Hikmah hari ini | Republika

Hikmah

Laksana Kebun di Tanah Subur

Amal kebajikan orang beriman akan tumbuh dan berbuah enak laksana kebun di tanah yang subur.

Oleh HASAN BASRI TANJUNG

Sungguh, metode pembelajaran dalam Alquran sedemikian indah dan menakjubkan. Meskipun setiap ayat mengandung makna yang dalam dan luas, tapi pesannya bisa diserap oleh orang beriman.

Salah satu metode yang digunakan adalah perumpamaan, yakni mengibaratkan sesuatu yang abstrak dengan yang konkret dalam kehidupan.

Perumpamaan (mitsal) dapat menjelaskan dimensi waktu dan tempat berbeda dengan pesan yang sama. Pengajaran semacam ini banyak ditemukan dalam ayat suci Alquran agar menjadi pedoman bagi setiap Muslim.

Oleh karenanya, manusia diberikan pilihan untuk beriman atau kufur, sebab dengan akal dan hati mampu memilih dan sadar akan akibatnya (QS al-Kahfi [18]: 29).

Allah SWT menguraikan tentang amal perbuatan orang kafir diumpamakan dengan fatamorgana di tengah gurun pasir yang terik. Fatamorgana adalah gejala optis yang tampak pada permukaan tanah yang panas dan kelihatan seperti genangan air (KUBI).

Meskipun mereka berbuat kebaikan, tapi jika tidak beriman kepada Allah SWT, maka ia bagai fatamorgana yang menipu pandangan mata (QS an-Nur [24]: 39).

Artinya, sebesar apa pun kebaikan orang kafir, hatta mendapat penghargaan dunia internasional, tapi di sisi Allah SWT tidak berarti sama sekali.

 
Demikian pula, manakala Allah SWT menjelaskan amal orang-orang riya (pamer) seperti debu di atas batu licin yang diguyur hujan deras, sehingga tidak tersisa sedikit pun
 
 

Demikian pula, manakala Allah SWT menjelaskan amal orang-orang riya (pamer) seperti debu di atas batu licin yang diguyur hujan deras, sehingga tidak tersisa sedikit pun (QS al-Baqarah [2]: 264).

Kemudian, ditegaskan pada ayat lain, yakni ibarat orang punya kebun kurma dan anggur yang mengalir air di bawahnya dengan buah beraneka ragam. Kebun tersebut ingin diberikan kepada anak cucu dikala lanjut usia.

Namun, kebun itu diterpa angin kencang yang panas, sehingga terbakar hangus tak bersisa. Betapa sedih dan kecewa melihat hasil usahanya sirna dalam waktu sekejap (QS al-Baqarah [2]: 266).

Melalui perumpamaan tersebut, tampak jelas perbedaan antara amal orang kafir yang tidak ada wujudnya dan azab neraka yang menanti, dengan amal orang pamer yang hanya tinggal bekas-bekasnya. Tapi, mereka akan menanggung kenyataan yang sama, yakni penyesalan.

Lalu, bagaimana dengan perumpamaan amal kebaikan orang beriman yang mengharapkan ridha Ilahi?

Setidaknya, hal tersebut digambarkan dalam dua aspek.

Pertama, aspek proses, yakni seumpama menanam satu butir benih lalu tumbuh tujuh tangkai dan setiap tangkai berisi seratus buah.

"Perumpamaan orang-orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah adalah seperti (orang-orang yang menabur) sebutir biji (benih) yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan (pahala) bagi siapa yang Dia kehendaki. Allah Mahaluas lagi Maha Mengetahui." (QS al-Baqarah [2]: 261).

Kedua, aspek hasil, yakni ibarat sebuah kebun di tanah subur dengan hasil panen yang melimpah.

"Perumpamaan orang-orang yang menginfakkan harta mereka untuk mencari ridha Allah dan memperteguh jiwa mereka adalah seperti sebuah kebun di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, lalu ia (kebun itu) menghasilkan buah-buahan dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, hujan gerimis (pun memadai). Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan." (QS al-Baqarah [2]: 265).

Prof M Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah (hal 573) menegaskan bahwa ayat ini memiliki dua tujuan utama bagi mereka yang terpuji dalam menafkahkan hartanya, walau yang kedua pada akhirnya merujuk dan berakhir pada tujuan pertama.

Pertama, mardhatillah (meraih keridhaan Allah SWT) yang berulang-ulang, sehingga mantab dan berkesinambungan.

Kedua, tatsbiitan min anfusihim (keteguhan jiwa mereka) sehingga dapat memeroleh kelapangan dada dan pemaafan terhadap gangguan dan kesalahan orang lain, serta kesabaran dalam melaksanakan kewajiban agama.

Guru kehidupan kita, Prof KH Didin Hafidhuddin dalam buku Membangun Kemandirian Umat (hal 63) menjelaskan kepemurahan Rasulullah SAW semestinya menjadi model bagi setiap Muslim dalam sikap dan perilaku keseharian.

Amal kebajikan (infak) tidak akan mengurangi harta, tetapi tumbuh dan subur seperti kebun disirami air hujan di tanah subur dengan hasil yang melimpah ruah.

Kemauan dan ketulusan berinfak atau menolong sesama adalah wujud kedermawanan (asy-syakhiyyu), sebagaimana dicontohkan oleh Baginda Nabi Muhammad SAW.

Nabi SAW mengajarkan kepada umatnya agar kebiasaan menolong orang lemah (dhu’afa-mustadh’afiin) sebagai gaya hidup (life style). Bahkan, orang bodoh pun lebih terhormat dibandingkan dengan ahli ibadah karena kedermawanannya.

"Orang yang pemurah itu dekat dengan Allah, dekat dengan manusia, dekat dengan surga dan jauh dari neraka. Sedangkan, orang bakhil itu jauh dari Allah, jauh dari manusia, jauh dari surga dan dekat dengan neraka. Orang bodoh yang dermawan lebih dicintai Allah dari pada ahli ibadah yang bakhil." (HR Turmudzi).

Sejujurnya, ketika masih berkecukupan, berinfak lebih mudah walaupun dalam jumlah besar. Tapi, ketika kita berkelebihan, kesanggupan berzakat dan infak pun semakin rendah, bahkan untuk memenuhi batas minimal pun sulit.

Tiada lain, karena bisikan setan yang menakut-nakuti akan kemiskinan telah merasuk ke lubuk hati (QS al-Baqarah [2]: 268).

Padahal, harta tidak akan berkurang karena sedekah, bahkan akan terus bertambah.

Walhasil, amal kebajikan orang beriman akan tumbuh dan berbuah enak laksana kebun di tanah yang subur. Walaupun hujan tak turun, gerimis dan embun pagi sudah cukup membasahi dedaunan.

Oleh karena itu, ketika berbuat baik jangan sampai salah niat dan tujuan, yakni lillahi ta’ala (HR Bukhari).

Allahu a’lam bish-shawab.


Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Ujian Kehidupan

Ujian itu sejatinya bermuara pada bagaimana sikap kita.

SELENGKAPNYA

Kala Buya Hamka Jelaskan Keterpeliharaan Alquran di Hadapan Orientalis

Segenap serangan orientalis dari dulu hingga kini tak pernah bisa dibuktikan.

SELENGKAPNYA

Kelas Kecantikan untuk Perempuan Pekerja Migran

Beauty Class BNI bantu buka wawasan PMI di Hong Kong tambah penghasilan dari industri kecantikan.

SELENGKAPNYA

Kontak Budaya Dalam 'Jeda' Perang Salib

Konteks Perang Salib menjadi ajang Barat lebih mengenal kemajuan peradaban Islam.

SELENGKAPNYA