Petugas medis beada memasuki ruang isolasi Rumah Sakit Umum Pusat Mohammad Hoesin Palembang, Sumatera Selatan, Selasa (18/2/2020). | NOVA WAHYUDI/ANTARA FOTO

Kabar Utama

"Petugas Kesehatan Sudah Berteriak, Kurang!"

 

 

JAKARTA -- Pengurus Besar (PB) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menyatakan, para tenaga medis, baik dokter hingga perawat di fasilitas kesehatan yang menangani virus novel korona (Covid-19) mengeluhkan kurangnya alat pelindung diri (APD) untuk mereka. Akibatnya, tak sedikit petugas kesehatan yang menjadi korban penularan. Pemerintah pernah mengatakan sudah ada dokter-perawat yang menjadi korban jiwa.

"APD menjadi isu strategis dan kami sangat concern membahas itu. Tenaga kesehatan di lapangan sudah teriak-teriak kurang (APD)," ujar Ketua Umum Pengurus Besar IDI Daeng M Faqih di Jakarta, kemarin.

Meski belum mendapatkan laporan jumlah kekurangan APD, pihaknya telah menghimpun APD yang kurang dalam satu set, yaitu masker wajah hingga baju pelindung khusus. Ia menambahkan, kabarnya tenaga kesehatan menyiasati kurangnya APD dengan menggunakan plastik seadanya, termasuk jas hujan plastik yang dimodifikasi hingga mereka hanya memakai masker biasa. Ini terjadi di Garut saat perawat memindahkan pasien diduga terjangkit virus korona, pekan lalu.

"Padahal, petugas kesehatan harusnya pakai masker N-95," kata Ketua IDI. Akibat kekurangan APD, Daeng menyebutkan tenaga kesehatan sudah ada yang menjadi korban positif terinfeksi virus ini. Bahkan, ia menyebutkan tenaga kesehatan yang dirawat sudah banyak.

Dia menambahkan, petugas kesehatan adalah garda terdepan dan dituntut untuk siaga menangani virus ini. Di satu sisi, faktanya jumlah tenaga kesehatan kurang. Karena perannya yang strategis untuk penanganan Covid-19, ia meminta tenaga kesehatan dilindungi dan diberikan APD memadai.

IDI khawatir jika tidak dilindungi banyak petugas kesehatan tertular dan diobservasi selama 14 hari atau diisolasi maka menimbulkan efek domino. Yaitu, pasti mengurangi petugas kesehatan yang bisa membantu menangani virus. "Tentu ini menjadi beban tersendiri, kerumitan tersendiri. Karena itu, kami mengusulkan APD perlu diperhatikan mengingat kasus semakin banyak," katanya.

Faqih menambahkan, permohonan penambahan APD akan disampaikan ke Gugus Tugas Penanganan Covid-19 melalui surat yang dikirimkan Selasa (17/3). Pihaknya juga meminta ada prosedur supaya perlindungan tenaga kesehatan terjaga. Di satu sisi, Faqih mengaku IDI telah mengedukasi tenaga dokter di bawah organisasinya untuk menjaga kesehatan, menjaga kebersihan, dan melepas APD dengan benar.

Dalam tayangan di kanal Youtube-nya yang dirilis kemarin, pesohor Deddy Corbuzier mewawancarai Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto. Yuri, begitu ia disapa, memberi contoh bagaimana kesiapan APD di Indonesia Timur masih minim. Yuri menceritakan ia mengontak RSUD Labuan Bajo sebagai rumah sakit rujukan untuk kasus Covid-19 di Kabupaten Manggarai. Petugas di sana menjawab mereka hanya memiliki beberapa masker dan satu set baju pelindung khusus.

Beberapa daerah sejauh ini menyatakan sudah menerima bantuan APD. Kepala Dinas Kesehatan Kalimantan Barat Harisson mengatakan, pihaknya sudah mendapatkan bantuan 100 set ADP dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Kalimantan Barat adalah salah satu wilayah yang telah melaporkan kasus positif Covid-19.

"Kita baru saja mendapatkan bantuan ADP dari Kemenkes RI 100 unit dan akan dikirim ke empat rumah sakit rujukan yang ada di Kalbar. Dengan jumlah tersebut kemungkinan bisa digunakan untuk 10 hari ke depan," kata Harisson di Pontianak, Selasa.

Namun, ia menekankan, bantuan 100 unit ADP tersebut masih jauh dari yang diajukan oleh pihaknya. Karena itu, Dinkes Kalbar sebelumnya mengajukan bantuan 5.400 ADP. Sejauh ini, mereka dijanjikan akan dikirimi persediaan tambahan, meski belum disebutkan waktunya.

Harisson menambahkan, sesuai perhitungan yang dibuat pihaknya, 5.400 APD tersebut untuk persediaan selama tiga bulan ke depan dan diperuntukkan bagi petugas kesehatan di empat rumah sakit rujukan terkait penanganan Covid-19 di Kalbar. "Karena, dalam satu hari, 15 APD digunakan untuk petugas kesehatan yang menjaga pasien dalam pengawasan virus corona," ujar dia.

