Band Sukatani saat tampil di Ngawi, Jawa Timur. | Instagram/Sukatani

Nasional

Dukungan Mengalir untuk Sukatani

Kepolisian memersilahkan Sukatani kembali memainkan 'Bayar Bayar Bayar'.

JAKARTA – Dukungan mengalir untuk band independen Sukatani sehubungan kabar adanya intimidasi atas lagu mereka yang mengkritik kepolisian, “Bayar Bayar Bayar”. Banyak pihak mengkhawatirkan kembalinya tindakan represif di Indonesia terkait insiden itu.

Para musisi dari lintas genre menuliskan dukungan melalui kolom komentar unggahan permintaan maaf di Instagram  tersebut. Band Seringai dalam komentarnya juga menggaungkan kode perlawanan 1312. Kode ini berasal dari urutan angka yang mewakili huruf dalam alfabet: 1=A, 3=1, C=A, 2=B, yang jika disusun membentuk singkatan ACAB alias “All Cops Are Bast*rds” yang artinya “Semua Polisi Br*engsek”.

Sukatani for Life. 1312,” kata Seringai dalam komentarnya, dikutip Jumat (21/2/2025). “Sukatani Forever,” kata Morfem Band, sembari menuliskan tagar #kamibersamasukatani. Band punk rock Tabrak Lari juga menuliskan dukungan kepada Sukatani. “Sukatani Forever. 1312”.

Sementara itu, Stevi Item, gitaris band metal Deathsquad memberi dukungan kepada Sukatani dan meminta mereka untuk tidak menarik lagunya. “Gak usah ditarik lagunya, Gas terus,” kata gitaris Deadsquad tersebut.

photo
Band Sukatani saat tampil di Jakarta. - (Instagram/Sukatani)

Baskara Putra juga menuliskan dukungannya kepada Sukatani sembari menuliskan kode 1312. “Semangat untuk teman-teman sukatani. 1312,” kata dia.

Dukungan juga datang dari Nadin Amizah. Melalui Instagram Story-nya, Nadin mengatakan bahwa video permintaan maaf itu merupakan upaya pembungkaman karya dan intimidasi dari polisi.

Kenapa yah para pakpol ini gak mikir bahwa dengan bikin video permintaan maaf gini tuh sama sekali enggak memperbaiki sentimen masyarakat ke beliau-beliau. Kita malah makin percaya bahwa mereka bikin video ini karena tertekan,” tulis Nadin.

Sebagai informasi, lagu “Bayar Bayar Bayar” berisi soal kritikan Sukatani terhadap oknum polisi yang selalu meminta bayaran untuk memproses kasus hingga keamanan. Lagu itu kemudian viral di media sosial sehingga mendorong personel Sukatani meminta maaf melalui akun resmi band tersebut dan menarik lagunya di semua platform musik.

Musisi Narpati Awangga alias Oomleo menyatakan sikap tegas menolak segala bentuk represi terhadap karya seni dan senimannya. Hal ini dia ungkap sebagai respon atas upaya pembungkaman terhadap lagu “Bayar Bayar Bayar” milik Sukatani band.

 
 
 
Lihat postingan ini di Instagram
 
 
 

Sebuah kiriman dibagikan oleh Republika Online (republikaonline)

Personil Goodnight Electric itu juga menegaskan bahwa dia mendukung dan berdiri tegak bersama  Sukatani. “Saya tidak pernah mentolerir segala sikap represif kepada karya seni dan jenis senimannya. Saya berdiri tegak bersama Sukatani,” kata Oomleo saat dihubungi Republika, Jumat (21/2/2025).

 

Siapa Sukatani? 

Merujuk profil Spotify mereka,Sukatani bermula di Purbalingga pada awal Oktober 2022. Nama itu dipilih sebagai cerminan nama khas sebuah desa yang sangat indah dan sejahtera sesuai dengan nilai-nilai yang dikampanyekan band tersebut. 

Sukatani berangkat dari gagasan sang vokalis Novi Citra Indriyati yang dipanggil Ovi alias Twister Angel. Ia sudah malang melintang menjadi anggota band di Purwokerto sejak tahun 2013 dan sempat bekerja sebagai buruh.

Mawas dengan kondisi di sekitarnya, Ovi kemudian menuliskan lirik-lirik “yang sebagian besar terinspirasi dari ‘ketidaknyamanannya’ terhadap distorsi sosial di sekitarnya”. Lirik-lirik gubahannya kemudian ia setor ke partner bermusiknya Muhammad Syifa Al Lufti yang dipanggil AI alias Alectroguy. 

