Mahmoud Al-Faseeh menggendong jenazah bayi perempuannya yang berusia 3 minggu, Sila, di Rumah Sakit Naser di Khan Younis Rabu 25 Desember 2024. | AP Photo/Mariam Dagga

Internasional

Tiga Bayi Syahid Kedinginan di Gaza Sepekan Belakangan

Mayoritas warga Gaza kini mengungsi dan harus menahan musim dingin.

GAZA – Tiga bayi syahid di Jalur Gaza dalam sepekan belakangan akibat cuaca dingin di Jalur Gaza belakangan. Kematian-kematian tersebut semakin menegaskan kondisi yang mengenaskan, dengan ratusan ribu warga Palestina berdesakan di tenda-tenda yang seringkali bobrok setelah melarikan diri dari serangan Israel.

Menurut sumber medis, usia ketiga bayi baru lahir tersebut berkisar antara 4-21 hari. Yang terkini, Seorang bayi perempuan mati kedinginan pada Hari Natal di Gaza. Bayi berusia tiga minggu itu adalah bayi ketiga yang meninggal karena kedinginan di tenda-tenda Gaza dalam beberapa hari terakhir. 

Pengeboman dan invasi darat Israel ke Gaza telah menewaskan lebih dari 45.000 warga Palestina, lebih dari setengahnya adalah perempuan dan anak-anak, menurut Kementerian Kesehatan Gaza. 

Serangan tersebut telah menyebabkan kehancuran yang luas dan membuat sekitar 90 persen dari 2,3 juta penduduk Gaza mengungsi, kerap berkali-kali. Ratusan ribu orang mengungsi di tenda-tenda di sepanjang pantai saat musim dingin dan basah mulai tiba. Kelompok-kelompok bantuan telah berjuang untuk mengirimkan makanan dan perbekalan dan mengatakan ada kekurangan selimut, pakaian hangat dan kayu bakar.

Ayah dari Sila yang berusia tiga minggu, Mahmoud al-Faseeh, membungkusnya dengan selimut untuk mencoba menghangatkannya di tenda mereka di daerah Muwasi di luar kota Khan Younis, tapi tidak cukup, katanya kepada the Associated Press. Dia mengatakan tenda tersebut tidak tertutup dari angin dan tanah menjadi dingin, karena suhu pada Selasa malam turun hingga 9 derajat Celsius. Muwasi adalah daerah bukit pasir dan lahan pertanian terpencil di pantai Mediterania Gaza.

“Saat itu cuaca sangat dingin dalam semalam dan sebagai orang dewasa kami bahkan tidak kuat menahan dingin. Kami tidak bisa tetap hangat,” katanya. Sila terbangun sambil menangis tiga kali dalam semalam dan keesokan paginya mereka menemukannya tidak sadarkan diri, tubuhnya kaku. “Dia seperti kayu,” kata al-Faseeh. 

Mereka segera membawanya ke rumah sakit darurat dan dokter mencoba menyelamatkannya, namun kondisi paru-parunya sudah memburuk. Gambar Sila yang diambil AP memperlihatkan gadis kecil dengan bibir ungu, kulit pucatnya bercak. 

Ahmed al-Farra, direktur bangsal anak-anak di Rumah Sakit Nasser di Khan Younis, membenarkan bahwa bayi tersebut meninggal karena hipotermia. Dia mengatakan dua bayi lainnya – satu berusia tiga hari, yang lainnya berusia satu bulan – telah dibawa ke rumah sakit selama 48 jam terakhir setelah meninggal karena hipotermia.

photo
Musim Dingin dan Kelaparan di Gaza - (Republika)

“Dia berada dalam kondisi kesehatan yang baik dan dilahirkan secara alami tetapi karena suhu dingin yang parah di dalam tenda terjadi penurunan suhu yang signifikan yang membuat sistem tubuhnya berhenti bekerja dan menyebabkan kematiannya,” kata al-Farra.

“Ini adalah contoh nyata dari konsekuensi perang yang tidak adil ini dan dampaknya terhadap masyarakat Jalur Gaza, terutama anak-anak,” katanya. “Bayi tidak bisa mentolerir suhu rendah. Perang ini harus diakhiri dengan cara apa pun dan agar keluarga dapat kembali ke rumah mereka.”

Selain kedinginan, jumlah kematian akibat kelaparan kemungkinan akan melampaui tingkat kelaparan di Gaza utara pada bulan depan karena “blokade hampir total” Israel terhadap makanan dan bantuan lainnya, kata lembaga pemantau krisis pangan global yang dibentuk Amerika Serikat pada Selasa. Temuan Famine Early Warning System Network tampaknya mengungkap keretakan dalam pemerintahan Biden mengenai tingkat kelaparan di Gaza utara. 

Gaza Utara telah menjadi salah satu daerah yang paling terkena dampak pertempuran dan pembatasan bantuan Israel selama 14 bulan agresi Israel. Israel pernah meningkatkan jumlah pengiriman bantuan yang diizinkan ke Gaza utara di bawah tekanan dari Presiden Joe Biden. Namun PBB dan kelompok bantuan mengatakan Israel baru-baru ini kembali memblokir hampir semua bantuan. Hanya sembilan truk PBB yang mampu membawa makanan dan air selama dua setengah bulan terakhir, kata Oxfam.

photo
Anak-anak menghangatkan tubuh di tenda mereka di sebuah kamp di Khan Younis, Jalur Gaza, Kamis 19 Desember 2024. - ( AP Photo/Abdel Kareem Hana)

Juliette Touma, direktur komunikasi badan PBB untuk pengungsi Palestina, menggambarkan Gaza utara sebagai “neraka” yang sangat buruk selama pengepungan Israel selama hampir tiga bulan.

Dalam sebuah wawancara dengan media pemerintah Irlandia, Touma menceritakan tentang “pengeboman besar-besaran” yang dilakukan Israel di utara Gaza. Touma juga menggambarkan “hilangnya nyawa warga sipil dan serangan terhadap infrastruktur sipil termasuk rumah sakit dan tempat penampungan” bagi warga sipil.

“Perintah evakuasi terhadap rumah sakit dan fasilitas medis – dan serangan terhadap mereka – telah menjadi hal biasa di Gaza selama 14 bulan terakhir sejak perang dimulai,” kata Touma.

“Namun, kita tidak boleh mati rasa terhadap kenyataan bahwa hal ini terjadi setiap saat. Sebab, pada akhirnya hal tersebut merupakan pelanggaran hukum internasional. Ini melewati garis merah yang sangat tebal dan terlalu sering aturan perang dilanggar di Gaza,” katanya. “Mereka yang bertanggung jawab harus dimintai pertanggungjawaban,” tambahnya.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Pemerintah AS Sensor Laporan Kelaparan di Gaza

Lembaga pemantau AS menyimpulkan akan terjadi kelaparan parah di Gaza.

SELENGKAPNYA

‘Dunia Lupakan Anak-Anak Gaza’

Anak Gaza syahid sejam sekali akibat serangan Israel.

SELENGKAPNYA

RS Indonesia tak Lagi Dapat Beroperasi di Utara Gaza

Utara Gaza tak memiliki satupun fasilitas medis yang layak beroperasi.

SELENGKAPNYA

Kami Harus Bertahan: Cara Menjaga Bayi Tetap Hidup di Gaza

Seperti kebanyakan warga Gaza, mimpi sering hancur karena beratnya kenyataan.

SELENGKAPNYA