Ia mengatakan, sudah meminta pendataan terhadap petugas kesehatan di rumah sakit di daerah setempat yang menjadi rujukan Kemenkes, kemudian diajukan permintaan APD untuk kebutuhan tiga bulan ke depan. "Kemenkes juga sudah meminta mengirim usulan berapa kebutuhan virus transport media (VTM) yang digunakan untuk mengirim sampel spesimen pasien dalam pengawasan Covid-19 yang dikirim ke Jakarta," tuturnya.

Sebelumnya, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Semarang juga mengajukan penambahan alat kesehatan (alkes) guna mendukung langkah pencegahan penyebaran Covid-19 di daerahnya.

Permintaan penambahan alkes tersebut, telah disampaikan Bupati Semarang kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah, sehubungan dengan instruksi daerah untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap penyebaran virus korona.

?Kita sudah mencoba menghubungi provinsi terkait dengan penambahan alkes tersebut, karena ketersediaannya yang memang terbatas dan itu sangat dibutuhkan,? kata Bupati Semarang dr H Mundjirin ES SpOG di Ungaran.

Khususnya, kata dia, terkait APD yang digunakan khusus untuk menangani dan merawat pasien di ruang isolasi yang saat ini masih terbatas. Untuk menangani pasien yang ada di ruang isolasi, kata dia, saat ini Kabupaten Semarang baru memiliki enam set pakaian hazmat atau pakaian dekontaminasi.

Hingga Senin (16/3), empat dari enam set pakaian dekontaminasi tersebut telah digunakan. ?Sehingga, untuk kebutuhan pakaian khusus tersebut sekarang ini hanya tinggal dua,? kata Mundjirin.

Sedangkan untuk kebutuhan APD lain, seperti masker N-95 masih cukup. ?Namun, usulan penambahan alkes tersebut untuk menunjang upaya dan langkah-langkah pencegahan dan penanganan penyebaran Covid-19,? lanjutnya.

Kepala Dinas Kesehatan (Dikes) Jawa Tengah Yulianto Prabowo mengiyakan, penambahan ketersediaan APD sangat mendesak. Hal ini dipertimbangkan dengan perkembangan penyebaran Covid-19 yang semakin bertambah di Tanah Air.

Belum lagi tenaga medis yang menangani pasien dalam pengawasan (PDP) saja membutuhkan setidaknya 20 pakaian hazmat sebagai pelindung diri. Kebutuhan itu dihitung selama 14 hari masa karantina karena pakaian tersebut hanya untuk sekali pakai. Sementara ketersediaan hazmat di sejumlah rumah sakit rujukan bervariasi jumlahnya.

"Ada rumah sakit yang ketersediaannya mulai tidak terlalu banyak, sebaliknya juga ada yang masih mencukupi untuk kebutuhan hingga beberapa bulan ke depan," ungkapnya.

Oleh karena itu, kata dia, Dinkes Jawa Tengah sudah mengajukan penambahan hazmat kepada Kementerian Kesehatan (Kemenkes) hingga puluhan ribu set. Mulai dari penutup kepala, kacamata, masker N-95 dan sebagainya. "Jika pengajuan tersebut disetujui maka akan dibagikan ke seluruh fasilitas kesehatan untuk pelayanan penanganan Covid-19 yang ada di seluruh Jawa Tengah," katanya.

RSUD Temanggung, Jawa Tengah, yang juga menjadi rumah sakit rujukan terkendala terbatasnya jumlah APD. "APD ini khusus, ada standarnya dari Kementerian Kesehatan dan ini jumlahnya terbatas," kata Direktur RSUD Temanggung, Tetty Kurniawati di Temanggung, kemarin.

Ia menyebutkan, ada 20 APD di rumah sakit yang dipimpinnya dan beberapa sudah dipakai. "Solusi untuk mengatasi keterbatasan APD, kita berusaha mencari dan mengajukan permohonan ke Dinas Kesehatan untuk menyiapkan APD, kebutuhan APD sebanyak mungkin karena kita tidak tahu berapa jumlah pasiennya," ujarnya.

Ia mengatakan, sejauh ini pihaknya telah menambah delapan kamar isolasi dari dua kamar isolasi yang sudah ada di rumah sakit tersebut untuk penanganan pasien kasus Covid-19. Kedelapan kamar dalam persiapan untuk menambah jumlah kamar isolasi yang ada, karena semakin hari ada tren peningkatan jumlah penderita maupun suspect Covid-19.

Meski hanya merupakan rumah sakit lini II, ia menyatakan terus bersiap menerima lasien karena RS rujukan lini I sudah banyak yang penuh ruang isolasinya. Di Kabupaten Magelang yang berbatasan dengan Temanggung, sejauh ini sudah ditemukan dua pasien positif Covid-19. n 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat