Astrolabe dipamerkan di Islamic Arts Biennale 2025 di Sisi Barat Terminal Haji Bandar Udara Internasional King Abdul Aziz (KAA), Jeddah, Arab Saudi, 25 Januari hingga 25 Mei 2025. | Hazanul Rizqa/Republika

Internasional

Meniti Kekayaan Seni Islam di Biennale 2025

Arab Saudi untuk kali kedua menyelenggarakan pameran seni Islam internasional.

Oleh HASANUL RIZQA

Dalam sebuah hadis, Nabi Muhammad SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah Maha Indah dan mencintai keindahan.”

Menurut filsuf Muslim Seyyed Hossein Nasr, seni yang sejati pada dasarnya bersifat sakral karena berasal dari inspirasi ilahi. Seni yang sakral (sacred art)—baik dalam wujud lukisan, tulisan, syair, susunan nada, maupun tampilan lainnya—mampu menembus tabir eksistensi yang fana, untuk kemudian mengarahkan manusia pada realitas Keabadian (The Need for A Sacred Science, hlm 35).

Dalam rangka mengapresiasi karya-karya seniman Muslim, Diriyah Biennale Foundation menggelar Islamic Arts Biennale 2025. Berlokasi di Sisi Barat Terminal Haji Bandar Udara Internasional King Abdul Aziz (KAA), Jeddah, Arab Saudi, pameran besar-besaran ini berlangsung dari tanggal 25 Januari hingga 25 Mei 2025, dan terbuka untuk umum.

Mengulangi kesuksesan Islamic Arts Biennale dua tahun lalu di tempat yang sama, Diriyah Biennale Foundation kali ini mengusung tema “And All That Is In Between.” Inspirasinya datang dari berbagai ayat Alquran yang menyebut ungkapan “wa maa bayna humaa” (وَمَا بَيۡنَهُمَا). Misal, surah Qaf ayat ke-38.

وَلَقَدۡ خَلَقۡنَا السَّمٰوٰتِ وَالۡاَرۡضَ وَمَا بَيۡنَهُمَا فِىۡ سِتَّةِ اَيَّامٍ‌ۖ وَّمَا مَسَّنَا مِنۡ لُّغُوۡبٍ

“Dan sungguh, Kami telah menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam masa, dan Kami tidak merasa letih sedikit pun.”

photo
Qiswah dipamerkan di Islamic Arts Biennale 2025 di Sisi Barat Terminal Haji Bandar Udara Internasional King Abdul Aziz (KAA), Jeddah, Arab Saudi, 25 Januari hingga 25 Mei 2025. - (Hazanul Rizqa/Republika)

Kitab Suci menggambarkan betapa luas dan mengagumkannya Allah sebagai Pencipta langit, bumi, dan segala isinya. Semua ciptaan-Nya menampilkan pesona yang tak pernah susut.

Seni Islam memotret keindahan itu sehingga melahirkan karya-karya yang mampu melintasi zaman. Hasil kerja para seniman Muslim tidak hanya bermutu estetis, tetapi juga mengundang pemirsanya untuk merenungkan kembali sifat kasih (ar-Rahmaan) dan sayang (ar-Rahiim) Tuhan, serta menyaksikan bahwa Dia-lah Pemilik Kebesaran dan Kemuliaan (Dzul jalaali wa al-ikraam).

Tema “And All That Is In Between” juga dimaknai sebagai perjumpaan antara yang lampau, kini dan mendatang. Biennale 2025 menjadi wadah dialog antara peradaban Islam di masa lalu yang sarat pencapaian dan kearifan, serta kreativitas dan inovasi di era kontemporer ini.