Merujuk profil tersebut, keduanya menggabungkan berbagai elemen untuk menghasilkan lagu-lagu Sukatani. “Mereka banyak dipengaruhi oleh beberapa band Anarcho-Punk tahun 80-an dan beberapa band dari gelombang awal Proto-Punk.” 

Namun, mendengar album mereka Gelap Gempita (2023) terdengar ada pengaruh New Wave, Post Punk, dan Synth Rock. Terdengar pengaruh band-band seperti The Upstairs dari Tanah Air atau Joy Division dari mancanegara dalam musik mereka. Uniknya, mereka juga memasukkan unsur budaya lokal dalam lagu-lagunya. 

Dalam lagu “Sukatani” dan “Alas Wirasaba”, mereka menggunakan bahasa Jawa dengan dialek Banyumasan khas Purbalingga. Dua lagu itu, bicara soal konflik lahan yang mana penduduk lokalnya kalah dari aparat dan pengembang.

photo
Band Sukatani saat tampil di Purwokerto, Jawa Tengah. - (Instagram/Sukatani)

Twister Angel dan Alectroguy tidak memiliki pemain tambahan lain yang membantu mengisi dan mengisi beberapa bagian instrumen. Mereka menyiasati strategi studio digital dengan memproduksi instrumen drum dan bass yang diaransemen secara digital oleh Alectroguy.

Dasar itu kemudian diisi gitar yang oleh Alectroguy untuk kemudian diisi vokal Twister Angel. “Konteks seperti inilah yang mendorong mereka untuk memasukkan beberapa unsur synthesizer ke dalam instrumen Sukatani, hingga tak kuasa menolak bahwa mereka justru melahirkan perpaduan Street Punk dan Musik Elektronik.” Lengkingan vokalis Ovi mumpuni di sepanjang Album. Kekuatan suaranya membuat pesan yang mereka coba sampaikan terdengar lebih menonjok. 

Karya-karya Sukatani yang ciamik dan aksi panggung mereka yang unik mengundang banyak penggemar. Kedua personel band itu selalu tampil dengan wajah sebagian besar tertutup balaclava atau keffiyeh Palestina. Tak jarang, mereka membagi-bagikan hasil bumi ke penonton. 

Aksi mereka berhasil meraup penggemar yang militan yang akhirnya membuat band ini termashur. Mereka sempat mengisi sejumlah festival-festival besar, seperti Synchronize Fest 2024, Pestapora 2024, Bukan Main, hingga Cherry Pop 2024.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Indies Darlings (ykvvknd)

Pada akhirnya, lagu mereka “Bayar Bayar Bayar” yang viral di media sosial sampai ke telinga-telinga yang agaknya coba disindir. Ovi dan Al kemudian melayangkan permohonan maaf di akun media sosial band tersebut. Lagu itu juga mereka tarik dari Spotify dan akun media sosial.

Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) mendapatkan informasi sempat Band Sukatani menghilang dan tidak dapat dihubungi manajemen dalam perjalanannya dari Bali menuju Banyuwangi pasca tampil.  "Diduga ada Anggota Polri yang mengintimidasi dan memaksa untuk meminta maaf atas lagu Bayar Polisi," kata Julius Ibrani kepada Republika, Jumat (21/2/2025).

PBHI menilai intimidasi terhadap karya seni Band Sukatani tersebut adalah pelanggaran HAM yang sistematis dan terstruktur.  "Ada unsur negara sebagai pelaku, yakni Polri, dimana Polri merupakan bagian dari fungsi pertahanan dan keamanan negara serta di bawah struktur dan instruksi Presiden dalam konteks ketatanegaraan Indonesia," ujar Julius. 

Bahkan Personil Band Sukatani terpaksa membuka identitas anonimitas yang selama ini menjadi ciri khas demi keamanan atas karyanya yang kritis. Band Sukatani pun meminta pengguna media sosial untuk menghapus video dan lagu yang viral, yang berjudul “Bayar Bayar Bayar”.  "Lagu ini memuat lirik yang meng-capture fakta banyaknya tindakan koruptif Polri yang menjadikan masyarakat sebagai korban," ujar Julius. 

PBHI mengingatkan hak kebebasan berekspresi merupakan bagian kebudayaan yang menjadi tonggak kemajuan peradaban bangsa. Oleh karenanya, intimidasi dan tindakan represif polisi terhadap Band Sukatani melanggar jaminan hak kebebasan ekspresi seni sebagaimana Pasal 28E ayat (2) dan (3) UUD NRI Tahun 1945, Pasal 23 ayat (2) UU HAM hingga DUHAM dan Pasal 19 International Civil and Political Rights. 

Ribuan Pelanggaran Polisi - (republika)  ​

"PBHI mengingatkan pembatasan dan pembredelan terhadap kebebasan berekspresi dalam bentuk karya seni adalah ciri khas dari rezim otoriter Orde Baru, karenanya Seniman dan karya seni yang mengkritik pemerintah pasti dibredel dan dikriminalisasi, penerbitan dan publikasinya dilarang hingga dimusnahkan. Sebut saja nama Iwan Fals. Represi terhadap Band Sukatani adalah repetisi rezim otoriter Orde Baru, pendekatan berbasis intelijen yang senyap tersembunyi adalah kekhasan Pangkopkamtib Orde Baru," ujar Julius. 

PBHI mencatat pelanggaran HAM berkaitan hak berekspresi bukan kali ini saja terjadi. Pada akhir Desember 2024 lalu, Galeri Nasional Indonesia membredel lukisan Yos Suprapto yang bertajuk “Kebangkitan: Tanah untuk Kedaulatan Pangan” yang telah diriset belasan tahun dengan dalih tidak relevan. 

Polda Jawa Tengah (Jateng) mempersilakan band punk asal Purbalingga, Sukatani, mengedarkan kembali lagu mereka yang berjudul "Bayar Bayar Bayar". Sukatani pun dibebaskan jika hendak membawakan lagu tersebut ketika mereka berpartisipasi dalam pentas musik. 

"Monggo saja, bebas saja. Tidak ada masalah buat kita," ujar Kabid Humas Polda Jateng Kombes Pol Artanto ketika diwawancara di Mapolda Jateng dan ditanya apakah lagu Bayar Bayar Bayar karya Sukatani boleh diedarkan kembali, Jumat (21/2/2025). 

Artanto pun meyakinkan tak akan ada pelarangan jika Sukatani hendak menyanyikan lagu Bayar Bayar Bayar dalam pentasnya. "Nggak ada, bebas mereka," ujarnya ketika ditanya apakah akan ada pelarangan terhadap Sukatani untuk membawakan lagu “Bayar Bayar Bayar”.

Kekerasan Kepolisian - (republika)  ​

Kombes Pol Artanto mengakui, pihaknya sempat melakukan pertemuan dengan Ovi dan Al. "Jadi kemarin dari penyidik siber Polda Jawa Tengah sempat berjumpa dengan mereka dan berbincang-bincang dan mengklarifikasi. Klarifikasi itu hanya sekadar kita ingin mengetahui tentang maksud dan tujuan dari pembuatan lagu tersebut," ucap Artanto. 

Namun Artanto membantah kabar tentang dugaan bahwa Sukatani menyampaikan permohonan maaf dan menarik lagu Bayar Bayar Bayar karena adanya intervensi atau desakan dari kepolisian. "Nihil. Jadi klarifikasinya kan bincang-bincang saja. Itu mungkin mereka (personel Sukatani) merasa memberikan informasi lanjutan kepada masyarakat, monggo saja. Tidak ada intervensi sama sekali," ujarnya. 

Ketika ditanya mengapa lagu “Bayar Bayar Bayar” menjadi perhatian tim siber Polda Jateng, Artanto hanya mengatakan bahwa lagu itu terkenal. Kemudian saat dikonfirmasi di mana video permohonan maaf Sukatani direkam, Artanto mengaku belum mengetahui hal tersebut. 

"Kita menghargai kegiatan untuk berekspresi dan berpendapat melalui seni, dan kemudian melalui seni atau pendapat atau kritikan tersebut, Polri tidak antikritik. Polri menghargai kritik tersebut sebagai masukan untuk perbaikan," kata Artanto.  Ketika ditanya apakah sudah ada komunikasi atau pertemuan lanjutan dengan personel band Sukatani, Artanto tak menjawab langsung. "Pada prinsipnya kita menghargai mereka untuk berekspresi, berpendapat, dan ini masukan buat Polri," ujarnya. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat