Presiden Prabowo Subianto bersama Presiden ke-7 RI Joko Widodo dan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono meluncurkan secara simbolis Danantara di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Senin (24/2/2025). | Republika/Edwin Dwi Putranto

Analisis

'Danantara Dijanjikan Seolah Nihil Risiko'

Wawancara Ekonom Bright Institute, Awalil Rizky

Oleh STEVY MARADONA

Presiden RI Prabowo Subianto diapit dua mantan presiden yakni Joko Widodo dan Susilo Bambang Yudhoyono meluncurkan secara resmi Badan Pengelolaan Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin. Badan super pengelola dana BUMN tersebut digadang-gadang menjadi salah satu sumber pendapatan utama pemerintah nantinya. Terkait hal itu, Republika mewawancarai ekonom Bright Institute, Awalil Rizky. Berikut petikannya.

 

Bagaimana Anda mencermati pidato Presiden Prabowo soal pembentukan Danantara?

Sejauh informasi yang disampaikan kepada publik, Masih belum cukup jelas, tentang apa dan bagaimananya. Tidak cukup Danantara hanya dikatakan sebagai badan pengelola investasi (BPI) yang merupakan holding atau bahkan super holding dari BUMN-BUMN.

Narasinya (pidato) juga lebih berkisar nilai kelolaan yang bakal belasan ribu triliunrupiah dan seolah akan ada cukup dana untuk membantu berbagai program pemerintah, di luar skema APBN.

 

Dalam pidatonya, Presiden memberi isyarat Danantara akan mengelola dana untuk proyek strategis nasional (PSN). Tidak tercetus hal sebaliknya, bahwa dana kelolaan akan diinvestasikan Danantara ke portofolio di luar negeri. Menurut Anda?

Danantara memang dikatakan memiliki dua fungsi atau peran holding, yaitu holding investasi dan holding operasional. Dalam hal holding investasi, perlu diperjelas bahkan aturan umum tentang bentuk investasinya dan batasannya. Sebagai holding investasi, Danantara hanya akan menempatkan dana dalam saham atau obligasi yang sifatnya tidak ikut mengendalikan operasional. Risikonya tentu terkait erat dengan pasar surat berharga.

Sebagai holding operasional, karena ikut mengendalikan, maka risikonya pasti menjadi lebih besar, meski memungkinkan imbal hasil yang lebih besar pula.

Bagaimanapun, investasi tetap memiliki risiko rugi dan risiko kehilangan. Tidak boleh dipersepsikan hanya soal keuntungan, begitu pula aturan mainnya. Pidato Presiden tadi seolah akan ada banyak dana yang bisa dihimpun, kemudian diinvestasikan ke banyak proyek (disebut 20 proyek besar awal). Gambaran yang menjanjikan semua, seolah nihil risiko.

Dalam hal pembetukan dana Danantara, masih perlu diperjelas rinciannya. Tidak hanya sekadar menjumlah tujuh BUMN, dan akan ditambah dengan hal lain seperti penyisihan laba seluruh BUMN. Dalam hal laba BUMN selama ini, perhitungannya ada bagian yang menjadi pendapatan negara bukan pajak dalam APBN. Perlu diperjelas bagaimana perhitungannya dan apakah di tahun-tahun berikutnya.

Terkait dengan mengharapkan adanya dana asing masuk, memang masih bisa dimengerti. Antara lain dengan konsolidasi aset di bawah super holding danantara, maka bisa dilakukan “leveraging”. Danantara bisa membuat obligasi dan memperoleh dana. Juga dianggap akan memiliki daya Tarik untuk mengajak pihak ketiga (seperti asing) masuk dalam proyeknya. Seolah ada jaminan karena Danantara memilikim kelolaan aset yang amat besar.

 

Apakah ini bukannya sama dengan sebelumnya, PSN yang ditangani kementerian teknis atau BUMN Karya, lalu menggandeng swasta atau mitra asing. Hanya saja kini dibungkus oleh Danantara yang lebih besar?

Dalam hal apakah akan lebih efisien dibandingkan jika proyek-proyek dikerjakan oleh BUMN-BUMN atau holding BUMN atau Kementerian teknis, secara teoritis bisa lebih efisien, karena mekanisme organisasi pengelolaan adalah antar internal holding. Misal bisa menekan biaya perbankan. Beberapa mekanisme internal perusahaan bisa dijalankan, yang mengefisienkan beberapa biaya operasional.

Namun, hal itu bersyarat proyek-proyek dimaksud memang menguntungkan dan dijalankan secara GCG atau professional. Dan yang paling krusial, apakah proyek-proyek dimaksud secara langsung menguntungkan rakyat. Misal menciptakan lapangan kerja dan atau melibatkan UMKM. Sejauh yang dikesankan dari pidato tadi, yang disebut awal adalah hilirisasi terkait nikel, tambang, migas dll. Disebut soal ketahanan pangan mungkin food estate.

 

Danantara diresmikan di tengah isu efisiensi dan APBN. Komentar Anda?

Nah jika keuntungan adanya Danantara bersifat “memutar” melalui laba yang nanti akan diterima oleh APBN, maka banyak masalah menghadang. Apalagi salah satu cara pendanaan adalah dengan efisiensi anggaran, yang bagaimana pun berdampak kontraksi bagi perekonomian.

Kejelasan tentang hubungan Danantara dengan keuangan negara (terutama APBN) menjadi makin serius. Tujuh BUMN yang menjadi holding merupakan milik negara (sebagian besar sahamnya), dan apalagi jika ditambahkan dengan rencana mengelola aset-aset BUMN yang lain. Bagaimana status dan posisi dan kepemilikan negara? Apakah nantinya hanya Danantara yang milik negara, sedangkan BUMN milik Danantara.

Ketetapan dan aturan tentang ini akan berkaitan erat dengan soal pengawasan dan pemeriksaan. Misalnya dalam hal wewenang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ataupun aparat penegak hukum (APH) dalam pengelolaan Danantara atau BUMN.

Kasus 1MDB Malaysia menjadi contoh untuk kegagalan dan penyelewengan. Soalan yang paling mendasar adalah wewenang atau “kesempatan cawe-cawe” tokoh politik (penguasa) yang amat besar dalam pengelolaan yang seharusnya lebih bersifat bisnis (korporasi).

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Selamat Datang Danantara!

Setidaknya terdapat empat manfaat yang dapat diperoleh masing-masing pihak terkait.

SELENGKAPNYA