Berbeda dari gelaran dua tahun sebelumnya, Biennale 2025 mengundang lebih banyak seniman serta lembaga seni dan budaya. Ditaja Pemerintah Kerajaan Arab Saudi, Diriyah menyulap Sisi Barat Terminal Haji Bandara Internasional KAA Jeddah menjadi tempat pameran seluas 100 ribu meter persegi. Itu terbagi ke dalam tujuh komponen, termasuk empat ruang pameran (exhibition halls), baik yang berada di dalam (indoor) maupun luar ruangan (outdoor spaces).

photo
Alquran kuno dipamerkan di Islamic Arts Biennale 2025 di Sisi Barat Terminal Haji Bandar Udara Internasional King Abdul Aziz (KAA), Jeddah, Arab Saudi, 25 Januari hingga 25 Mei 2025. - (Hazanul Rizqa/Republika)

Puluhan institusi perpustakaan, museum, dan yayasan budaya—baik dari dalam maupun luar negeri Saudi—berkontribusi mendukung Biennale 2025. Beberapa di antaranya berasal dari Amerika Serikat, Spanyol, Inggris, Prancis, Belanda, Italia, Yunani, Vatikan, Mali, Turkiye, Palestina, India, dan Uzbekistan.

Adapun Indonesia diwakili oleh Perpustakaan Nasional RI, Museum Sonobudoyo Yogyakarta, dan Museum Nasional Nusa Tenggara Barat. Deretan artis seni rupa dari berbagai negara juga memamerkan kreasi mereka di Biennale ini.

Menteri Budaya Arab Saudi yang juga Ketua Diriyah Biennale Foundation, Pangeran Badr bin Abdullah bin Farhan Al Saud mengatakan, Biennale 2025 merayakan karakteristik Arab Saudi sebagai simpul perjumpaan budaya-budaya besar dunia. Negeri ini juga menjadi tempat lahirnya peradaban Islam, serta contoh kebinekaan yang terus berderap maju.

“Semua ini juga didukung penuh al-Khadim al-Haramain asy-Syarifain, Yang Mulia Raja Salman bin Abdulaziz Al Saud, dan Pangeran Mohammed bin Salman bin Abdulaziz Al Saud. Biennale ini adalah bukti Visi Saudi 2030, yang mencerminkan nilai-nilai inovasi dan dedikasi,” ujar Pangeran Badr bin Abdullah dalam pidato pembukaan Islamic Arts Biennale 2025 di Terminal Haji Bandara Internasional KAA Jeddah, Arab Saudi, Jumat (24/1/2025) malam.

photo
Islamic Arts Biennale 2025 di Sisi Barat Terminal Haji Bandar Udara Internasional King Abdul Aziz (KAA), Jeddah, Arab Saudi, 25 Januari hingga 25 Mei 2025. - (Hazanul Rizqa/Republika)

 

Perjalanan sublim

Direktur Artistik Biennale 2025 Dr Julian Raby menjelaskan alasan di balik pemilihan tempat kegiatan pameran ini, yakni Terminal Haji. Bagian dari Bandara KAA Jeddah tersebut sesungguhnya tidak hanya berfungsi sebagai tempat transit, melainkan juga titik temu yang kosmopolitan. Di sinilah kaum Muslimin dari berbagai negara berkumpul sebelum mereka melanjutkan rihlah menuju Tanah Suci.

Berdiri sejak 1981, Terminal Haji biasa melayani 1 juta jamaah per tahun. Atapnya berupa puluhan payung kanopi fiberglass yang bisa terbuka dan tertutup otomatis. Perancangnya, arsitek Gordon Bunshaft dan insinyur Fazlur Rahman Khan, terinspirasi dari tenda khas masyarakat Arab Badawi. Atas buah kerja ini, mereka diganjar Aga Khan Award pada 1983.

Dengan mengunjungi Biennale 2025, jamaah haji dan umrah dapat menyaksikan karya-karya seni Islam yang memukau. Lebih dari 500 objek historis dan artefak ditampilkan di sana. Benda-benda tersebut menjadi saksi perkembangan peradaban Islam sejak zaman Rasulullah SAW. Pameran ini juga memajang berbagai instalasi seni kontemporer yang dibuat sejumlah artis seni-rupa, dari dalam maupun luar negeri Saudi.

Tiap-tiap exhibition halls Biennale 2025 dapat dinikmati sebagai zona eksplorasi yang terpisah, tetapi saling melengkapi. Kesemuanya menawarkan pengalaman yang unik kepada para pengunjung. Dr Raby mengatakan, mereka diajak untuk meniti sebuah perjalanan sublim dalam menemukan keindahan yang sakral.

photo
Salah satu bagan di Islamic Arts Biennale 2025 di Sisi Barat Terminal Haji Bandar Udara Internasional King Abdul Aziz (KAA), Jeddah, Arab Saudi, 25 Januari hingga 25 Mei 2025. - (Hazanul Rizqa/Republika)

“Tema ‘And All That Is in Between’ mengeksplorasi berbagai cara yang para seniman gunakan untuk mencoba memahami dan mengakui ciptaan Tuhan melalui keterlibatan hati, pikiran, dan tangan kita,” ujar Dr Raby, Sabtu (25/1/2025).

Biennale 2025 meliputi beberapa galeri interior, dan ruang terbuka di bawah kanopi Terminal Haji Barat di Bandara Internasional King Abdulaziz. Tempat ini dapat dinikmati sebagai zona eksplorasi yang terpisah namun saling melengkapi.

Exhibition hall yang pertama disebut sebagai Al Bidayah (Awal Mula). Di dalamnya, pengunjung diajak untuk merenungkan kesakralan dan makna di balik hal-hal materiel. Objek-objek tersebut terdiri atas berbagai ornamen yang berhubungan dengan Ka'bah serta sejumlah salinan mushaf Alquran dari Makkah dan Madinah.

Mushaf-mushaf itu paling tua berasal dari masa berabad-abad lampau. Banyak pula yang berasal dari luar Arab dan ditulis tangan langsung (handwritten). Dr Raby menceritakan, sejak dahulu jamaah haji dari berbagai kawasan, semisal Anak Benua India dan Asia Tengah, memiliki tradisi untuk menghadiahkan Alquran ke Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Ini dengan harapan bahwa banyak tamu Allah akan mengaji dengan mushaf itu sehingga pahala pun ikut mengalir kepada mereka.

photo
Replika Maqam Ibrahim dipamerkan di Islamic Arts Biennale 2025 di Sisi Barat Terminal Haji Bandar Udara Internasional King Abdul Aziz (KAA), Jeddah, Arab Saudi, 25 Januari hingga 25 Mei 2025. - (Hazanul Rizqa/Republika)

“Karena eksklusif berasal dari dua Kota Suci, maka tidak dapat dipungkiri bahwa koleksi-koleksi ini akan membangkitkan kesan yang kuat dalam diri pengunjung, khususnya Muslimin. Saat memasuki ruangan pameran empat panel kain kiswah besar yang pernah dipakai Ka’bah pada 2023-2024 lalu, mereka pasti akan terpukau dan pada saat yang sama merasa terpanggil (untuk berziarah ke Tanah Suci),” tutur Dr Raby.

Ia menambahkan, ruang pameran itu juga menyajikan salinan terjemahan Alquran dalam bahasa Latin dan Ibrani yang dikerjakan oleh orang-orang Nasrani dan Yahudi Eropa ratusan tahun silam. Ini mengindikasikan interaksi budaya antara kaum Muslimin dan non-Muslim sudah terbangun lama di Benua Biru.

Di dalam ruangan pameran Al Bidayah, terdapat pula karya-karya dari sejumlah seniman kontemporer. Asif Khan, seorang seniman kelahiran Britania Raya, menampilkan “Glass Qur’an”, yakni mushaf Alquran yang terbuat dari lempengan-lempengan kaca yang tersusun apik. Dua perupa lainnya, yakni Abdelkader Benchamma dan Arcangelo Sassolino, dengan karya-karya mereka menggugah hati dengan keyakinan pengunjung akan kemahakuasaan Allah yang tak terbatas. “Al Bidayah adalah sebuah perjalanan batin,” ucap alumnus University of Oxford itu.

Zona kedua dinamakan sebagai Al Madar (Orbit). Ini memamerkan artefak-artefak yang adalah koleksi puluhan lembaga mitra Diriyah dari puluhan negara. Di antaranya adalah salinan kitab-kitab atau manuskrip-manuskrip legasi para sarjana Muslim era keemasan Islam, seperti Kitab al-Jabr wa al-Muqabalah karya al-Khwarizmi (wafat 850 M) yang disimpan Perpustakaan Vatikan; al-Qanun al-Mas’udi karya al-Biruni (wafat 1050 M); Zij Sultani karya Ulugh Beg (wafat 1449 M) dari Usbekistan; Kitab Suwar al-Kawakib ath-Thabitah karya Abdurrahman al-Sufi (wafat 986 M); Kitab Nuzhat al-Mushtaq karya al-Idrisi (wafat 1165 M), serta Mandhoumah fii Tarhil asy-Syams karangan astronom Ahmad Baba al-Tunbukti.

Di tempat ini, disajikan pula sejumlah objek yang dahulu digunakan para astronom Muslim untuk mengamati benda-benda langit. Misalnya, celestial globe dari India abad ke-17 dan astrolobe dari Iran abad ke-13. Al Madar juga memamerkan sejumlah peta dunia yang dibuat para kartografer Muslim dari era klasik, termasuk karya-karya al-Idrisi (wafat 1165 M).

photo
Suasana Islamic Arts Biennale 2025 di Sisi Barat Terminal Haji Bandar Udara Internasional King Abdul Aziz (KAA), Jeddah, Arab Saudi, 25 Januari hingga 25 Mei 2025. - (Hazanul Rizqa/Republika)

Zona ketiga ialah Al Muqtani (Penghormatan). Menurut Dr Raby, bagian ini berisi banyak artefak yang membawa kembali penekanan pada dunia materiel. Umumnya benda-benda yang ditampilkan di sini berasal dari koleksi pribadi dua patron, yakni Syekh Hamad bin Abdullah Al Thani dan Rifaat Medhat Syekh al-Ard.

The Al Thani Collection bercirikan selera seni yang tinggi pada benda-benda berharga, dengan fokus pada artefak-artefak yang berhiaskan permata. Misalnya, pedang, kendi logam, perisai, dan baju zirah. Semua itu bermandikan manik-manik yang tak ternilai harganya.

Adapun Furusiyya Art Foundation, yang didirikan Rifaat Medhat Syekh al-Ard, menghadirkan koleksi antara lain lusinan pedang dari masa ratusan tahun silam, termasuk era Perang Salib. Senjata itu berhiaskan ukiran-ukiran yang menawan. Beberapa dihiasi dengan batu-batu berharga.

Zona terakhir berada di lanskap outdoor spaces, yang dinaungi payung-payung raksasa Terminal Haji. Namanya ialah Al Midhallah (Kanopi). Di sini, berbagai instalasi seni kontemporer terhampar. Sebagian besar karya ini dipesan khusus untuk Biennale 2025 demi memperkuat tema utamanya.

Di area Al Midhallah pun berdiri sebuah masjid kecil hasil rancangan EAST Architecture Studio, bekerja sama dengan para arsitek AKT II dan desainer Rayyane Tabet. Masjid ini adalah pemenang sayembara bertajuk “Al Musalla Prize.” Tim ini berhasil memenangkan lomba tersebut dengan karya mereka yang terinspirasi dari tradisi tenun Arab. Bangunan tersebut juga memakai bahan dari sisa-sisa pohon kurma yang sudah dipanen sehingga sarat akan pesan dan makna ekologis.

photo
Peta kuno dipamerkan di Islamic Arts Biennale 2025 di Sisi Barat Terminal Haji Bandar Udara Internasional King Abdul Aziz (KAA), Jeddah, Arab Saudi, 25 Januari hingga 25 Mei 2025. - (Hazanul Rizqa/Republika)

“Bienalle 2025 mengeksplorasi bagaimana iman dialami, diungkapkan, dan dirayakan melalui perasaan, pemikiran, dan karya. Kami menawarkan wawasan unik tentang keindahan yang sakral di momen transformasi global,” tukas Dr Raby.

 

Wajah Indonesia

Sejumlah artefak dari Indonesia dipamerkan di ruang Al Madar dalam Biennale 2025. Kepala Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta, Dian Lakshmi Pratiwi mengaku bangga bahwa pihaknya turut diundang dan mengambil peran dalam agenda internasional ini.

Museum Sonobudoyo Yogyakarta menyajikan antara lain satu set Wayang Sadat yang mengilustrasikan sosok Wali Sanga. Itu dibuat pada 1985 oleh Ki Haji Suryadi Warnasukarja, seorang seniman asal Klaten, Jawa Tengah. Selain itu, sejumlah kain batik juga ikut dibawa dari Jawa ke Jeddah untuk dinikmati para pengunjung.

“Benda-benda seni dan budaya yang kami bawa ini menunjukkan, bagaimana Islam berakulturasi dengan budaya dan tradisi lokal, sehingga ajaran Islam masuk secara smooth ke dalam masyarakat Jawa saat itu,” ujar Dian saat ditemui Republika di area Biennale 2025, Terminal Haji Bandara KAA Jeddah, Arab Saudi, Sabtu (25/1/2025) malam.

Menurut dia, pengunjung dari mancanegara akan tertarik untuk mengamati koleksi yang dibawa pihaknya. Sebab, umumnya artefak atau objek yang ditampilkan di Biennale 2025 cenderung bernuansa kearab-araban. Adapun benda-benda yang diboyong dari Yogyakarta ini menampilkan sisi lain dari syiar Islam yang ramah lokalitas.

Kain tenun di Islamic Arts Biennale 2025 di Sisi Barat Terminal Haji Bandar Udara Internasional King Abdul Aziz (KAA), Jeddah, Arab Saudi, 25 Januari hingga 25 Mei 2025. - (Hazanul Rizqa/Republika)  ​

Kepala Museum Negeri Nusa Tenggara Barat (NTB) Ahmad Nur Alam mengatakan, pihaknya membawa sekira delapan koleksi seni untuk ikut dipamerkan dalam Biennale 2025. Di antaranya adalah pakaian adat khas Muslimah Sumbawa dan sejumlah keris khas lokal.

“Yang kami bawa ke sini adalah benda-benda seni yang merupakan representasi komunitas-komunitas yang ada di NTB, yakni Sasak, Sumbawa, dan Mbojo. Kami sangat senang bisa hadir di sini karena pada pelaksanaan yang pertama (Biennale 2023), Indonesia belum ada wakilnya. Sekarang, kami bisa hadir bersama dua institusi lainnya, yakni Museum Sonobudoyo dan Perpusnas RI,” kata Ahmad Nur Alam di Jeddah, Sabtu (25/1/2025) malam.

“Ini juga menjadi cara kami, wakil-wakil dari Indonesia, untuk melakukan diplomasi budaya. Yang kami dengar juga dari pihak panitia, keikutsertaan Indonesia memberikan kesan positif. Sebagai negara Muslim terbesar, negara kepulauan terbesar, kita alhamdulillah terwakilkan dalam pelaksanaan Biennale edisi kedua ini,” sambung dia.

Ketua Kelompok Kerja Pengelolaan Naskah Nusantara Perpustakaan Nasional (Perpusnas) RI, Aditia Gunawan, menyampaikan apresiasi kepada Diriyah Biennale Foundation. Dari pihaknya, ada sejumlah manuskrip Nusantara yang disuguhkan dalam Biennale 2025. Di antaranya adalah naskah-naskah keilmuan falak, termasuk kutika yakni tulisan khas masyarakat daerah Bugis yang memuat tradisi perhitungan hari.

“Kami senang sekali menjadi bagian dari Biennale 2025 ini,” ujar Aditia di Jeddah, Sabtu (25/1/2025) malam.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat