Aktivis Papua berorasi usai sidang dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta. | Thoudy Badai_Republika

Nasional

Siapa Dapat Pengampunan Politik di Papua

Sebanyak 1.354 aktivis di Papua sempat ditahan hingga saat ini.

Oleh BAMBANG NOROYONO, FITRIYAN ZAMZAMI

JAKARTA – Indonesia merencanakan pemberian amnesti, maupun abolisi terhadap orang-orang yang terlibat dalam konflik di Papua. Siapa saja yang bakal mendapat pengampunan tersebut?

Menteri Koordinator Bidang Hukum, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra mengatakan pemberian pengampunan, maupun penghapusan pidana tersebut sebagai upaya pemerintah dalam menciptakan perdamaian, dan menyudahi konflik. Namun begitu, amnesti, dan abolisi tersebut tak akan diberikan terhadap kombatan-kombatan bersenjata.

“Pada dasarnya, Presiden Prabowo Subianto sudah setuju untuk memberikan amnesti dan abolisi kepada mereka yang terlibat dalam konflik di Papua. Dan menyelesaikan masalah di sana secara damai dengan mengedepankan hukum dan HAM,” kata Yusril melalui siaran pers Rabu (23/1/2025). 

Menteri HAM Natalius Pigai menjelaskan, amnesti dan abolisi khusus isu-isu menyangkut Papua bagian dari upaya menyudahi konflik yang berkepanjangan di Bumi Cenderawasih. “Tujuan dari ini, adalah untuk rekonsiliasi dan kemanusian,” kata Pigai saat dihubungi Republika, dari Jakarta, Kamis (23/1/2025).

photo
Sejumlah massa aktivis Papua dimasukan ke dalam mobil tahanan di depan Kedutaan Besar Amerika Serikat, Jakarta, Kamis (30/9/2020). Polisi menangkap 17 aktivis Papua yang melaksanakan aksi peringatan Roma Agreement ke-59. Republika/Putra M. Akbar - (Republika)

Akan tetapi, kata Pigai pemberian amnesti dan abolisi itu memang tak melingkupi semua pelaku tindak pidana. Terutama, kata Pigai menyangkut soal para kombatan, ataupun anggota-anggota kelompok separatis bersenjata. 

“Khusus kombatan-kombatan ini, secara kriterianya mereka ini tidak masuk. Karena ada keterkaitannya mereka (para kombatan) ini dengan pelaku tindak pidana lainnya, yang tidak masuk dalam pemberian amnesti ataupun juga abolisi,” kata Pigai. Dia mencontohkan, para kombatan atau anggota separatis bersenjata yang sudah terbukti melakukan pembunuhan terhadap sipil, maupun aparat keamanan.

Pigai menerangkan ada sejumlah pelaku tindak pidana terkait isu Papua yang dapat diberikan amnesti maupun abolisi. Sedikitnya, kata Pigai ada tujuh kriteria. “Satu, mereka yang dipidana karena menyampaikan pendapat dan kritik terhadap pemerintah yang itu dilakukan tanpa melalui kekerasan,” kata Pigai. 

Kedua, kata Pigai mereka bisa mendapatkan amnesti maupun abolisi terkait dengan penghinaan terhadap kepala negara. “Kelompok ini yang selama ini menjadi terpidana dengan pasal-pasal menyangkut ujaran kebencian, ataupun Undang-undang ITE,” ujar Pigai.

Kondisi HAM di Papua - (Republika)  ​

Selanjutnya, kata Pigai, adalah mereka yang selama ini dipenjarakan karena alasan-alasan lain terkait partisipasi politik, maupun aktivisme kebebasan berpendapat mengenai Papua. “Seperti mereka yang dipidana karena menggunakan simbol-simbol atau atribut-atribut yang terkait dengan Papua Merdeka,” ujar Pigai. 

