Opini
Membungkam Kritik dengan Anarkisme
ASWAR HASAN, Dosen Ilmu Komunikasi Unhas Makassar, mantan Komisioner KPI Periode 2019/2022
Oleh Budaya kritik di negeri ini belum mendapat ruang yang pantas,
Kebebasan untuk menyampaikan kritik adalah salah satu pilar demokrasi yang penting. Kritik yang sehat dapat memperkuat sistem demokrasi dan mencegah terjadinya otoritarianisme. Kritik adalah suara masyarakat yang tidak puas atau memiliki harapan yang lebih tinggi terhadap pemerintah. Dengan mendengarkan kritik, pemerintah dapat lebih memahami kebutuhan dan aspirasi masyarakat.
Kritik yang disalurkan dengan baik dapat mencegah terjadinya konflik sosial. Jika masyarakat merasa memiliki ruang untuk menyampaikan keluhan (kritik) maka mereka cenderung tidak akan melakukan tindakan yang anarkis.
Kritik adalah bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan berdemokrasi. Kritik yang konstruktif dapat menjadi kekuatan yang mendorong pemerintah untuk menjadi lebih baik. Oleh karena itu, setiap warga negara memiliki tanggung jawab untuk menyampaikan kritik dan setiap pemerintah memiliki kewajiban untuk mendengarkan dan menanggapi kritik tersebut.
Kritik dalam Ilmu Komunikasi adalah evaluasi terhadap suatu pesan, atau kebijakan. Kritik ini bisa bersifat membangun atau pun destruktif, tergantung pada tujuan metode atau sudut pandang pengkritik.
Tujuan Kritik memahami, menggali makna tersembunyi pada konteks sosial, atau kebijakan pemerintah, mengevaluasi efektivitasnya, dan seberapa merugikan kepentingan publik guna mendorong perbaikan serta memberikan masukan untuk meningkatkan kualitas kebijakan yang telah ditempuh.
Aspek yang dikritik, biasanya meliputi; isi pesan yang meliputi akurasi informasinya, relevansi, dan nilai-nilai yang terkandung dalam kebijakan itu, terutama kerugian yang diakibatkannya. Sejauh mana kejelasannya bagi audiens. Bagaimana kredibilitas pengirim pesan apakah masih dipercaya atau tidak, serta bagaimana respon, interpretasi, dan penerimaannya oleh audiens.
Sayangnya budaya kritik di negeri ini belum mendapat ruang yang pantas dan belum menjadi budaya dalam berdemokrasi. Pembubaran acara di Kemang yang menghadirkan pembicara kritis disesalkan oleh sejumlah pihak.
Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia (HAM) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Dhahana Putra mengecam tindakan pembubaran paksa forum diskusi yang dihadiri sejumlah tokoh di kawasan Kemang, Jakarta Selatan. Peristiwa pembubaran ini dinilai bertentangan dengan prinsip-prinsip kebebasan HAM. Padahal kegiatan diskusi semacam itu dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945, yaitu Pasal 28 UUD 1945 dan Pasal 28E Ayat 3.
Dhahana mengatakan, kebebasan berpendapat merupakan hal penting di dalam sebuah negara demokrasi. "Pemerintah telah menjamin kebebasan berpendapat dengan mengeluarkan sejumlah peraturan perundang-undangan sebagai payung hukumnya," kata Dhahana dalam keterangannya pada Senin (Republika,30/9/2024).
Demikian juga disesalkan oleh Setara Institute For Democracy and Peace bahwa pembubaran secara paksa forum diskusi yang dihadiri kelompok kritis tersebut, di Hotel Grand Kemang yang dikemas dalam bentuk kegiatan diskusi “Silaturahmi Kebangsaan Diaspora bersama Tokoh dan Aktivis Nasional” itu, sebagaimana dipaparkan oleh Tempo, didatangi sejumlah orang tak dikenal dengan mengacak-acak ruangan.
Direktur Eksekutif SETARA Institute, Halili Hasan, juga mengecam dugaan pembiaran oleh aparat kepolisian yang berada di lokasi atas aksi premanisme tersebut. Menurut dia, aparat kepolisian seharusnya mengambil tindakan yang presisi untuk melindungi kebebasan berpikir dan kebebasan berekspresi dalam diskusi itu. “Pembiaran yang dilakukan oleh aparat negara merupakan pelanggaran atas hak asasi manusia (violation by omission),” katanya (tempo.co, 28/9/2024).
Padahal, dengan menerima kritik, kita dapat memperbaiki kesalahan dan meningkatkan efektivitas pesan. Kritik dari berbagai sudut pandang dapat memperkaya pemahaman kita tentang suatu isu. Melalui kritik, kita dilatih untuk menganalisis informasi secara mendalam. Kritik yang sehat dapat mendorong perubahan positif dalam masyarakat.
Penting untuk diingat bahwa kritik seharusnya didasarkan pada fakta dan argumen yang kuat. Kritik harus disampaikan dengan cara sopan dan santun. Kritik harus bersifat konstruktif, bukan hanya sekedar mencari kesalahan. Tapi menunjukkan kesalahan.
Tetapi ketika kritik ditolak, baik dalam konteks pribadi, profesional, atau sosial, dapat menimbulkan sejumlah konsekuensi yang beragam. Beberapa akibat yang mungkin terjadi adalah, stagnasi dan ketidakmajuan. Jika kritik ditolak, individu atau organisasi atau rezim cenderung mempertahankan status quo. Ini dapat menghambat pertumbuhan, inovasi, dan perbaikan.
Penolakan terhadap kritik dapat merusak hubungan interpersonal dan profesional, bahkan relasi antara pemerintah dan rakyatnya. Orang yang memberikan kritik mungkin merasa tidak dihargai atau bahkan tersinggung dan diasingkan. Penolakan terhadap kritik dapat memicu konflik, baik secara terbuka maupun terselubung. Orang yang memberikan kritik mungkin merasa perlu untuk terus mendorong perubahan, yang dapat menyebabkan ketegangan hingga konflik.
Kritik adalah bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan berdemokrasi. Kritik yang konstruktif dapat menjadi kekuatan yang mendorong pemerintah untuk menjadi lebih baik. Oleh karena itu, setiap warga negara memiliki kesadaran tanggung jawab untuk menyampaikan kritiknya demikian sebaliknya, setiap pemerintah memiliki kewajiban untuk mendengarkan dan menanggapi atau memberi solusi atas kritik tersebut.
Wallahu a’lam bishawab
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.