Perang Belasting | Daan Yahya/Republika

Opini

Pajak Darah, 116 Tahun Perang Belasting

Pajak memang bagus untuk membangun satu bangsa, namun jangan dikorupsi.

Oleh KHAIRUL JASMI, penulis, wartawan, sastrawan; tinggal di Padang

 

Suratkabar sosialiasi Hindia Belanda menyebut pajak penghasilan yang memicu Perang Belasting di Sumatra’s Westkust dengan bloedbelasting atau pajak darah. Perang itu terjadi 15 dan 16 Juni 1908, yang menewaskan hampir 100 orang pejuang dan puluhan di pihak Belanda.

 

***

Pajak Darah adalah ungkapan paling satir atas penderitaa rakyat yang dibebani pajak secara bertubi-tubi. Rakyat melawan dan tewas ratusan orang. Peristiwa itu, terjadi 116 tahun silam, di Minangkabau. Perang Belasting itu, merupakan perlawanan rakyat pada Belanda yang dikomandai para ulama. Kedua setelah Paderi, yang juga dilancarkan para ulama.

Maka, tatkala Menteri Keuangan Sri Mulyani membubarkan klub motor gede, Belasting Rijder pada awal 2023, saya lega. Belasting, berasal dari Bahasa Belanda yang berarti pajak. Karena kata itulah, terjadi perang terbuka frontal di Minangkabau. Rakyat setempat tidak mau dkenakan pajak kepala, ternak, serta tetek bengek lainnya, terutama pajak harta pusaka tinggi. Setidaknya muncul dua nama pahlawan yang belum dipahlawankan oleh pemerintah, yaitu Haji Abdul Manan pemimpin Perang Kamang dan Siti Manggopoh, srikandi Perang Menggopoh. Keduanya disebut Perang Belasting, hal yang sama juga terjadi di Tanah Datar, di Pariaman dan di daerah Agam lainnya.

Setelah Perang Paderi, 19821-1837, muncul Perang Belasting. Kedua peristiwa ini memunculkan kesadaran baru dan lahirlah kaum terdidik Minangkabau dari dua jalur; surau dan sekolah modern. Kerusakan terjadi kemudian tatkala gempa besar meremukan Minangkabau pada 1926 dan pemberontakan Komunis pertama di Indonesia 1927 yang berpusat di Silungkang, dekat Sawahlunto. Pemberontakan diikuti kemudian oleh demontrasi oleh ribuan orang di Padang Panjang yang dipimpin seorang perempuan bernama Upik Hitam. Ia ditangkap diadili dan dimasukkan ke Penjara Wanita Boeloe, Semarang. Dua peristiwa buruk itu, agak menghambat laju dunia intelektul Minangkabau dan kian lambat oleh peristiwa kembar yang amat buruk, PRRI 1958 yang “selesai” pada 1963 dan kemudian G30S/PKI 1965.

Perang Belasting, bukan berdiri sendiri, sebelumnya rakyat sudah muak oleh Tanam Paksa Kopi, yang hanya di Sumatera Barat, rakyat enggan menjualnya ke pihak Belanda, lebih suka dilego sendiri ke pantai timur Sumatera untuk dikirim ke Singapura. Rasa muak itu juga disebabkan korupsi yang akut. Pejabat pajak zaman itu, mengisi tasnya sampai penuh dan kemudian membaginya dengan pejabat pemerintah. Sebuah narasi melaporkan, hadiah untuk pejabat saat ulang tahun, memenuhi sebuah kamar bahkan sampai ke loteng.

Koran Algemeen Handelsblad edisi 22 November 1908 menurunkan tulisan dari Belanda, yang isinya mengeritik pandangan orang Belanda sendiri yang menyebut belasting itu sebagai Pajak Darah atau Uang Darah. GH Van Soest dalam bukunya, Geshiedenis Kultuurstelsel yang ditulisnya pada 1869, menyebutkan, “ Sejarah perluasan kekuasaan Belanda selalu bertentangan di setiap halamannya.” Jika kita melihat, korupsi di dunia pajak hari ini, jangan salahkan rakyat yang menilai, perilaku pemungut pajak zaman lampau dan sekarang mirip.

Bagi rakyat Sumatera Barat, Belasting Opstand, atau Perang Pajak, memang tak terlupakan, karena rakyat miskin diwajibkan membayar padahal, sebagaimana dicatat Belanda sendiri, toean dan nyonya punya banyak emas dan perak, tapi si petani tidak tahu bagaimana menghilangkan rasa lapar anaknya. Air susu ibunya, kering. Terjadi kesenjangan sosial yang akut. Simbol pajak hari ini adalah mobil Rubicon yang disita dan kemudian dilelang tapi tak ada peminatnya, rumah mewah dan entah apalagi yang juga memicu rasa sakit pada orang banyak. Netizen menumpahkannya dengan membagi-bagi sebuah karikatur yang dibuat komikatap atau pihak lain. Terlihat seseorang riang sehabis gajian, tapi di balik tembak sebelah sini, sudah menunggu, lima orang berbadan kekar yang dinamai, “cicilan, tagihan, BPJS, biaya tak terduga dan tapera.” Tidak ada pajak memang, karena yang dimaksud mungkin karyawan bergaji kecil. Namun, penerima gaji jumlah tertentu memang dikenakan pajak, potong langsung.

 

Peringatan Perang Belasting 

Penulis buku Perang Belasting (Kamang) “Bau Mesiu,” Irwan Setiawan menyebut, perang itu diperingati secara mendalam di Kamang pada 15 dan 16 Juni 2024, seperti juga tahun-tahun sebelumnya. Inilah tempat rakyat terbanyak dibantai Belanda pada sepotong malam yang berdarah. Di Manggopoh juga diperingati dengan tokoh Sitti Manggopoh, seorang perempuan perkasa. Suaminya dibuang ke Manado dan tak pernah pulang lagi. Sumber Belanda menyebut yang tewas di pihaknya 12 orang, sementara rakyat mencatat, 53 orang serdadu Belanda tewas.

Peringatan di Kamang dilaksanakan di Kamang, di rusuk Bukittinggi. Inspektur upacaranya Bupati Agam, Andri Warman. Ia menyebut peringatan Perang Kamang dan Manggopoh yang berbarengan harinya, adalah sebuah peristiwa sejarah yang tak bisa dilupakan. Belanda sendiri membuat tugu perang ini di Bukittinggi.

Semestinya, peringatan itu dilaksanakan di tingkat di Sumatera Barat bukan hanya di dua tempat itu saja, sebab rakyat menyerang Belanda juga di banyak lokasi di provinsi tersebut, tapi kisah masa lampau itu tak pernah benar-benar dicatat oleh pemerintah di sana. Sama halnya dengan peristiwa Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) 1948 – 1949, dikagumi oleh rakyat Sumatera Barat, tidak oleh Indonesia, kecuali setelah Presiden SBY.Apalagi pembelian pesawat pertama Indonesia oleh ibu-ibu Minangkabau dengan jalan mengumpulkan emas. Pesawat Avro Anson itu melahirkan dua pahlawan nasional, Iswahyudi dan Halim Perdana Kusuma, tapi si pemilik pesawat dilupakan. Setelah itu, baru rakyat Aceh menyumbangkan satu pesawat untuk Indonesia.

Perang Belasting di Minangkabau bukan hanya bentuk perlawanan pada penjajah tapi juga ragam nasionalisme dari daerah. Jika pejabat dan ASN Pajak sekarang tahu kisah Opstand Belasting 1908, maka saya yakin, tidak akan ada klub Belasting Rijder. Dan, semestinya negara memberi atensi pada para pahlawan Perang Pajak di Sumatera Barat. Sepanjang yang saya baca, hanya di daerah itulah terjadi perang serupa, tidak di daerah lain, atau saya yang luput.

Pajak memang bagus untuk membangun satu bangsa, namun jangan dikorupsi.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Halalkah Bekerja di Urusan Pajak dan Bea Cukai?

Apakah bekerja sebagai pegawai pajak dan bea cukai itu halal menurut syariat Islam?

SELENGKAPNYA

Tarif PPN dan Problema Kebocoran Pajak

Upaya menaikkan rasio pajak tidak bisa ditempuh hanya melalui program menaikkan tarif PPN.

SELENGKAPNYA

Ditjen Pajak Masih Kaji Rencana Kenaikan Tarif PPN

Kondisi ekonomi juga akan turut menjadi pertimbangan pemerintah dalam menerapkan rencana kenaikan PPN.

SELENGKAPNYA