Amnesti maupun abolisi, juga dapat diberikan kepada tokoh-tokoh politik yang selama ini menyampaikan pandangannya tentang Papua Merdeka melalui jalur perdamaian. “Mereka ini merupakan tahanan-tahanan politik yang selama ini menyampaikan ideologi-idelogi bertentangan dengan pemerintah,” kata Pigai.

Mengacu kriteria-kriteria tersebut, kata Pigai, memang tak menyentuh para kombatan. Sebab menurut Pigai, para kombatan, maupun mereka yang dipidana karena keterlibatannya dalam aksi-aksi separatisme bersenjata ada kaitannya dengan tindak pidana berat lainnya. 

“Mereka-mereka yang melakukan pembunuhan, baik itu (pembunuhan) terhadap rakyat biasa (sipil), atau aparat-aparat keamanan TNI-Polri, itu kan tidak bisa diberikan pengampunan,” ujar Pigai. Namun begitu, kata Pigai, program pemberian amnesti maupun abolisi terkait isu Papua ini, memang memerlukan seleksi super ketat dalam persetujuannya.

photo
Polisi menangkap aktivis Papua saat melaksanakan aksi di depan Kedutaan Besar Amerika Serikat, Jakarta. - (Republika/Putra M Akbar)

“Saya tidak dalam pandangan apakah nantinya kombatan-kombatan itu mendapatkan amnesti ataupun abolisi atau tidak. Tetapi perlu untuk dilihat apakah mereka ini (para kombatan) memang terbukti terlibat atau melakukan pembunuhan atau tidak. Dan itu hanya bisa diketahui melalui proses asesmen yang nanti akan dijalankan,” ujar Pigai. 

Namun kata Pigai memastikan program amnesti dan abolisi terkait isu-isu di Papua itu, sebagai salah-satu jalan yang akan dilakukan Presiden Prabowo untuk penyelesaian konflik di Papua. Pun juga sebagai upaya pemerintah memajukan kualitas HAM di Bumi Cenderawasih.

Menko Yusril sebelumnya menyampaikan, amnesti dan abolisi untuk isu-isu terkait Papua sebagai jalur damai untuk menyudahi konflik di Papua. Dalam rilisnya, Yusril mengatakan, Presiden Prabowo yang juga akan memberikan pengampunan dan penghapusan pidana terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam kekerasan bersenjata di Papua.

“Presiden Prabowo kini sedang mempertimbangkan untuk memberikan amnesti kepada orang-orang yang terlibat dalam kelompok kekerasan bersenjata di Papua. Dan saat ini Kementerian Hukum sedang mendata siapa saja yang bisa diberikan amnesti,” ujar Yusril.

photo
Sejumlah massa aktivis Papua berada di dalam mobil tahanan di depan Kedutaan Besar Amerika Serikat, Jakarta. - (Republika/Putra M Akbar)

Menteri Hukum Supratman Andi Agtas, pada Desember 2024 lalu juga pernah menjelaskan pemberian amnesti dan abolisi terkait isu-isu di Papua adalah bagian program pengampunan, dan penghapusan pidana terhadap 44 ribu narapidana yang ada di seluruh Indonesia. Empat kategori narapidana yang bisa diberikan amnesti maupun abolisi. Salah-satunya, kata Andi, para narapidana yang dipenjara lantaran kasus-kasus politik dan keamanan di Papua. “Tetapi yang nonkombatan,” kata Andi, Jumat (27/12/2024) lalu.

Sejauh ini, tak ada lansiran resmi dari pemerintah soal jumlah tahanan politik di Papua. Namun, pencatatan independen dilakukan inisiatif kolektif Orang Papua di Balik Jeruji (OPBJ) yang terdiri dari kumpulan NGO. 

OPBJ melansir bahwa pada 2023 terjadi 530 penangkapan terhadap orang Papua terkait aktivitas politik dan separatisme. Mereka ditangkap dalam 81 insiden terpisah di berbagai wilayah di Indonesia. Di antara yang ditangkap, sebanyak 50 didakwa dengan tuduhan pidana. Kemudian 18 diantaranya menjalani persidangan hingga tahap penuntutan dan dijatuhi hukuman, dengan hukuman penjara mulai dari 6 bulan hingga 16 tahun. Dari mereka yang ditangkap, 454 dibebaskan, atau diduga akan dibebaskan.

Menurut laporan tahunan OPBJ dari mereka yang didakwa, tuduhan yang paling sering digunakan adalah Undang-Undang Darurat tentang Kepemilikan Senjata Api dan Bahan Peledak (Undang-Undang Nomor 12 tahun 1951), dengan 23 orang didakwa. Dari 23 orang tersebut, 12 orang dituntut dan dinyatakan bersalah atas pelanggaran ini. 

Angka ini merupakan peningkatan yang signifikan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Sebaliknya, 11 orang dituntut dan didakwa atas tuduhan makar.” Ini merupakan penurunan yang nyata dalam penggunaan tuduhan makar (yang menurut para pegiat bersifat represif), dibandingkan dengan tahun sebelumnya, ketika tuduhan tersebut digunakan sebanyak 24 kali.” 

photo
Tentara separatis TPNPB-OPM pelaku penembakan pesawat di Kabupaten Puncak, Jumat (14/4/2023). - (Dok Republika)

Sementara sebelas orang dituntut terkait dengan pembunuhan atau pembunuhan berencana. Kasus ini sebagian besar terkait dengan serangan terhadap personel pasukan keamanan. Enam dari 11 orang yang dituntut dinyatakan bersalah.

Hingga akhir 2023, 531 orang masih menjalani proses hukum dan 18 orang lainnya telah menjalani masa tahanan setelah diadili, di berbagai lokasi di Papua. Delapan tahanan belum dapat dipastikan keberadaannya. 

Empat orang yang tidak ditahan masih dalam pencarian untuk ditangkap. Dua orang tahanan politik Papua meninggal dunia pada tahun 2023. Jika ditambah dengan tahanan politik yang ditangkap pada 2021 dan 2022, total tahanan politik Papua yang masih dalam penahanan hingga akhir tahun ini berjumlah 96 orang.

OPBJ sejauh ini telah merekam 1.354 orang Papua yang ditangkap terkait aktivitas politik atau separatisme. Dari jumlah itu, yang terbanyak merupakan anggota Kongres Nasional Papua Barat (KNPB). Organisasi itu adalah kumpulan mahasiswa Papua yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Kelompok itu mengkampanyekan referendum ulang di Papua. Para anggota kerap ditangkap dalam aksi-aksi damai yang mereka gelar.

Aksi menolak pemekaran Papua di Paniai, Senin (14/3/2022). - (istimewa)  ​

Tokoh terkemuka KNPB yang saat ini berada di balik jeruji adalah Victor Yeimo (41 tahun). Juru bicara KNPB itu divonis bersalah oleh hakim Pengadilan Negeri Jayapura dengan hukuman delapan bulan penjara. 

Yeimo ditangkap setelah melakukan protes damai terhadap insiden rasialis terhadap warga Papua pada Agustus 2019. Ia kemudian didakwa melakukan makar dan penghasutan pada tahun 2021.

Persidangannya berlanjut sepanjang tahun 2022 dan sebagian besar 2023 dengan penundaan berulang kali karena kesehatan Yeimo yang memburuk. Pada 5 Mei 2023 dia dinyatakan tidak bersalah melakukan makar, namun tetap dihukum melakukan penghasutan berdasarkan Pasal 115 KUHP Indonesia. Ia kemudian dijatuhi hukuman delapan tahun bulan penjara, dikurangi waktu yang dihabiskan dalam tahanan. Dia dibebaskan dari penjara pada 23 September 2023. 

Selain KNPB, kelompok lain yang juga menyumbang banyak tahanan politik adalah Petisi Rakyat Papua (PRP). Organisasi ini adalah front rakyat yang berisi 122 organisasi dan individu-individu dari berbagai sektor di Papua. Sebanyak 88 orang anggota kelompok itu sempat ditahan.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat