Nasional
Tokoh Agama Komitmen Hindari Ibadah Berjamaah Terkait Korona
Orang beriman dianjurkan untuk mencegah sesuatu yang membahayakan, seperti wabah korona.
JAKARTA — Pembesar agama di Indonesia berkomitmen untuk menghindari ibadah berjamaah atau yang melibatkan orang banyak dalam satu tempat dan waktu. Hal tersebut dimaksudkan untuk mencegah penyebaran pandemi Covid-19 yang semakin mengkhawatirkan.
Kerumunan orang diyakini sebagai situasi berbahaya, karena memudahkan virus untuk masuk ke tubuh orang lain. Juga mengakibatkan pandemi Korona semakin menyebar luas. Jika ada satu anggota jamaah yang menderita Korona datang berkumpul dalam ibadah berjamaah, maka besar kemungkinan dia akan menularkan penyakitnya kepada banyak orang di sana.
Oleh karena itu, tokoh agama memahami situasi berbahaya ini, sehingga rela meniadakan ibadah berjamaah sampai waktu tertentu. Imam Besar Masjid Istiqlal Prof Nasaruddin Umar mengatakan bahwa selama dua pekan Shalat Jumat tidak dilaksanakan di Masjid Istiqlal. “Tujuannya untuk menjaga dan memprioritaskan kemaslahatan berupa kesehatan umat Islam. Dengan begitu mereka terhindar dari bahaya virus Korona yang kini sedang mewabah di Tanah Air,” katanya dalam jumpa pers mengenai upaya penanggulangan COVID-19 di Graha BNPB, Jakarta, Jumat (20/3)
Lagi pula, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah meminta masjid-masjid di seluruh wilayah Ibu Kota tidak mengadakan sholat Jumat guna mencegah penularan virus Korona. Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga mengeluarkan fatwa tentang penyelenggaraan ibadah dalam situasi pandemi COVID-19, yang mencakup anjuran untuk tidak menyelenggarakan shalat Jumat dan aktivitas ibadah yang melibatkan banyak orang bila kondisi penyebaran COVID-19 tidak terkendali di suatu wilayah.Dewan Masjid Indonesia pun telah mengeluarkan imbauan serupa, termasuk imbauan untuk melaksanakan shalat lima waktu dan tarawih di rumah masing-masing selama Ramadhan.
Imam Besar Masjid Istiqlal mengimbau umat Islam, terutama yang berada di wilayah penularan Covid-19 untuk sementara tidak melakukan kegiatan berjamaah guna menghindari penularan Korona. "Di dalam wilayah-wilayah yang sangat banyak permasalahan ini,virusnya berkembang, maka sudah cukup alasan sesuai dasar Majelis Ulama tadi untuk tidak melakukan pertemuan dalam keadaan berjamaah, termasuk di dalamnya shalat Jumat, subuh, dzuhur, asar, magrib, dan isya," kata Nasaruddin di tempat yang sama.
Dia menjelaskan, terkait dengan kemaslahatan di tengah pandemi Covid-19, Islam mempunyai tradisi melaksanakan ibadah pada masa bencana. "Bukan hanya wabah virus, banjir atau hujan deras pun Nabi pernah meminta umat untuk shalat di rumah. Jangan menceburkan diri dalam kebinasaan," katanya.
Menurutnya, orang beriman dianjurkan untuk mencegah sesuatu yang membayakan. Dia menekankan bahwa mencegah hal tersebut lebih penting daripada mengejar manfaat. Kondisi virus Korona yang mewabah, dinilainya tidak memungkinkan untuk Shalat Jumat seperti biasa. Oleh karena itu dia mengajak umat Islam untuk berserah diri kepada Allah SWT.
"Kita semua sangat cinta pada agama kita, tetapi kita juga diperintahkan dalam Al Quran untuk tidak menceburkan diri dalam kebinasaan. Kalau sudah tahu di suatu tempat ada bahaya besar, kita diminta untuk menghindarinya," tuturnya.
Imbauan uskup
Uskup Jayapura, Mrg Leo Laba Ladjar meminta umat Katolik untuk menghindari pertemuan dan perkumpulan dengan orang banyak. Juga tidak berpergian ke tempat-tempat yang sudah terjangkit virus Korona. "Perkumpulan untuk misa dan ibadah lainnya tetap kita jalankan sambil memantau situasi dan mendengarkan petunjuk dari pemerintah. Namun demikian, mereka yang merasa kurang sehat dengan gejala mencurigakan sebaiknya berdoa di rumah saja dan tidak harus ke gereja," ujarnya.
Dia mengatakan, perlu perhatian serius terhadap pandemi ini. Cara-cara membendung serta menanganinya jangan sampai membuat lupa bahwa ada virus lain yang masih merupakan ancaman serius. Misalnya HIV/AIDS. Ada pula ancaman penyakit lain seperti DBD dan malaria.
Meski cara mencegah dan mengatasinya sudah berulang kali disosialisasikan, penyakit tadi masih mewabah. Maka perlu perbarui lagi tekad untuk membendungnya. Kebersihan rumah dan lingkungan dari sampah dan genangan air agar nyamuk tidak bersarang dan berkembang, jauhkan diri dari pergaulan bebas yang membawa ke pelanggaran moral.
“Puasa dan pantang dalam masa tobat ini adalah saat berahmat untuk melatih diri kita dalam kesucian dan kekudusan," katanya."Ada jenis virus yang hanya bisa dikalahkan dengan puasa dan doa. Semoga Tuhan membantu kita untuk selalu berlaku bijak dalam hubungan dengan sesama dan dalam menjaga martabat luhur tubuh kita," tambah dia.
Perayaan Nyepi
Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Nusa Tenggara Timur (NTT) mengeluarkan surat keputusan berupa larangan agar perayaan Hari Suci Nyepi pada 25 Maret 2020. Perayaan ini diimbau tidak melibatkan umat Hindu dalam jumlah banyak guna mencegah penyebaran virus Korona.
"Untuk menghindari penyebaran Covid-19, setiap daerah di NTT agar tidak melakukan perayaan Hari Suci Nyepi yang melibatkan umat Hindu dalam jumlah banyak," kata Ketua PHDI NTT, Wayan Darmawa.
Ia mengatakan hal itu berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan perayaan Hari Suci Nyepih di Nusa Tenggara Timur yang akan berlangsung pada 25 Maret 2020 di tengah merebaknya Virus Corona (COVID-19) pada sejumlah daerah di Tanah Air.
Di NTT sendiri, kata dia, terdapat sebanyak 23 pura yang menjadi titik perayaan Hari Raya Nyepi oleh umat Hindu yang menyebar di provinsi berbasikan kepulauan itu. Untuk mengatur perayaan Nyepi di sana, PHDI NTT telah mengeluarkan surat keputusan tentang pedoman perayaan Hari Suci Nyepi Tahun Baru Saka 1942.
Selain larangan melibatkan umat dalam jumlah banyak, pihaknya juga mengimbau agar perayaan Hari Suci Nyepi diutamakan pada kegiatan di pura atau pun di rumah. "Upacara juga dilakukan yang utama saja sesuai pengaturan pinandita (PSN) bersama PHDI kabupaten/kota," kata Wayan yang juga Kepala Dinas Pariwisata NTT itu.
Seluruh umat Hindu akan memanfaatkan momentum Hari Suci Nyepi ini berdoa guna pembersihan alam semesta, semoga bangsa Indonesia secepatnya terhindar dari pandemi COVID-19 dan penyakit lainnya.
Antara
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.