
Kabar Utama
Segerakan Distribusi APD
JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi ) kembali meminta agar alat pelindung diri (APD) dan alat rapid test atau alat tes cepat Covid-19 segera didistribusikan ke seluruh provinsi, khususnya provinsi terdampak. Hal itu ia sampaikan kepada para gubernur dan kepala daerah, kemarin.
"Demikian arahan Presiden kepada para gubernur dalam rapat terbatas menghadapi pandemi Covid-19," kata Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman, kemarin. Sebelumnya, Presiden Jokowi juga telah meminta Dinas Kesehatan di provinsi untuk segera mendistribusikan APD ke seluruh rumah sakit rujukan di daerah masing-masing. "Secepat-cepatnya," kata Jokowi dalam konferensi pers, Selasa (24/3).
Dari 105 ribu APD yang disediakan pusat, DKI Jakarta yang menjadi episentrum Covid-19 mendapatkan 40 ribu unit. Kemudian, Jawa Barat 15 ribu unit, Jawa Tengah 10 ribu, Jawa Timur 10 ribu, DI Yogyakarta 4.000 unit, Bali 4.000 unit, dan sisanya disebar ke provinsi-provinsi lain. Hingga Rabu (25/3), sebanyak 24 provinsi telah melaporkan kasus positif Covid-19.

Pemerintah pusat melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) juga meminta pemerintah daerah menyegerakan realokasi APBD untuk difokuskan menangani wabah Covid-19. Hal tersebut dinilai mendesak karena terkait pemenuhan kebutuhan layanan dasar dan kebijakan lainnya yang dianggap perlu. Di antaranya peningkatan kapasitas rumah sakit, ruang isolasi, pengadaan disinfektan, APD, dan tindakan mitigasi hingga sosialisasi dari level provinsi, kabupaten, kota, kelurahan, hingga RT dan RW.
"Kegiatan-kegiatan yang dirasa tidak perlu dilakukan sekarang dapat direalokasi menjadi anggaran penanganan, seperti belanja perjalanan dinas dan pertemuan (meeting) agar dialihkan menjadi belanja penanganan Covid-19," kata Direktur Manajemen Penanggulangan Bencana dan Kebakaran Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Safrizal, Rabu (25/3).
Menanggapi arahan pemerintah pusat, Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil mengatakan, Pemprov Jabar bersama DPRD Provinsi Jabar telah berkoordinasi. "Kami sudah melakukan rapat dengan DPRD (Jabar). Semua yang Bapak (Presiden) sampaikan sudah kami siapkan, pergeseran-pergeseran dana sudah kami sepakati," ujar Ridwan Kamil yang akrab disapa Emil.
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa juga mengungkapkan, pihaknya menyiapkan anggaran untuk penanganan Covid-19 di wilayah setempat. "Jumlahnya untuk sementara sekitar Rp 264 miliar. Jadi, kami masih menghitung dampak ekonomi dan sosial akibat Covid-19 ini," kata Khofifah di Surabaya, Selasa (24/3).
Selain untuk keperluan yang langsung bersentuhan dengan keperluan medis penanganan Covid-19, dana tersebut juga digunakan untuk mengantisipasi dampak sampingan lainnya. Di antaranya untuk memberikan bantuan sembako bagi masyarakat yang membutuhkan, khususnya para pekerja dengan pendapatan harian yang terganggu karena merebaknya virus korona.

Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan telah merencanakan penggelontoran anggaran biaya tak terduga (BTT) sebesar Rp 54 miliar untuk menanggulangi Covid-19 di Ibu Kota. Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) DKI Jakarta, Widyastuti, menuturkan, anggaran tersebut bakal digunakan untuk membeli alat kesehatan dan alat pelindung diri.
Gubernur Kalimantan Tengah (Kalteng) Sugianto Sabran juga telah memerintahkan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) untuk memangkas anggaran perjalanan dinas hingga 50 persen. "Hingga pada akhirnya ada anggaran mungkin sekitar Rp 200 miliar lebih untuk percepatan penanganan Covid-19 di Kalteng," katanya di Palangkaraya, Rabu.
Dana itu di antaranya akan digunakan untuk pemenuhan kebutuhan APD bagi tenaga medis di seluruh kabupaten/kota. ?Hanya saja, menurut dia, yang menjadi kendala bukanlah pendanaan, melainkan ketersediaan barangnya yang sulit didapat,? kata dia.
Bagi beban
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, pemerintah pusat akan berbagi beban dengan pemerintah daerah untuk memberikan insentif kepada tenaga medis. Besaran anggaran yang dibutuhkan sekitar Rp 37,5 juta per bulan per pekerja medis yang bertugas menangani pasien Covid-19.
Sri menjelaskan, total anggaran tersebut belum termasuk santunan untuk tenaga medis yang meninggal saat menangani Covid-19 sebesar Rp 300 juta per orang. "Anggaran dilakukan berdasarkan burden sharing, termasuk menggunakan DAK (dana alokasi khusus) kesehatan yang ada dalam pos APBD," tuturnya dalam telekonferensi dengan media, Selasa (24/3).

Namun, Sri tidak mengungkapkan nominal DAK yang akan diambil untuk insentif tenaga medis. Dalam APBN 2020, pemerintah pusat mengalokasikan Rp 20,78 triliun untuk DAK fisik di bidang kesehatan. Jumlah tersebut sekitar 28,7 persen dari total alokasi DAK fisik sepanjang 2020, yakni Rp 72,2 triliun.
Konsep yang disebut Sri sebagai burden sharing tersebut tidak diberlakukan sama rata karena kondisi daerah di Indonesia pasti beragam. "Kembali disesuaikan dengan kemampuan setiap pemerintah daerah," ucap mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu.
Saat ini, pemerintah sedang memformulasikan langkah-langkah agar insentif tersebut bisa dilaksanakan dengan baik. Formulasi tidak hanya disusun bersama kementerian/lembaga, tetapi juga DPR sebagai pihak legislatif.
Sri menjelaskan, insentif akan diutamakan bagi pekerja medis yang selama tiga bulan terakhir bekerja di rumah sakit rujukan untuk menangani Covid-19. Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes), setidaknya ada 132 rumah sakit yang ditunjuk pemerintah sebagai rumah sakit rujukan Covid-19.
Lebih terperinci, insentif diberikan kepada dokter spesialis dengan nominal Rp 15 juta per bulan. Sementara itu, dokter umum dan dokter gigi Rp 10 juta per bulan serta bidang dan perawat mendapatkan insentif Rp 7,5 juta per bulan. Tenaga medis lain juga mendapatkan insentif Rp 5 juta per bulan.
Sebelumnya, rencana ini sudah disampaikan Sri dalam konferensi pers seusai rapat terbatas lewat siaran internet (live streaming), Jumat (20/3). Saat itu, ia menuturkan, pemerintah menyediakan asuransi dan santunan kepada tenaga medis yang kini menjadi garda terdepan dalam penanganan Covid-19 dengan total anggaran Rp 3,1 triliun sampai dengan Rp 6,1 triliun.
Insentif ini diberikan kepada tenaga medis karena mereka kini menjadi pihak dengan risiko paling besar terpapar Covid-19. "Kebijakan ini diharapkan dapat membantu mereka mendapatkan kepastian perlindungan kesehatan dan keamanan," ujar Sri. n
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.