bebas hambatan. Tapi, gaung dari KAA di Bandung terasa sekali di Jakarta baik dalam bentuk pemberitaan maupun delegasi-delegasi yang hadir.
Seingat saya, salah satu peserta yang paling banyak dielu-elukan adalah Presiden Jamal Abdel Nasser dari Mesir. Dia pada 1952 bersama Jenderal Nagib menurunkan Raja Farouk dan kemudian menurunkan Nagib. Juga PM Cina Cho En Lai banyak menarik perhatian karena terjadi pertentangan antara kelompok kiri dan nonkiri. Masalah ini menjadi sorotan tajam pada 60 tahun lalu.

Untuk jarak Jakarta-Bandung, 180 km disiapkan kendaraan sebanyak lebih 200 mobil terdiri atas 140 mobil sedan bersama tenaga sopir 230 orang. Untuk itu, dibangun empat buah pompa bensin baru di Bandung.
Salah satu preseden yang lahir dalam penyambutan delegasi luar negeri ialah hidangan para tamu. Bung Karno meminta agar untuk tamu asing disediakan makanan khas Indonesia, seperti soto, satai, dan gado-gado.
Makanan khas lainnya adalah kue klepon, pukis, lemper, bika ambon, kue lapis, dawet, dan makanan khas Indonesia lainnya. Makan khas Indonesia ini sepenuhnya gagasan Bung Karno yang mewanti-wanti minta ditonjolkan khas Indonesia.
Salah satu persiapan paling sulit adalah tenaga penerjemah bahasa Prancis dan Inggris. Maklum ketika itu jumlahnya masih minim sekali. Karena sulit didapat, waktu itu sebagian didatangkan dari luar negeri.
Dengan ucapan bismilah, pada 18 April Bung Karno membuka Konferensi Asia Afrika yang dihadiri 1.500 anggota delegasi dan peninjau. Selain itu, ada 500 wartawan dalam dan luar negeri. Hadir sebagai peninjau Mufti Besar Palestina Hamin El-Husaini.
Presiden Soeharto memulai pidatonya dengan mengingatkan perjuangan untuk kebebasan dan kemerdekaan bangsa-bangsa di Asia Afrika yang kala itu sebagian besar masih terjajah. Bung Karno juga menyerukan agar rakyat Asia Afrika yang berjumlah 1,4 miliar memobilisasikan diri menentang segala bentuk penjajahan dan ketidakadilan. Kini, setelah 60 tahun KAA di Bandung berlalu, semangatnya tetap masih relevan sampai sekarang ini.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Hidrogen Sebagai Peluang Ekonomi Baru
Permintaan terhadap hidrogen hijau mengalami peningkatan.
SELENGKAPNYAMiliter India-Pakistan Baku Tembak
Hubungan India-Pakistan memanas selepas penembakan di Kashmir.
SELENGKAPNYAIsrael Bunuh Sekeluarga Beserta Tiga Anak-Anak di Gaza
PBB menegaskan bahwa kondisi di Gaza makin memprihatinkan.
SELENGKAPNYA